Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Terungkap Peta Rencana Israel Caplok 40 Persen Wilayah Gaza, Ubah Rafah Jadi Kamp Guantanamo

Langkah Israel ini sebagai upaya terang-terangan mengecilkan Jalur Gaza dan mengubahnya menjadi sesuatu yang menyerupai Teluk Guantanamo

khaberni/tangkap layar
DUDUKI GAZA - Peta rencana penarikan mundur pasukan Israel dari Gaza yang disodorkan dalam negosiasi gencatan senjata secara tidak langsung dengan perwakilan Hamas di Doha, Qatar. Peta menunjukkan, Israel berniat menduduki 40 persen wilayah Gaza mulai dari Beit Laiha di Gaza Utara hingga Rafah di Gaza Selatan. 

Terungkap Rencana Israel Caplok 40 Persen Wilayah Gaza, Ubah Rafah Jadi Kamp Guantanamo

TRIBUNNEWS.COM - Israel benar-benar ingin mencaplok Gaza.

Rencana itu tersaji pada peta rencana penarikan mundur pasukan Israel dari Gaza dalam negosiasi tidak langsung gencatan senjata dengan kelompok Hamas di ibu kota Qatar, Doha, Khaberni melaporkan Selasa (15/7/2025). 

Tak tanggung-tanggung, Israel berniat menduduki sepertiga wilayah Jalur Gaza atau 40 persen wilayah kantung Palestina tersebut.

Baca juga: Al Qassam Serang Markas Komando IDF di Khan Younis, Israel Kaget Taktik Baru Perang Hamas

Israel ingin menduduki Jabalia dan Beit Lahia di Gaza utara dan meluas ke kota Rafah di Gaza selatan.

"Dalam perkembangan berbahaya yang menggambar ulang geografi Jalur Gaza dengan kedok gencatan senjata, peta penarikan Israel yang disajikan selama negosiasi tidak langsung di ibu kota Qatar, Doha, mengungkapkan rencana luas untuk merebut kendali atas sepertiga wilayah Jalur Gaza, dimulai dari Jabalia dan Beit Lahia di utara dan meluas ke kota Rafah di selatan," tulis laporan Khaberni, Selasa (15/7/2025).

Peta Israel ini menunjukkan seluruh kota Rafah berada di bawah pendudukan militer Israel (IDF).

"Ini adalah sebuah tindakan yang membuka jalan untuk menjadikannya daerah konsentrasi bagi para pengungsi, yang kemudian akan dipaksa melarikan diri ke Mesir atau menyeberangi laut," menurut Al Jazeera.

Laporan tersebut menjelaskan kalau peta Israel tersebut mencakup wilayah yang luas, mencapai kedalaman 3 kilometer di beberapa area di sepanjang perbatasan Jalur Gaza, dan mencakup sebagian besar kota Beit Lahia, desa Umm al-Nasr, sebagian besar Beit Hanoun, dan seluruh kota Khuza'a.

Itu juga mendekati Jalan Al-Sikka di lingkungan Shuja'iyya, Al-Tuffah, dan Al-Zeitoun, dan meluas ke Jalan Salah Al-Din di Deir Al-Balah dan Al-Qarara.

"Menurut perkiraan, peta penempatan kembali pasukan Israel akan mengikis sekitar 40 persen wilayah Jalur Gaza, mencegah sekitar 700.000 warga Palestina kembali ke rumah mereka, dengan tujuan memusatkan mereka di pusat-pusat pengungsian di Rafah," tulis laporan.

DUDUKI GAZA - Peta rencana penarikan mundur pasukan Israel dari Gaza
DUDUKI GAZA - Peta rencana penarikan mundur pasukan Israel dari Gaza yang disodorkan dalam negosiasi gencatan senjata secara tidak langsung dengan perwakilan Hamas di Doha, Qatar. Peta menunjukkan, Israel berniat menduduki 40 persen wilayah Gaza mulai dari Beit Laiha di Gaza Utara hingga Rafah di Gaza Selatan.

Mau Buat Gaza Mirip Kamp Penahanan Teluk Guantanamo

Peta-peta kontroversial Israel ini telah memicu kemarahan luas di platform media sosial di kalangan pengguna Twitter.

"Kemarahan ini meledak di tengah peringatan akan bahayanya dan niat terencana yang Israel bawa untuk menggambar batas-batas baru bagi pendudukan dan memaksakan pemindahan massal jangka panjang warga Palestina," ulas Khaberni.

