Jumat, 3 Oktober 2025

Gempa di Myanmar

Gempa 7,7 SR Guncang Myanmar: Ribuan Tewas, Bantuan Terhalang Senjata dan Jam Malam

Gempa yang mengguncang Myanmar tercatat telah menewaskan sedikitnya 3.564 orang, bantuan kemanusiaan terhambat oleh situasi keamanan.

Tangkapan layar YouTube The Times and The Sunday
GEMPA GUNCANG THAILAND - Tangkapan layar YouTube The Times and The Sunday Times pada Jumat (28/3/2025) yang menunjukkan sebuah gedung tinggi yang sedang dibangun runtuh akibat gempa Myanmar pada Jumat (28/3/2025). Serangan bersenjata dan pemberlakuan jam malam oleh militer menghambat upaya penanganan krisis kemanusiaan. 

Menurut media pemerintah, militer Myanmar kini hanya benar-benar menguasai 21 persen wilayah negara itu.

Akibatnya, daerah-daerah yang dikuasai kelompok perlawanan tidak mendapat bantuan apa pun, sementara daerah pro-junta jadi prioritas distribusi.

Banyak organisasi kemanusiaan kini menggunakan jalur diam-diam dan bantuan tunai lewat Thailand untuk mengakali pembatasan.

Meski cara ini membantu, prosesnya lambat dan berisiko tinggi.

Tom Fletcher, kepala kemanusiaan PBB, mengatakan bahwa warga sangat membutuhkan makanan, air bersih, listrik, dan tempat tinggal.

Banyak daerah terisolasi dan tak bisa dijangkau karena militer membatasi akses.

Bahkan, beberapa warga diminta menyerahkan daftar nama relawan dan barang bantuan hanya untuk mendapatkan izin distribusi.

Truk bantuan banyak yang terjebak di pos militer, berdasarkan laporan dari lembaga lokal di Sagaing.

Di sisi lain, pemimpin junta Min Aung Hlaing justru sempat menyerukan bantuan internasional.

"Saya meminta negara mana pun, organisasi mana pun, atau siapa pun di Myanmar untuk datang dan membantu," katanya.

Namun, pernyataan tersebut dianggap tidak tulus.

Baca juga: Hujan dan Angin Kencang Hambat Penanganan Gempa Myanmar, Perparah Krisis Kemanusiaan

Pasalnya, sehari setelah menolak proposal gencatan senjata dari kelompok perlawanan, junta malah mengumumkan gencatan senjata sepihak selama 20 hari, tetapi tetap menyatakan akan merespons jika ada serangan.

James Rodehaver dari Kantor HAM PBB menyebut tindakan junta sebagai bentuk penghukuman terhadap warga yang tidak mendukung mereka secara politik.

Sebanyak 265 organisasi masyarakat sipil telah mendesak agar komunitas internasional menyalurkan bantuan langsung ke wilayah terdampak, tanpa melalui pemerintah militer yang terbukti menghalangi distribusi dan menyasar para relawan.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved