Senin, 6 Oktober 2025

Konflik India dan Pakistan

Drone Pakistan Gempur Khyber Pakhtunkhwa, Warga Sipil Pashtun Jadi Korban

serangan itu sebagai tindakan sewenang-wenang dan bentuk pembunuhan ekstrajudisial, yang dilakukan tanpa melalui proses hukum.

Editor: Wahyu Aji
Wikipedia/Michał Derela
Dalam demonstrasi dramatis kehebatan perang elektroniknya, Pakistan dilaporkan telah menggunakan tindakan penanggulangan elektronik “soft-kill” untuk menjatuhkan pesawat nirawak amunisi WARMATE milik Angkatan Darat India tanpa melepaskan satu tembakan pun. Drone yang disita, sebuah amunisi taktis berkeliaran buatan Polandia yang dirancang untuk serangan presisi, ditemukan dalam keadaan utuh di sekitar Bandara Lahore , memberikan Pakistan kesempatan langka untuk mempelajari sistem operasional musuh dalam kondisi murni. 

Sebagai provinsi yang kaya sumber daya, khususnya di wilayah kesukuan, Khyber Pakhtunkhwa kini berada di bawah pengawasan militer yang sangat ketat, termasuk dalam urusan pemerintahan lokal.

Motif

Pemerintah di Islamabad diyakini mengadopsi strategi agresif di Khyber Pakhtunkhwa untuk menekan kemungkinan konsolidasi kekuatan Pashtun, mengintimidasi pemerintahan Taliban, serta membuka jalan bagi eksploitasi mineral-mineral penting.

Dalam insiden terbaru, Angkatan Darat Pakistan menyerang sebuah rumah di Dera Ismail Khan dengan tuduhan sebagai tempat persembunyian militan. Serangan tersebut menyebabkan beberapa warga sipil terluka parah, termasuk sepuluh anak-anak.

Serangan ini bertepatan dengan protes massal di wilayah Janikhel, menentang aksi sewenang-wenang penggunaan pesawat nirawak terhadap komunitas Pashtun. Dalam serangan awal bulan Mei, sebanyak 15 warga sipil—terdiri dari tujuh wanita dan delapan anak-anak—dilaporkan terluka, memicu aksi protes besar di luar pangkalan militer.

Ini merupakan serangan ketiga dalam seminggu, yang diklaim menargetkan "gerakan mencurigakan", tetapi korban selalu jatuh di kalangan warga sipil.
Pemerintah pusat dan provinsi sama-sama bungkam, tidak memberikan tanggapan atas penderitaan yang dialami masyarakat Pashtun.

Setelah insiden pembajakan Jaffar Express pada Maret lalu, militer Pakistan juga mengumumkan pendekatan keamanan yang lebih keras, dengan tujuan menjadikan Pakistan sebagai “negara keras”. Ini mengindikasikan peningkatan operasi militer di wilayah perbatasan seperti Balochistan dan Khyber Pakhtunkhwa.

Operasi ini secara nyata memengaruhi kehidupan masyarakat sipil di wilayah tersebut. Jumlah korban sipil dan insiden penghilangan paksa pun meningkat. Beberapa sumber menyebut bahwa militer Pakistan secara terbuka menghukum komunitas Baloch dan Pashtun atas sikap diam mereka selama konflik dengan India, serta karena tidak mendukung Jenderal Syed Asim Munir yang dikenal dengan kebijakan garis kerasnya.

Pada 12 Mei 2025, di desa Malu Khel, Shewa, Waziristan Utara, seorang anak dari keluarga polisi menjadi korban dalam serangan drone. Gerakan Pashtun Tahaffuz (PTM) mengecam keras tindakan ilegal dan tidak bermoral ini, dan memperingatkan aparat keamanan untuk segera menghentikan kekerasan terhadap warga sipil.

Sebelumnya, pada 29 Maret 2025, tiga serangan drone juga menghantam sebuah tenda darurat di distrik Mardan, menewaskan banyak warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Protes besar pun terjadi, termasuk pemblokiran Jalan Raya Swat—jalur utama ke Lembah Swat—sebagai bentuk kecaman atas pembantaian sipil.

Meski dikecam luas, militer Pakistan tetap melanjutkan serangannya terhadap warga Pashtun di Khyber Pakhtunkhwa.

Di saat negara-negara besar membahas perlindungan anak dan HAM, serta mengecam penggunaan drone di wilayah konflik, pemerintah Pakistan justru secara brutal menargetkan rumah-rumah warganya sendiri—khususnya etnis Baloch, Pashtun, serta warga Jammu dan Kashmir serta Gilgit-Baltistan.

Semangat Kolektif Pashtun

Rumah-rumah warga Pashtun kini menjadi medan perang, dan serangan udara ini secara sistematis membantai generasi mereka dalam diam. Serangan terhadap anak-anak dan keluarga tak bersenjata telah menjadi taktik militer yang umum dilakukan, dengan dalih memerangi terorisme.

Akibatnya, warga Pashtun semakin terasing dari negara, dan gerakan-gerakan non-kekerasan seperti PTM terus berjuang untuk melindungi kehidupan yang tak berdosa.

Meski ketegangan dengan India mulai mereda, kekerasan militer justru meningkat di Khyber Pakhtunkhwa. Serangan drone baru-baru ini jelas mengindikasikan bahwa kampanye militer internal sedang berjalan.

Dalam situasi ini, komunitas Pashtun menyerukan solidaritas luas, baik melalui partisipasi dalam aksi protes di Janikhel dan Bannu, maupun melalui kampanye di media sosial untuk membela hak-hak warga tertindas.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved