Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Kemajuan Besar Rusia di Kursk, Kembali Rebut 12 Desa dari Pasukan Ukraina Selama Operasi Ofensif

Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim telah merebut kembali 12 desa dari pasukan Ukraina di wilayah Kursk barat daya.

Penulis: Nuryanti
Editor: Sri Juliati
Tangkapan layar dari YouTube DW News
RUSIA REBUT WILAYAH - Tangkapan layar dari YouTube DW News pada Rabu (12/3/2025) memperlihatkan wilayah yang kembali direbut Rusia dari pasukan Ukraina. Rusia mengklaim telah merebut kembali 12 desa dari pasukan Ukraina di wilayah Kursk barat daya. 

TRIBUNNEWS.COM - Rusia telah merebut kembali lebih dari 100 kilometer persegi (38,6 mil persegi) wilayah dan 12 desa dari pasukan Ukraina di wilayah Kursk barat daya selama 24 jam terakhir.

Klaim tersebut disampaikan militer Rusia pada Selasa (11/3/2025).

Permukiman yang direbut kembali yaitu Agronom, Bogdanovka, Bondarevka, Dmitryukov, Zazulevka, Ivashkovskiy, Kolmakov, Kubatkin, Martynovka, Mikhaylovka, Pravda, dan Yuzhny.

Semua wilayah itu terletak di utara atau timur Kota Sudzha yang dikuasai Ukraina.

“Kelompok Pasukan Utara telah membebaskan 12 pemukiman selama operasi ofensif dan lebih dari 100 kilometer persegi wilayah Kursk,” kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam pengarahan harian, dikutip dari The Moscow Times.

Kemajuan signifikan Rusia bulan lalu, yang menurut para analis menempatkan pasukan Ukraina pada risiko pengepungan, tampaknya telah memanfaatkan penangguhan bantuan militer oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, ke Ukraina.

Ukraina merebut 1.376 kilometer persegi tanah ketika pasukannya pertama kali menyerbu wilayah Kursk pada bulan Agustus 2024.

Mereka berharap wilayah yang diduduki itu akan memberikan pengaruh dalam negosiasi perdamaian di masa depan dengan Rusia

Luas wilayah Kursk yang berada di bawah kendali Ukraina telah menyusut menjadi kurang dari 290 kilometer persegi (110 mil persegi) pada Selasa, menurut pelacak medan perang DeepState, yang memiliki hubungan dengan militer Ukraina.

Pasukan Khusus Rusia Merangkak dalam Pipa

Laporan akhir pekan lalu mengklaim, 800 pasukan khusus Rusia telah merangkak sejauh 15 kilometer melalui bagian pipa yang tidak terpakai, yang pernah membawa gas Rusia ke Eropa melalui Ukraina, untuk melakukan serangan diam-diam terhadap pasukan Ukraina di Sudzha.

Militer Ukraina mengatakan pihaknya berhasil menangkis serangan Rusia melalui pipa gas di pinggiran Sudzha pada Sabtu (8/3/2025).

Baca juga: Trump Kirim Utusannya ke Rusia, Rayu Putin Agar Sepakati Gencatan Senjata 30 Hari Dengan Ukraina

Sementara, Jenderal Ukraina Oleksandr Syrskyi mengatakan pada Senin (10/3/2025), serangan balik Rusia tidak menempatkan pasukan Ukraina pada risiko pengepungan, meskipun ia mengindikasikan pasukan Ukraina telah mundur ke "posisi yang menguntungkan untuk pertahanan."

Namun, kantor berita milik pemerintah RIA Novosti, mengutip brigade penyerang Rusia, melaporkan pada hari Selasa bahwa pasukan Rusia “membebaskan” kawasan industri di Sudzha dan terlibat dalam pertempuran di kawasan permukiman.

Pada Senin, stasiun penyiaran RTVI, mengutip seorang komandan unit, melaporkan bahwa serangan mendadak melalui jaringan pipa telah “membingungkan” pasukan Ukraina dan membantu Rusia merebut kembali beberapa desa di wilayah Kursk.

Tawaran Gencatan Senjata 30 Hari

Amerika Serikat (AS) mengusulkan gencatan senjata selama 30 hari antara Rusia dengan Ukraina.

Ukraina mengatakan siap menerima gencatan senjata langsung selama 30 hari dengan Rusia yang diusulkan oleh AS, setelah satu hari perundingan AS-Ukraina di Arab Saudi.

Presiden Ukraina Volodomyr Zelensky mengatakan kini giliran AS untuk meyakinkan Rusia agar menyetujui proposal "positif" tersebut.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan ia akan menyampaikan tawaran tersebut kepada Rusia dan bahwa "bola ada di tangan mereka".

Pembicaraan hari Selasa di Jeddah adalah pertemuan resmi pertama antara kedua negara sejak bentrokan luar biasa antara Zelensky dan Presiden AS Donald Trump di Ruang Oval Gedung Putih pada 28 Februari 2025.

Dalam pernyataan bersama, AS juga mengatakan akan segera memulai kembali pembagian intelijen dan bantuan keamanan ke Ukraina, yang telah ditangguhkan Washington setelah pertikaian publik yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gedung Putih.

