Krisis Korea
Jaksa Korea Selatan Minta Mantan Ibu Negara Kim Keon Hee Ditahan
Tim jaksa khusus Korea Selatan minta mantan Ibu Negara Kim Keon Hee ditahan untuk membantu proses penyelidikan.
Pada Januari 2025, Sookmyung Women's University mencabut gelar master Kim Keon-hee karena terbukti melakukan plagiarisme dalam tesisnya.
Sementara untuk gelar doktoralnya, panel profesor independen mendukung tudingan plagiarisme, meskipun universitas sempat menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran akademik.
Sepanjang tahun 2025, penyelidikan terhadap Kim Keon-hee terus berlangsung.
Ia diduga terlibat dalam manipulasi harga saham Deutsche Motors dan menerima suap berupa hadiah mewah dari pihak luar, termasuk dari tokoh Gereja Unifikasi.
Meski ia membantah semua tuduhan, penyelidikan tetap berjalan, termasuk dugaan perusahaannya disokong oleh koneksi politik.
Yoon Suk Yeol
Yoon Suk‑yeol lahir pada 18 Desember 1960 di Seoul, tepatnya di kawasan Bomun‑dong, Distrik Seongbuk.
Ia dibesarkan dalam keluarga akademisi—ayahnya adalah profesor ekonomi di Yonsei University, dan ibunya dosen di Ewha Womans University sebelum berhenti untuk menikah.
Setelah menamatkan Chungam High School tahun 1979, Yoon melanjutkan studi hukum di Seoul National University, meraih gelar sarjana hukum (1983) dan magister hukum (1988) di universitas yang sama.
Pada 1980, ia sempat melakukan simulasi sidang terhadap presiden militer Chun Doo‑hwan—yang lalu membuatnya harus melarikan diri sementara ke Gangwon.
Setelah lulus dari institut pelatihan hukum, Yoon memulai kariernya sebagai jaksa pada tahun 1994, lalu naik pangkat melalui berbagai jabatan di kantor kejaksaan di Daegu, Seoul, dan lainnya.
Namanya melejit setelah memimpin penyelidikan kasus skandal korupsi besar, termasuk yang melibatkan mantan presiden Park Geun‑hye.
Pada 2019, ia diangkat menjadi Jaksa Agung Korea Selatan, sebelum mengundurkan diri pada Maret 2021 dan beralih ke politik.
Yoon menjadi calon dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) dan memenangkan pemilihan presiden pada 9 Maret 2022, lalu dilantik sebagai Presiden ke‑13 Korea Selatan pada 10 Mei 2022.
Pada 3 Desember 2024, Yoon memicu kontroversi politik saat mendeklarasikan darurat militer (martial law), yang dibatalkan beberapa jam kemudian, lapor The Guardian.
Pada 14 Desember 2024, Majelis Nasional menyetujui mosi pemakzulan dengan mayoritas 204 suara dari 300 anggota, sehingga kekuasaan Yoon ditangguhkan selama sidang pengadilan konstitusi berlangsung, lapor AP News.
Sidang Mahkamah Konstitusi digelar, dan pada 4 April 2025, sidang memutuskan secara bulat untuk menguatkan pemakzulan dan mencopot Yoon dari jabatannya, menjadikannya presiden dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah demokrasi Korea Selatan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.