Krisis Korea
Jaksa Korea Selatan Minta Mantan Ibu Negara Kim Keon Hee Ditahan
Tim jaksa khusus Korea Selatan minta mantan Ibu Negara Kim Keon Hee ditahan untuk membantu proses penyelidikan.
TRIBUNNEWS.COM - Tim jaksa khusus Korea Selatan yang dipimpin Jaksa Min Joong-ki meminta surat penangkapan terhadap mantan Ibu Negara, Kim Keon-hee, ke Pengadilan Distrik Pusat Seoul.
Permintaan ini diajukan pada hari ini, Kamis (7/8/2025), hanya sehari setelah Kim Keon-hee dipanggil untuk diperiksa oleh jaksa.
Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Korea Selatan jaksa berusaha menangkap seorang mantan ibu negara.
Jika penangkapan disetujui, maka Kim Keon-hee dan suaminya, mantan Presiden Yoon Suk Yeol, akan menjadi pasangan mantan presiden dan ibu negara pertama yang ditangkap secara bersamaan.
"Pukul 13.21 hari ini, kami meminta surat perintah penangkapan untuk Kim Keon-hee," kata perwakilan tim jaksa penuntut khusus dalam konferensi pers, Kamis (7/8/2025).
Mereka mendakwanya dengan tiga tuduhan yaitu manipulasi harga saham di Deutsche Motors (melanggar Undang-Undang Pasar Modal), campur tangan dalam pemungutan suara dan pencalonan untuk Myeongtae-gyun (melanggar Undang-Undang Dana Politik) dan meminta bantuan dari penasihat hukum, Geonjin Beopsa (melanggar Undang-Undang Khusus tentang Mediasi dan Penerimaan Kepentingan Publik).
Tim jaksa khusus untuk sementara tidak memasukkan tuduhan suap dalam kasus Kim Keon-hee.
Mereka ingin fokus dulu menangkap tersangka dengan bukti yang kuat, lalu melanjutkan penyelidikan untuk tuduhan lainnya.
Menurut jaksa, memanggil Kim Keon-hee lagi tanpa menahannya tidak akan efektif karena dia terus membantah semua tuduhan.
Jaksa juga khawatir Kim bisa menghilangkan barang bukti, sehingga penahanan dianggap penting.
Saat pemeriksaan kemarin, jaksa memeriksa apakah jawaban Kim Keon-hee cocok dengan keterangan dan bukti yang mereka dapat dari orang-orang di sekitarnya.
Baca juga: Dari Balik Jeruji, Mantan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Didakwa Lagi
Dari penyelidikan yang sudah lama dilakukan, jaksa menyimpulkan, tuduhan manipulasi saham Deutsche dan pemberian survei gratis cukup kuat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Namun, Kim Keon-hee membantah semua tuduhan dengan mengatakan, "Itu tidak benar" dan "Saya tidak tahu."
Selain itu, jaksa menduga Kim Keon-hee menerima hadiah-hadiah mewah dari seorang biksu bernama Jeon Seong-bae, yang berusia 64 tahun.
Kasus ini menjadi sangat penting karena dianggap sebagai campur tangan warga sipil dalam urusan negara, dan berhubungan langsung dengan tuduhan suap.
Meski Kim membantah telah bertemu Jeon setelah suaminya terpilih sebagai presiden, jaksa menemukan catatan mobil Jeon yang menunjukkan ia keluar masuk ke apartemen mewah "Acro Vista" sekitar pertengahan tahun 2022.
Waktu itu, mantan direktur dari Gereja Unifikasi (tempat Yoon terlibat sebelumnya), memberikan tas Chanel, kalung Graff senilai 60 juta won, dan bubuk ginseng mahal kepada Jeon untuk disampaikan kepada Kim Keon-hee.
Gereja Unifikasi adalah kelompok keagamaan asal Korea Selatan yang dikenal kontroversial, didirikan oleh Sun Myung Moon.
