Konflik China dan AS
Eskalasi di Laut China Selatan Kian Militeristik, ASEAN Dituntut Lebih dari Sekadar Penonton
Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump justru memperluas operasi sekutu di Asia Tenggara, khususnya Filipina.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom
Laut China Selatan mencakup lebih dari 3 juta km⊃2; dan menjadi jalur perdagangan utama dunia, menghubungkan Asia Timur dengan Eropa dan Timur Tengah.
Selain itu, kawasan ini diyakini kaya akan cadangan minyak, gas, dan hasil perikanan1.
Konflik muncul karena klaim tumpang tindih atas pulau-pulau dan wilayah laut, terutama antara Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.
Tiongkok mengklaim hampir seluruh wilayah melalui peta “nine-dash line” yang kontroversial.
Filipina bahkan membawa sengketa ini ke Pengadilan Arbitrase Internasional dan memenangkan putusan pada 2016, meski Tiongkok menolak hasilnya.
Ketegangan meningkat karena aktivitas militer, pembangunan pulau buatan, dan insiden antara kapal penjaga pantai.
Negara-negara seperti Amerika Serikat juga terlibat secara tidak langsung melalui operasi kebebasan navigasi dan dukungan terhadap sekutu regional.
ASEAN berupaya meredakan konflik melalui dialog dan penyusunan Code of Conduct (COC), namun belum mencapai kesepakatan final.
Konstelasi ini mencerminkan perebutan pengaruh, sumber daya, dan kontrol strategis di kawasan Indo-Pasifik yang semakin penting secara global.
Konflik China dan AS
China Kirim 2 Kapal Induk ke Pasifik Barat Tantang Kekuatan Laut AS, Jepang: Sudah di Perairan Kami |
---|
China Ambil Peran Kunci di WHO, Siap Gantikan AS sebagai Donatur Terbesar |
---|
'Jiu Tian' Drone Tempur Baru China Siap Unjuk Gigi di Misi Pertama, Bakal Tandingi Drone Andalan AS |
---|
Jenderal AS Ungkap Rencana Militer China untuk Mengalahkan AS dalam Perang Taiwan |
---|
Citra Satelit Tunjukkan China Bangun Pulau-Pulau Buatan di Laut China Selatan, AS Terseret Konflik |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.