"Kedua delegasi sepakat untuk menunjuk tim negosiasi mereka dan segera memulai negosiasi menuju perdamaian abadi yang menjamin keamanan jangka panjang Ukraina," kata pernyataan AS-Ukraina, dilansir BBC.

Baca juga: Serangan Drone Terbesar Ukraina ke Rusia, Disebut Tamparan untuk Trump, Putin Diminta Balas

Rubio mengatakan dalam konferensi pers di Jeddah pada Selasa malam bahwa ia berharap Rusia akan menerima usulan tersebut.

"Ukraina siap untuk berhenti menembak dan mulai berbicara," katanya.

"Jika Rusia menolak tawaran tersebut, maka sayangnya kita akan tahu apa hambatan bagi perdamaian di sini".

"Hari ini kami mengajukan tawaran yang diterima Ukraina, yaitu melakukan gencatan senjata dan negosiasi segera," kata Rubio.

"Kami akan sampaikan tawaran ini kepada Rusia dan kami berharap mereka akan menyetujui perdamaian. Sekarang giliran mereka," lanjutnya.

TENTARA RUSIA - Foto ini diambil dari Kementerian Pertahanan Rusia pada Selasa (12/3/2025) memperlihatkan tentara Rusia yang meurpakan spesialis POL dari Kelompok Pasukan Zapad memasok bahan bakar ke unit-unit di garis kontak dan di area belakang operasi militer khusus pada 17 Februari 2025. Pada Rabu (12/3/2025), militer Rusia mengklaim operasi khusus melalui jaringan pipa berhasil merebut kembali 12 wilayah di Kursk yang diduduki Ukraina.
TENTARA RUSIA - Foto ini diambil dari Kementerian Pertahanan Rusia pada Selasa (12/3/2025) memperlihatkan tentara Rusia yang merupakan spesialis POL dari Kelompok Pasukan Zapad memasok bahan bakar ke unit-unit di garis kontak dan di area belakang operasi militer khusus pada 17 Februari 2025. Pada Rabu (12/3/2025), militer Rusia mengklaim operasi khusus melalui jaringan pipa berhasil merebut kembali 12 wilayah di Kursk yang diduduki Ukraina. (Telegram Kementerian Pertahanan Rusia)

Adapun tawaran gencatan senjata selama 30 hari melampaui usulan Zelensky untuk gencatan senjata sebagian di udara dan di laut.

Presiden Ukraina berterima kasih kepada Trump atas "konstruktifitas" pembicaraan di Jeddah.

Dalam pesan video, Zelensky mengatakan Rusia harus "menunjukkan kesediaannya untuk menghentikan perang atau melanjutkan perang".

"Sudah waktunya untuk mengungkapkan kebenaran sepenuhnya," ujarnya.

Sementara itu, Kremlin belum memberikan tanggapan secara terbuka.

Sebelumnya pada hari Selasa, Kremlin mengatakan akan mengeluarkan pernyataan setelah mendapat penjelasan dari Washington mengenai hasil perundingan tersebut.

Namun, anggota parlemen Rusia yang berpengaruh, Kostantin Kosachev, mengatakan bahwa setiap kesepakatan potensial akan didasarkan "pada persyaratan kami, bukan persyaratan Amerika".

Baca juga: Ukraina Setujui Gencatan Senjata, Bantuan Militer Kembali Mengalir, Bagaimana Rusia?

Sebagai informasi, Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022.

Moskow saat ini menguasai sekitar 20 persen wilayah Ukraina.

Di Gedung Putih, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang "mudah-mudahan" akan menyetujui usulan tersebut.

"Dibutuhkan dua orang untuk berdansa tango, seperti kata pepatah," kata Trump, seraya menambahkan bahwa ia berharap kesepakatan akan disetujui dalam beberapa hari ke depan.

"Kami akan mengadakan pertemuan penting dengan Rusia besok, dan kami berharap beberapa perbincangan hebat akan terjadi," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dirinya terbuka untuk mengundang Zelensky kembali ke Washington.

Di sisi lain, pernyataan bersama AS-Ukraina mengatakan Kyiv telah "menegaskan kembali" bahwa Eropa harus terlibat dalam setiap proses perdamaian.

Perubahan pendekatan Amerika terhadap perang - yang mencakup mengunci Eropa dari perundingan - telah mendorong beberapa pertemuan darurat antara para pemimpin Eropa dalam beberapa minggu terakhir.

Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mengatakan blok tersebut menyambut baik "perkembangan positif" pada hari Selasa.

Mencapai akhir yang cepat dari perang di Ukraina telah menjadi janji utama Presiden AS.

Pada Jumat (7/3/2025), Trump mengeluarkan ancaman langka berupa sanksi lebih lanjut terhadap Moskow dalam upaya mencapai kesepakatan.

Rusia telah dijatuhi sanksi berat oleh AS atas perang tersebut.

Trump mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan langkah tersebut karena "Rusia benar-benar 'menggempur' Ukraina di medan perang saat ini".

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved