Selasa, 7 Oktober 2025

Donald Trump Pimpin Amerika Serikat

Profil Jerome Powell, Bos Bank Sentral Amerika yang Terancam Dipecat Donald Trump

Inilah profil Jerome Powell, ketua bank sentral AS The Fed yang menerima ancaman pemecatan karena ogah menurunkan suku bunga.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
Akun resmi X @Federal Reserve
TRUMP VS POWELL - Jerome Powell saat menjawab pertanyaan wartawan pada konferensi pers FOMC pada 18 Juni 2025. Inilah profil Jerome Powell, ketua bank sentral AS The Fed yang menerima ancaman pemecatan karena ogah menurunkan suku bunga. 

TRIBUNNEWS.COM – Anggota DPR AS dari Partai Republik, Anna Paulina Luna, secara resmi melaporkan Ketua Bank Sentral Federal Reserve (Fed), Jerome Powell, ke Departemen Kehakiman, Senin (21/7/2025).

Menurut surat yang pertama kali diperoleh Fox News dan ditinjau oleh Newsweek, Luna—sekutu setia Presiden AS Donald Trump—menuduh Powell telah memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah.

Luna mendesak Departemen Kehakiman untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap Powell.

Langkah ini diambil di tengah tekanan berkelanjutan dari para sekutu konservatif Presiden Trump, yang terus menyerukan pemecatan Powell sebelum masa jabatannya berakhir pada Mei 2026.

Trump dilaporkan berseteru dengan Powell karena perbedaan pandangan soal kebijakan suku bunga.

Siapa Jerome Powell?

TRUMP VS POWELL - Jerome Powell saat menjawab pertanyaan wartawan pada konferensi pers FOMC pada 18 Juni 2025. Inilah profil Jerome Powell, ketua bank sentral AS The Fed yang menerima ancaman pemecatan karena ogah menurunkan suku bunga.
TRUMP VS POWELL - Jerome Powell saat menjawab pertanyaan wartawan pada konferensi pers FOMC pada 18 Juni 2025. Inilah profil Jerome Powell, ketua bank sentral AS The Fed yang menerima ancaman pemecatan karena ogah menurunkan suku bunga. (Akun resmi X @Federal Reserve)

Mengutip Business Insider, Jerome Powell (72 tahun) telah menjadi anggota Dewan Gubernur The Fed sejak 2012, ketika Presiden Barack Obama mencalonkannya untuk mengisi sisa masa jabatan.

Ia kemudian diangkat kembali pada 2014 untuk menjalani masa jabatan penuh selama 14 tahun yang berakhir pada 2028.

Powell pertama kali dinominasikan sebagai Ketua The Fed untuk masa jabatan empat tahun oleh Trump pada 2018, lalu ditunjuk kembali oleh Presiden Joe Biden pada 2022 untuk masa jabatan keduanya.

Powell menyebutkan pada 2023 bahwa gajinya sebagai Ketua The Fed mencapai sekitar $190.000 (Rp 3 miliar) per tahun.

Sebelum bergabung dengan The Fed, Powell pernah menjadi peneliti tamu di Bipartisan Policy Center di Washington, D.C., sebuah lembaga riset yang mempromosikan kerja sama lintas partai.

Ia juga menghabiskan delapan tahun di The Carlyle Group, perusahaan ekuitas swasta dengan aset kelolaan lebih dari $200 miliar.

Baca juga: Donald Trump Ancam Pecat Jerome Powell Gegara Ogah Pangkas Suku Bunga The Fed

Pria kelahiran Washington, D.C. ini pernah menjabat sebagai Asisten Menteri dan Wakil Menteri Keuangan di bawah Presiden George H. W. Bush, serta pernah bekerja sebagai pengacara di New York City.

Powell, yang menikah dan memiliki tiga anak, meraih gelar sarjana ilmu politik dari Universitas Princeton dan gelar sarjana hukum dari Universitas Georgetown.

Pertikaian Powell dan Donald Trump

Selama masa jabatan Trump, Powell harus menghadapi kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global serta tekanan politik dari presiden agar memangkas suku bunga.

Rencana tarif terbaru Trump turut memperbesar ketidakpastian ekonomi dan meningkatkan kekhawatiran publik akan potensi resesi.

Dalam pidatonya tanggal 17 April 2025 di Economic Club of Chicago, Powell menyatakan bahwa kebijakan tarif di bawah pemerintahan Trump dapat menciptakan tantangan bagi perekonomian, serta berpotensi meningkatkan inflasi, setidaknya dalam jangka pendek.

Ia juga memperingatkan bahwa apabila tarif menyebabkan kenaikan harga konsumen dan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, maka hal itu dapat membahayakan mandat ganda The Fed: menjaga pengangguran tetap rendah dan harga tetap stabil.

"Tanpa stabilitas harga, kita tidak bisa mewujudkan kondisi pasar tenaga kerja yang kuat dalam jangka panjang, yang menguntungkan seluruh rakyat Amerika," ujar Powell dalam pidatonya.

Pernyataan tersebut mengguncang kepercayaan investor dan memperdalam aksi jual saham yang sedang berlangsung.

Ancaman Pemecatan

Sehari setelah pidato itu, Trump melontarkan kritik kepada Powell melalui Truth Social, dan menyatakan kepada wartawan di Ruang Oval bahwa ia memiliki wewenang untuk memecat Powell sebelum masa jabatannya berakhir.

"Kalau saya ingin dia keluar, dia akan langsung keluar. Percayalah," kata Trump.

Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, mengatakan kepada wartawan keesokan harinya bahwa Presiden dan timnya masih mempertimbangkan kemungkinan pemecatan Powell.

Menurut laporan The Wall Street Journal, Trump selama berbulan-bulan telah membahas pemecatan Powell secara pribadi.

Ia bahkan disebut-sebut mempertimbangkan Kevin Warsh sebagai penggantinya.

Namun, Powell menyatakan pada November setelah Trump kembali terpilih bahwa pemecatan Ketua The Fed melanggar hukum.

Baca juga: Jerome Powell Tegaskan Tidak Akan Mundur Dari Kursi Kepemimpinan The Fed Meski Didesak Trump

Ia juga menegaskan tidak akan mengundurkan diri jika diminta oleh Trump.

Undang-undang menyatakan bahwa seorang presiden hanya dapat memecat pejabat The Fed jika terdapat alasan yang sah, dan perbedaan kebijakan tidak termasuk dalam alasan tersebut.

Meskipun bank sentral seharusnya beroperasi secara independen dari Gedung Putih, Trump tampak berupaya memperluas pengaruh kekuasaan eksekutifnya terhadap lembaga-lembaga independen.

Apa itu Suku Bunga?

Suku bunga dapat dipahami dari dua sisi: dari sudut pandang peminjam dan dari sisi pemberi pinjaman.

Mengutip bankofengland.co.uk, jika Anda meminjam uang, suku bunga (atau suku bunga pinjaman) adalah jumlah biaya yang dikenakan kepada Anda, ditampilkan sebagai persentase dari total jumlah pinjaman. Semakin tinggi suku bunga, semakin besar jumlah yang harus Anda bayarkan.

Sebaliknya, jika Anda seorang penabung, suku bunga (atau suku bunga tabungan) menunjukkan berapa banyak uang yang akan Anda terima dari bank, sebagai persentase dari total tabungan Anda. Semakin tinggi suku bunga tabungan, semakin besar imbal hasil yang Anda peroleh.

Perubahan kecil pada suku bunga dapat berdampak besar, sehingga penting untuk memperhatikan apakah suku bunga sedang naik, turun, atau tetap.

Jika suku bunga naik, maka biaya pinjaman juga meningkat.

Bagaimana Suku Bunga yang Lebih Tinggi Menurunkan Inflasi?

Suku bunga memengaruhi tingkat belanja masyarakat, dan hal ini berdampak pada cara toko dan pelaku usaha menetapkan harga.

Suku bunga yang lebih tinggi berarti pembayaran bulanan untuk pinjaman (misalnya cicilan) akan menjadi lebih besar. 

Akibatnya, orang harus mengalokasikan lebih banyak pengeluaran untuk kewajiban tersebut dan mengurangi belanja untuk keperluan lain.

Bagi penabung, suku bunga yang lebih tinggi berarti mereka akan menerima bunga yang lebih besar atas simpanannya.

Sementara bagi calon peminjam, suku bunga tinggi membuat pinjaman terasa lebih mahal.

Kondisi ini cenderung membuat konsumen dan pelaku usaha menahan pengeluaran.

Ketika masyarakat mengurangi belanja, bisnis akan cenderung tidak menaikkan harga atau bahkan terpaksa menurunkannya agar tetap kompetitif.

Akibatnya, kenaikan harga melambat dan inflasi pun menurun.

Siapa yang Menetapkan Suku Bunga?

Di Indonesia, suku bunga ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral.

Di Amerika Serikat, penetapan suku bunga menjadi kewenangan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), yang merupakan bagian dari The Fed.

Mengapa Trump Ingin The Fed Menurunkan Suku Bunga?

Mengutip The New York Times, The Fed, seperti halnya bank sentral di negara-negara maju lainnya, seharusnya independen dari pengaruh politik, agar dapat membuat keputusan berdasarkan kondisi ekonomi, bukan tekanan politis.

Hal inilah yang dilakukan Jerome Powell selama pemerintahan Presiden Joe Biden, terutama saat inflasi melonjak tajam.

The Fed menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam beberapa dekade guna meredam inflasi, meskipun saat itu banyak ekonom memprediksi (yang kemudian terbukti keliru) bahwa langkah tersebut akan memicu resesi.

Dalam beberapa minggu terakhir, Donald Trump mengkritik kebijakan suku bunga tinggi.

Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut membebani pembayar pajak dengan biaya bunga triliunan dolar.

Sebab, bank sentral secara tidak langsung memengaruhi besarnya bunga yang harus dibayarkan pemerintah atas utangnya, yang kini hampir mencapai $30 triliun.

Suku bunga dana federal saat ini berada di 4,25 persen-4,50 persen.

Namun Donald Trump mengatakan suku bunga harus turun menjadi hanya 1 persen.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved