Kamis, 2 Oktober 2025

Konflik Iran Vs Israel

AS dan Barat Kecele, Iran dan Rusia Sepakat Bangun Proyek Nuklir Baru yang Didukung China

Jika negara Barat menjegal, maka Rusia malah bersedia masuk dan berinvestasi di Iran dalam program nuklir.

|
Atta Kenare/AFP
FASILITAS NUKLIR - Foto file yang menunjukkan gambar yang diambil pada 10 November 2019 menunjukkan bendera Iran di PLTN Bushehr Iran, selama upacara resmi untuk memulai pekerjaan pada reaktor kedua di fasilitas tersebut. 

AS dan Barat Kecele, Iran dan Rusia Sepakat Bangun Proyek Nuklir Baru yang Didukung China

 

TRIBUNNEWS.COM - Polarisasi kekuatan global sepertinya kian jelas terbentuk dalam konteks program nuklir Iran.

Teheran ditentang habis-habisan oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat saat akan mengembangkan program nuklir yang dijelaskan untuk kepentingan energi.

Dipimpin AS, negara Barat mengancam memperpanjang sanksi internasional buat Iran atas niatan kerasnya meneruskan program nuklir.

Baca juga: Pakistan dan Arab Saudi Kerja Sama Ala NATO, Transfer Nuklir Bikin Iran dan India Ketar-ketir

Inggris, Prancis, dan Jerman - yang disebut E3 - pada Agustus silam bahkan sempat memperingatkan kalau mereka akan memicu mekanisme "snapback" di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Mekanisme "snapback" adalah proses khusus yang diciptakan bersamaan dengan kesepakatan nuklir Iran 2015, yang secara resmi didukung oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa jika Iran melanggar kesepakatan tersebut secara serius, komunitas internasional dapat segera mengembalikan seluruh sanksi PBB yang berlaku sebelum perjanjian tersebut tanpa terjebak dalam veto negara-negara besar atau negosiasi yang tak berkesudahan.

Belakangan, upaya Barat menjegal Iran lewat sanksi lagi, menemui jalan baru.

Dewan Keamanan (DK) PBB, pada Jumat (19/9/2025) gagal mengesahkan rancangan resolusi yang bertujuan mencegah pemberlakuan kembali atau snapback sanksi terhadap Iran yang sebelumnya dicabut berdasarkan Kesepakatan Nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Dengan hasil itu, resolusi gagal disahkan, membuka jalan bagi diberlakukannya kembali sanksi sesuai mekanisme snapback dalam JCPOA dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 yang mengesahkan kesepakatan nuklir pada 2015.

Rusia Turun Tangan

Jika negara Barat menjegal, maka Rusia malah bersedia masuk dan berinvestasi di Iran dalam program nuklir.

"Teheran dan Moskow akan menandatangani kesepakatan dalam beberapa hari mendatang bagi Rusia untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir baru di Iran," kata Mohammad Eslami, kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) dilansir NW, Senin (22/9/2025).

Eslami mengonfirmasi kesepakatan yang akan segera terjadi tersebut kepada Kantor Berita Republik Iran (IRNA) milik pemerintah Iran.

Rusia dan Iran telah lama bekerja sama di bidang tenaga nuklir.

FASILITAS NUKLIR IRAN - Tangkapan layar YouTube Al Jazeera Inggris yang tayang pada Sabtu (12/4/2025), menampilkan ilustrasi fasilitas nuklir Iran.
FASILITAS NUKLIR IRAN - Tangkapan layar YouTube Al Jazeera Inggris yang tayang pada Sabtu (12/4/2025), menampilkan ilustrasi fasilitas nuklir Iran. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera Inggris)

China Beri Dukungan

Apa yang dilakukan Rusia ini menjadi pukulan berikutnya dari upaya Barat menjegal program nuklir Iran setelah sebelumnya AS Cs juga mendapat tamparan dari manuver China.

Pada awal September ini, Presiden Iran Masoud Pezeshkian bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing.

Kunjungan ini menjadi bagian dari usaha Iran menggalang dukungan dari China untuk melawan potensi sanksi baru di tengah meningkatnya tekanan Barat terhadap program nuklirnya.

Saat itu Pezeshkian mengatakan kalau Tiongkok adalah "saingan terbesar" bagi kebijakan AS dan harus meletakkan dasar untuk menghadapi "unilateralisme" Amerika dan Barat, menurut Kantor Berita semi-resmi pemerintah Iran, Mehr.