Para pengguna Twitter menggambarkan langkah Israel tersebut sebagai upaya terang-terangan untuk mengecilkan Jalur Gaza dan mengubahnya menjadi sesuatu yang menyerupai "Teluk Guantanamo", merujuk pada penjara Amerika Serikat (AS) yang terkenal kejam di pangkalan militer di Kuba timur. 

Hal ini mencerminkan luasnya pembatasan dan isolasi yang ingin diberlakukan Israel terhadap penduduk Jalur Gaza.

"Sementara yang lain menyatakan bahwa peta ini mengungkap niat tersembunyi pendudukan Israel di luar gencatan senjata 60 hari, dan merupakan upaya terang-terangan untuk menggambar ulang batas-batas pendudukan dan mengosongkan wilayah yang luas dari penduduknya," kata ulasan itu.

Rencana untuk Mengumpulkan dan Menggusur Penduduk Gaza

Para pengguna Twitter menganggap apa yang beredar di media sebagai "peta pendudukan baru", bukan rencana penarikan pasukan.

Mereka berpendapat bahwa peta tersebut menunjukkan niat untuk mengubah Gaza menjadi kamp konsentrasi tempat warga Palestina hidup dari bantuan, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan produksi pertanian maupun industri.

Sementara yang lain menyatakan bahwa peta ini memperkuat gagasan untuk mengubah Rafah menjadi zona penyangga yang dikuasai oleh geng dan milisi, mirip dengan eksperimen "Pasukan Lahad" yang didirikan oleh pendudukan Israel di Lebanon selatan.

"Beberapa pengguna twit memandang skenario pemusatan penduduk di wilayah Mawasi dan wilayah pesisir yang berbatasan dengan laut, dari Jalur Gaza utara hingga perbatasan Mesir, sebagai langkah sistematis untuk menjadikan pengungsian di luar Gaza sebagai "kesempatan terakhir" bagi penduduk Gaza," kata ulasan itu.

Sementara yang lain menyatakan bahwa peta tersebut menegaskan ambisi lama Israel terkait lokasi strategis Jalur Gaza, dan gagasan mengeksploitasi tanahnya untuk proyek regional dan transnasional.

Proyek Pengungsian Permanen dan Penjara Besar Rafah

Adapun pengguna lain X percaya bahwa apa yang gagal dicapai Israel dalam pertempuran lebih dari 21 bulan, berhasil dicapai melalui sejumlah geng, milisi, dan klan.

Mereka percaya bahwa skenario yang diinginkan untuk Rafah didasarkan pada perluasan wilayah yang dikuasai Yasser Abu Shabab, dari wilayah "Shawka" ke seluruh kota Rafah, sebuah skenario yang telah dicoba sebelumnya di kota Hebron pada akhir 1970-an dan gagal total.

Beberapa pihak menyatakan bahwa peta penarikan yang disajikan oleh pendudukan Israel menyembunyikan peta pendudukan baru, yang tidak lebih dari sekadar upaya untuk melegitimasi kendali dan mengkonsolidasi pengungsian massal dengan mengubah Rafah menjadi area berkumpul bagi para pengungsi, sebagai persiapan untuk pengungsian mereka ke Sinai atau laut.

Mereka menunjukkan bahwa perjanjian gencatan senjata Mesir-Israel yang ditandatangani pada tahun 1949 (Perjanjian Rhodes) sebelumnya telah memotong sekitar 200 kilometer persegi dari wilayah historis Gaza, sehingga total luas Jalur Gaza menjadi 360 kilometer persegi.

Mereka menegaskan bahwa pendudukan saat ini berusaha untuk memotong 40?ri wilayah yang tersisa dengan dalih "membangun zona aman."

Salah satu dari mereka menulis, "Ini bukan penyelesaian, melainkan penggambaran ulang peta pendudukan, konsolidasi realitas pengungsian, dan upaya jahat untuk mengeksploitasi negosiasi guna melestarikan hasil genosida dan agresi."

Para pengguna Twitter meyakini peta ini menimbulkan ancaman yang sangat berbahaya, membuka pintu bagi kelaparan lebih lanjut dan pengungsian massal, serta memaksakan realitas demografi dan politik baru dengan mengorbankan rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Sementara yang lain menyatakan bahwa Israel berupaya memaksakan realitas baru melalui evakuasi yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk melaksanakan proyek "Penjara Rafah Raya" di perbatasan Mesir, yang berarti hilangnya seperempat wilayah Jalur Gaza.

 

(oln/khbrn/*)

 
 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved