Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia Diduga Militerisasi 35 Ribu Anak Ukraina, Dilatih Merakit Drone
Rusia dilaporkan memiliterisasi anak-anak Ukraina dan mengirim mereka ke kamp militer di wilayah pendudukan Rusia, menurut laporan Universitas Yale.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Pravitri Retno W
Pada Maret 2023, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan pejabatnya Maria Lvova-Belova atas dugaan deportasi ilegal anak-anak Ukraina, yang disebut sebagai kejahatan perang.
Rusia menolak tuduhan tersebut, mengklaim mereka hanya "menyelamatkan anak-anak dari garis depan."
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berencana mengangkat isu ini dalam sidang Majelis Umum PBB akhir bulan ini.
Ia menegaskan pengembalian anak-anak harus menjadi bagian dari perjanjian damai dengan Rusia.
Terkait laporan terbaru dari Universitas Yale soal pendidikan ulang dan pelatihan militer, Rusia belum memberikan komentar resmi.
Namun dalam kasus-kasus sebelumnya, Rusia selalu membantah melakukan kejahatan perang dan tidak mengakui yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Vladimir Putin atas dugaan deportasi ilegal anak-anak Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina
Perang Rusia–Ukraina berakar sejak runtuhnya Uni Soviet tahun 1991, di mana Rusia dan Ukraina merupakan pecahan Uni Soviet.
Sejak saat itu, hubungan kedua negara sering bermasalah karena perbatasan, identitas nasional, dan arah politik yang berbeda.
Situasi makin panas setelah Revolusi Maidan tahun 2014, ketika Presiden Ukraina pro-Rusia, Viktor Yanukovych, digulingkan.
Pemerintah baru yang lebih dekat dengan Barat membuat Rusia marah.
Tak lama setelah itu, Rusia mencaplok Krimea dan mendukung kelompok separatis di Donetsk serta Luhansk, sehingga meletus perang di wilayah Donbas.
Ketegangan mencapai puncaknya pada 24 Februari 2022.
Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi besar-besaran dengan alasan ingin melawan militer Ukraina, menuduh pemerintah Kyiv dikuasai kelompok "neo-Nazi," serta mengklaim melindungi warga keturunan Rusia di Donetsk dan Luhansk.
Rusia juga menolak rencana Ukraina bergabung dengan NATO, karena dianggap bisa mengancam keamanan negaranya.
Selain itu, Belarus yang dipimpin Alexander Lukashenko, sekutu dekat Putin, turut mendukung.
Rusia bahkan memakai wilayah Belarus sebagai jalur serangan ketika memulai invasi pada 24 Februari 2022.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.