Dugaan suap tersebut diduga bertujuan untuk mempengaruhi Kim Keon-hee, istri Yoon Suk Yeol saat ia masih menjabat sebagai presiden.
Jaksa juga menemukan rekaman telepon di mana Kim Keon-hee menyebut ia meminum bubuk ginseng dan merasa lebih sehat, yang memperkuat dugaan hadiah itu benar-benar sampai ke tangannya.
Namun, Kim Keon-hee bersikukuh ia tidak pernah menerima tas Chanel, kalung, atau bubuk ginseng tersebut.
Ia berdalih hanya melakukan kunjungan sopan karena diminta oleh biksu Jeon, lapor Korea Daily.
Satu barang lain yang menjadi sorotan adalah kalung Van Cleef yang pernah dikenakan Kim Keon-hee saat menghadiri pertemuan NATO tahun 2022.
Kalung itu kini disebut palsu dan ditemukan di rumah saudaranya, Kim Jin-woo, di rumah ibu mereka.
Menurut Kim, itu memang kalung palsu yang dibelinya di Hong Kong pada tahun 2010 untuk ibunya, dan ia meminjamnya kembali saat membutuhkannya.
"Saya membeli kalung palsu di Hong Kong sekitar tahun 2010 dan memberikannya kepada ibu saya sebagai hadiah, tetapi saya meminjam kalung itu karena saya membutuhkannya. Setelah kontroversi ini muncul, saudara laki-laki saya mengambilnya," kata Kim Keon-hee saat diperiksa pada Rabu (6/8/2025).
Namun tim jaksa yakin itu adalah trik untuk menyembunyikan versi asli dari kalung mewah yang diterima sebagai suap.
Jika tim penuntut khusus berhasil menahan Kim Keon-hee, mereka berencana untuk mendakwanya terlebih dahulu atas tuduhan yang tercantum dalam surat perintah penangkapan dan melanjutkan penyelidikan tambahan selama sisa periode penyelidikan.
Kim Keon-hee
Kim Keon-hee adalah istri dari mantan presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan pada 4 April 2025.
Yoon Suk Yeol dilengserkan dari jabatannya karena tuduhan pelanggaran darurat militer yang ia umumkan pada Desember tahun lalu.
Kim Keon-hee lahir pada 2 September 1972 di Yangpyeong, Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan.
Ia tumbuh dalam keluarga kelas menengah dan sejak muda menunjukkan minat pada seni dan budaya.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, ia melanjutkan studi di bidang seni, meraih gelar sarjana dari Kyonggi University, lalu gelar master dan doktoral dari Kookmin University dan Sookmyung Women's University.
Pada 2012, Kim Keon-hee menikah dengan Yoon Suk Yeol, yang saat itu masih berprofesi sebagai jaksa.
Pernikahan mereka tidak terlalu disorot publik hingga Yoon terjun ke dunia politik nasional, lapor Al Jazeera.
Kim kemudian aktif sebagai pengusaha dan mendirikan perusahaan seni dan pameran bernama Kovana Contents, yang dikenal terlibat dalam proyek-proyek budaya berskala internasional.
Namun, perusahaan ini kemudian menjadi sorotan karena diduga menerima sponsor dari perusahaan-perusahaan besar yang dinilai mendapat keuntungan dari hubungan politiknya.
Kontroversi mulai mencuat pada tahun 2021, ketika Kim mengakui bahwa ia pernah mencantumkan informasi palsu di dalam CV saat melamar sebagai dosen. Sejak saat itu, riwayat akademiknya diperiksa lebih mendalam.
Pada Maret 2022, Yoon Suk Yeol terpilih sebagai Presiden Korea Selatan, dan Kim Keon-hee pun menjadi "ibu negara" tidak resmi.
Ia aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya, namun sering dikritik karena gaya hidup yang dianggap terlalu mewah dan kurang mencerminkan peran publik yang semestinya dijalani dengan rendah hati.