Saat itu, China mengatakan pihaknya menghargai janji berulang Iran untuk tidak mengembangkan senjata nuklir dan menghormati hak Teheran atas energi atom damai, menurut media pemerintah CCTV.

Beberapa jam setelah Prancis, Jerman, dan Inggris memicu mekanisme untuk menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran, Rusia dan China mengusulkan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk memperpanjang jangka waktu kesepakatan nuklir Iran 2015, PBB melaporkan pada hari Minggu.

China, Rusia dan Iran telah mengirim surat bersama setelah bertemu di Tianjin pada hari Minggu, selama pertemuan puncak Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO), di mana mereka menyatakan penentangan terhadap sanksi snapback dan menyerukan kelanjutan keterlibatan diplomatik.

Negara-negara E3 telah menawarkan perpanjangan mekanisme snapback untuk jangka waktu terbatas guna memberi kesempatan bagi negosiasi untuk membuka jalan bagi kesepakatan baru. 

Dewan Keamanan (DK) PBB, Jumat (19/9/2025) akhirnya gagal mengesahkan rancangan resolusi yang bertujuan mencegah pemberlakuan kembali atau snapback sanksi terhadap Iran yang sebelumnya dicabut berdasarkan Kesepakatan Nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Rancangan resolusi yang diajukan Korea Selatan selaku presiden DK PBB bulan ini tersebut berupaya mempertahankan pencabutan sanksi dengan menetapkan bahwa ketentuan dari resolusi sanksi sebelumnya tetap berakhir.

Namun, usulan itu tidak mendapatkan sembilan suara dukungan yang diperlukan. Rusia, China, Pakistan, dan Aljazair mendukung, sementara Guyana dan Korea Selatan abstain. Sembilan anggota lainnya --- Inggris, Prancis, Denmark, Slovenia, Sierra Leone, Panama, Amerika Serikat, Yunani, dan Somalia --- menolak.

Dengan hasil itu, resolusi gagal disahkan, membuka jalan bagi diberlakukannya kembali sanksi sesuai mekanisme snapback dalam JCPOA dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 yang mengesahkan kesepakatan nuklir pada 2015.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menegaskan setelah pemungutan suara bahwa dukungan Rusia tidak berarti perubahan posisi.

Meskipun Tiongkok dan Rusia tidak dapat menghentikan "mekanisme snapback" yang dipicu oleh Prancis, Inggris, dan Britania Raya (E3) , mereka dapat melemahkan dampaknya.

Menurut Ketua Parlemen Iran, Mohammad-Baqer Qalibaf, penjualan minyak dan perdagangan luar negeri Iran tidak dihentikan oleh sanksi AS, lapor media Iran.

Langkah Paksaan

Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan kepada CCTV sebagaimana dikutip oleh Kantor Berita Mehr:

"AS dan mereka yang berkuasa ingin menerapkan kebijakan mereka di kawasan tersebut melalui penggunaan kekuatan dan sanksi. Dengan segala cara dan alat yang mereka ketahui, mereka tidak akan membiarkan negara-negara lain menyimpang dari kerangka kerja yang telah mereka ciptakan."

"Jika kita ingin keluar dari kerangka kerja ini, kita harus mempraktikkan apa yang telah kita tulis dalam pertemuan sebelumnya dan mendatang, yaitu kita akan mengubah perilaku kita dalam menghadapi unilateralisme. Ini berarti interaksi, perdagangan, dan tidak mendengarkan kata-kata mereka tentang sanksi."

Media pemerintah Tiongkok, CCTV, melaporkan:

 "Xi Jinping menekankan bahwa kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan perbedaan, dan komunikasi serta dialog adalah cara yang tepat untuk mencapai perdamaian abadi. Tiongkok sangat mementingkan penegasan kembali Iran atas komitmennya untuk tidak mengembangkan senjata nuklir, [dan] menghormati hak Iran untuk menggunakan energi nuklir secara damai."

Dmitry Polyanskiy, perwakilan tetap Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan:

"Jadi sekali lagi, kami yakin bahwa langkah E3 tidak dapat dan seharusnya tidak memiliki efek hukum atau prosedural apa pun. Ini hanyalah langkah eskalasi. Ini jelas menunjukkan bahwa negara-negara Barat tidak memahami arti diplomasi. Mereka tidak peduli dengan diplomasi. Mereka hanya peduli dengan pemerasan, ancaman, dan paksaan terhadap negara-negara independen."

 

 

(oln/berbagaisumber/*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved