Jepang Ingatkan Bahaya Perang Nuklir di Ukraina dan Timur Tengah
Jepang memperingatkan bahaya ancaman perang nuklir dalam konflik di Ukraina dan Timur Tengah, minta dunia melihat contoh kehancuran di Hiroshima.
TRIBUNNEWS.COM - Jepang memperingati 80 tahun setelah pemboman nuklir yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) di kota Hiroshima, saat Perang Dunia II.
Wali Kota Hiroshima, Kazumi Matsui, memperingatkan bahaya nuklir dalam acara tersebut yang digelar di taman peringatan perdamaian kota Hiroshima pada Rabu (6/8/2025).
Kepada perwakilan dari 120 negara, Kazumi Matsui memperingatkan, konflik di Ukraina dan Timur Tengah telah berkontribusi pada meningkatnya perang nuklir dan penggunaan senjata nuklir.
Menurutnya, konflik tersebut mengabaikan pelajaran dalam Perang Dunia II di mana bom nuklir dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945).
"Perkembangan ini jelas-jelas mengabaikan pelajaran yang seharusnya dipelajari komunitas internasional dari tragedi sejarah," ujar Kazumi Matsui pada Rabu pagi dalam deklarasi perdamaiannya, dengan latar belakang kubah bom atom.
Kubah tersebut adalah simbol ikonik karena merupakan salah satu dari sedikit bangunan yang selamat dari serangan bom atom yang dijatuhkan oleh AS di Hiroshima pada 6 Agustus 1945.
Dalam perang Rusia-Ukraina, ada ancaman penggunaan senjata nuklir dari pihak Rusia.
Sementara, di kawasan Timur Tengah, ketegangan antara negara-negara seperti Iran, Israel, dan kelompok bersenjata juga menimbulkan risiko senjata nuklir atau serangan besar.
"Kita pernah melihat sendiri betapa mengerikannya bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki. Jangan sampai dunia mengulangi kesalahan itu," katanya.
Ia menegaskan perang di Ukraina dan Timur Tengah mengancam perdamaian dunia.
"Mereka mengancam akan meruntuhkan kerangka kerja pembangunan perdamaian yang telah susah payah dibangun oleh banyak orang," tambahnya.
Baca juga: Hindari Kontroversi, Hiroshima Persilahkan Semua Negara Ikut Peringatan Bom Atom Termasuk Palestina
Ia lalu mendesak generasi muda untuk menyadari penerimaan opsi nuklir dapat menyebabkan konsekuensi yang sangat tidak manusiawi bagi masa depan mereka.
"Kita, rakyat, tidak boleh menyerah. Sebaliknya, kita harus bekerja lebih keras lagi untuk membangun konsensus masyarakat sipil bahwa senjata nuklir harus dihapuskan demi dunia yang benar-benar damai," katanya, lapor The Guardian.
Dalam upacara tersebut, burung merpati putih dilepaskan ke langit, diiringi gemuruh tepuk tangan dari hadirin.
Sementara, api perdamaian abadi menyala di depan tugu peringatan untuk mengenang para korban serangan nuklir di Hiroshima.
Selain itu, sejumlah besar hibakusha (para penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki) yang kini lanjut usia menyampaikan peringatan langsung kepada dunia tentang kengerian perang nuklir.
Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Jepang, hampir 100.000 orang yang selamat masih hidup, dengan usia rata-rata lebih dari 86 tahun.
Salah satu penyintas, Yoshie Yokoyama (96), mengenang keluarganya yang meninggal akibat bom tersebut, menegaskan penderitaan masih terasa hingga kini.
Pada peringatan 80 tahun pengeboman Hiroshima, Jepang menambahkan lebih dari 4.940 nama penyintas yang wafat dalam setahun terakhir ke dalam daftar korban, menjadikan total korban mencapai hampir 350.000 jiwa.
Dalam deklarasi perdamaian, Wali Kota Hiroshima, Kazumi Matsui, mengisahkan permintaan air dari seorang perempuan muda yang terluka setelah bom dijatuhkan, yang tetap membekas dalam ingatan penyintas selama puluhan tahun.
Bom uranium seberat 15 kiloton dijatuhkan AS pada 6 Agustus 1945, menewaskan sekitar 140.000 orang hingga akhir tahun itu, disusul bom kedua di Nagasaki yang menewaskan 74.000 jiwa.
Meski kontroversi soal pembenaran moral dan militer terus bergulir, banyak warga AS masih menganggapnya sebagai alasan menyerahnya Jepang pada 15 Agustus 1945.
Kelompok Nihon Hidankyo, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, memperingatkan dunia kini menghadapi ancaman nuklir yang lebih besar, karena AS dan Rusia menguasai 90 persen dari lebih 12.000 hulu ledak nuklir global.
Mereka menekankan pentingnya mendesak negara-negara pemilik senjata nuklir untuk berubah.
Upacara hening cipta digelar pukul 08.15, saat bom pertama meledak.
Sebelumnya, kritik ditujukan pada pemerintah Jepang yang menolak meratifikasi Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir 2021, meski menjadi satu-satunya negara yang pernah diserang bom nuklir.
Sementara itu, Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyatakan Jepang memiliki misi untuk memimpin pelucutan senjata nuklir, namun tak menyebutkan perjanjian itu secara langsung.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan senjata nuklir kini kembali dianggap alat pemaksaan, namun berharap dunia bisa belajar dari ketangguhan Hiroshima dan para hibakusha.
Pemboman Hiroshima dan Nagasaki
Pada akhir Perang Dunia II, Amerika Serikat menjatuhkan dua bom atom di Jepang, yang menjadi satu-satunya penggunaan senjata nuklir dalam peperangan hingga saat ini.
AS bergabung dengan Blok Sekutu (Allies) bersama Inggris, Uni Soviet, Tiongkok, Prancis, dan lainnya, sedangkan Jepang bergabung dengan Blok Poros (Axis Powers) yaitu bersama Jerman Nazi dan Italia Fasis.
Tujuan utama AS saat itu adalah memaksa Jepang menyerah tanpa syarat dan mengakhiri perang secepat mungkin.
Pada 6 Agustus 1945 sekitar pukul 08.15 pagi waktu setempat, pesawat pengebom B-29 AS bernama Enola Gay menjatuhkan bom atom bernama "Little Boy" di kota Hiroshima.
Bom ini meledak di udara dan menghancurkan hampir seluruh kota dengan suhu ledakan mencapai 4.000 derajat Celcius.
Sekitar 70.000–80.000 orang tewas seketika, dan angka korban meningkat menjadi 140.000 orang hingga akhir tahun 1945 karena luka bakar, radiasi, dan penyakit.
Tiga hari kemudian, bom atom kedua bernama "Fat Man" dijatuhkan di kota Nagasaki.
Kota ini sebenarnya bukan target utama, tapi karena cuaca buruk di kota Kokura, target dipindahkan.
Sekitar 40.000–75.000 orang tewas akibat ledakan dan dampak radiasi di Nagasaki, dikutip dari Britannica.
Setelah dua kota besar dihancurkan dan Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang pada 8 Agustus 1945, Kaisar Hirohito mengumumkan penyerahan Jepang secara resmi pada 15 Agustus 1945.
Pengumuman tersebut menandai berakhirnya Perang Dunia II, dikutip dari Britannica.
AS memilih untuk menggunakan opsi bom nuklir karena sejumlah alasan, di antaranya karena Jepang bersikeras tidak mau menyerah meski kondisi mereka sudah sangat lemah.
Dengan menjatuhkan bom nuklir, AS berharap Jepang langsung menyerah total.
Menurut US National Archives, AS berupaya untuk menghindari invasi darat yang mematikan dan mahal.
Sebelum memilih opsi nuklir, AS sedang merencanakan invasi darat ke Jepang lewat "Operasi Downfall".
Perkiraan korban dari pihak AS bisa mencapai sejuta tentara dan lebih banyak lagi dari pihak Jepang jika terjadi invasi darat.
Bom atom dianggap sebagai cara tercepat dan "paling efisien" untuk mengakhiri perang.
Tujuan lainnya untuk menunjukkan kekuatan dan kemampuan AS memproduksi nuklir kepada Uni Soviet yang menjadi saingan AS.
Penggunaan bom atom sekaligus menguji kekuatan bom tersebut secara langsung dalam Proyek Manhattan.
Kota Hiroshima dan Nagasaki dipilih karena dua kota itu belum hancur oleh serangan sebelumnya sehingga efeknya bisa diukur.
Di balik itu semua, para korban serangan AS di Hiroshima dan Nagasaki mengalami dampak jangka panjang.
Banyak korban selamat—dikenal sebagai hibakusha—mengalami penyakit akibat radiasi.
Leukemia, kanker tiroid, dan gangguan genetik menyerang dalam jangka waktu bertahun-tahun.
Anak-anak yang lahir dari ibu yang terpapar bom juga menderita cacat lahir dan pertumbuhan terganggu.
Korban tak hanya terluka secara fisik, tapi juga mental. Banyak yang mengalami trauma berat, kehilangan seluruh keluarga, dan merasa terasing karena diskriminasi masyarakat.
Bom atom tersebut juga merusak lingkungan karena tanah, air, dan udara menjadi terkontaminasi oleh radiasi.
Beberapa daerah menjadi tidak bisa dihuni selama bertahun-tahun, menyebabkan krisis pengungsian dan kerawanan pangan.
Meski bom atom memaksa Jepang menyerah dan Perang Dunia II berakhir, dunia menyadari bahwa senjata nuklir bukanlah kemenangan, melainkan peringatan.
Kota Hiroshima dan Nagasaki kini menjadi simbol perdamaian dunia, dengan museum dan taman peringatan yang mengajak umat manusia untuk tidak mengulang kesalahan sejarah yang sama, dikutip dari laman PBB.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.