Di tahun yang sama, muncul tuduhan bahwa Kim dan Yoon ikut mengintervensi pemilihan kandidat parlemen.
Meskipun isu ini diajukan ke parlemen untuk diselidiki, Presiden Yoon disebut beberapa kali memveto investigasi tersebut.
Pada Mei 2024, jaksa memulai penyelidikan terhadap kasus hadiah tas Dior senilai 2.200 dolar AS yang diberikan oleh seorang pastor kepada Kim Keon-hee.
Aksinya tertangkap kamera dan menimbulkan kontroversi karena melanggar hukum anti-korupsi.
Namun pada Agustus 2024, Jaksa Agung menyatakan tidak akan melanjutkan penuntutan, dengan alasan, hadiah tas tersebut tidak terkait dengan tugas resmi presiden.
Pada Januari 2025, Sookmyung Women's University mencabut gelar master Kim Keon-hee karena terbukti melakukan plagiarisme dalam tesisnya.
Sementara untuk gelar doktoralnya, panel profesor independen mendukung tudingan plagiarisme, meskipun universitas sempat menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran akademik.
Sepanjang tahun 2025, penyelidikan terhadap Kim Keon-hee terus berlangsung.
Ia diduga terlibat dalam manipulasi harga saham Deutsche Motors dan menerima suap berupa hadiah mewah dari pihak luar, termasuk dari tokoh Gereja Unifikasi.
Meski ia membantah semua tuduhan, penyelidikan tetap berjalan, termasuk dugaan perusahaannya disokong oleh koneksi politik.
Yoon Suk Yeol
Yoon Suk‑yeol lahir pada 18 Desember 1960 di Seoul, tepatnya di kawasan Bomun‑dong, Distrik Seongbuk.
Ia dibesarkan dalam keluarga akademisi—ayahnya adalah profesor ekonomi di Yonsei University, dan ibunya dosen di Ewha Womans University sebelum berhenti untuk menikah.
Setelah menamatkan Chungam High School tahun 1979, Yoon melanjutkan studi hukum di Seoul National University, meraih gelar sarjana hukum (1983) dan magister hukum (1988) di universitas yang sama.
Pada 1980, ia sempat melakukan simulasi sidang terhadap presiden militer Chun Doo‑hwan—yang lalu membuatnya harus melarikan diri sementara ke Gangwon.
Setelah lulus dari institut pelatihan hukum, Yoon memulai kariernya sebagai jaksa pada tahun 1994, lalu naik pangkat melalui berbagai jabatan di kantor kejaksaan di Daegu, Seoul, dan lainnya.
Namanya melejit setelah memimpin penyelidikan kasus skandal korupsi besar, termasuk yang melibatkan mantan presiden Park Geun‑hye.
Pada 2019, ia diangkat menjadi Jaksa Agung Korea Selatan, sebelum mengundurkan diri pada Maret 2021 dan beralih ke politik.
Yoon menjadi calon dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) dan memenangkan pemilihan presiden pada 9 Maret 2022, lalu dilantik sebagai Presiden ke‑13 Korea Selatan pada 10 Mei 2022.
Pada 3 Desember 2024, Yoon memicu kontroversi politik saat mendeklarasikan darurat militer (martial law), yang dibatalkan beberapa jam kemudian, lapor The Guardian.
Pada 14 Desember 2024, Majelis Nasional menyetujui mosi pemakzulan dengan mayoritas 204 suara dari 300 anggota, sehingga kekuasaan Yoon ditangguhkan selama sidang pengadilan konstitusi berlangsung, lapor AP News.
Sidang Mahkamah Konstitusi digelar, dan pada 4 April 2025, sidang memutuskan secara bulat untuk menguatkan pemakzulan dan mencopot Yoon dari jabatannya, menjadikannya presiden dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah demokrasi Korea Selatan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.