Konflik Palestina Vs Israel
Hamas Siaga Penuh, Peringatkan Israel soal Nasib Tawanan jika Perang Dilanjutkan
Diancam Israel dan Amerika, Hamas menegaskan kesiapannya menghadapi segala kemungkinan dan tetap siaga.
TRIBUNNEWS.COM - Gerakan perlawanan Palestina, Hamas, menegaskan kesiapannya menghadapi segala kemungkinan dan tetap dalam kondisi siaga tinggi.
Mengutip PressTV, Hamas menyatakan, ancaman pihak Israel untuk melanjutkan perang di Jalur Gaza tidak akan menjamin pembebasan tawanan Israel.
Abu Ubaida, juru bicara Brigade al-Qassam, menyampaikan pernyataan ini dalam pidato yang direkam dalam video pada hari Kamis (6/3/2025).
Ia menekankan bahwa apa yang gagal dicapai Israel melalui kekuatan senjata dan perang, tidak akan pernah bisa diraih melalui ancaman dan tipu daya.
Pernyataan ini muncul hanya sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengancam bahwa warga Palestina di Jalur Gaza dan pejuang Hamas akan dibunuh jika mereka tidak segera membebaskan tawanan Israel yang tersisa ditahan di wilayah yang terkepung tersebut.
"Terlepas dari pelanggaran dan pengkhianatan musuh, kami tetap berkomitmen pada perjanjian pertukaran tahanan dalam semua detailnya di hadapan dunia dan para mediator," tambah Abu Ubaida.
"Kami telah memutuskan, dan masih ingin untuk menegakkan perjanjian ini guna mencegah pertumpahan darah rakyat kami, menyingkirkan segala alasan, dan menghormati komitmen yang dibuat kepada para mediator."
Israel sebelumnya telah menyetujui persyaratan negosiasi Hamas yang didasarkan pada gencatan senjata Gaza tiga tahap, yang dimulai pada 19 Januari.
Pada tahap pertama, yang berakhir pada hari Sabtu (1/3/2025), sebanyak 33 tawanan Israel, termasuk delapan jenazah, dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan hampir 2.000 tahanan Palestina.
Namun, Israel menolak melanjutkan ke tahap kedua gencatan senjata, yang mencakup penghentian perang secara permanen, penarikan penuh pasukan dari Gaza, dan pembebasan seluruh tawanan.
“Musuh Israel telah menghindari banyak komitmennya, yang merupakan hak dasar rakyat kami, dan malah menggunakan intimidasi, penundaan, dan kesombongan,” kata Abu Ubaida.
“Para pemimpin musuh berusaha menghindari perjanjian tersebut sehingga perdana menteri dan menteri mereka dapat memprioritaskan kepentingan partai mereka di atas nyawa tawanan mereka dan mendapatkan dukungan Amerika untuk segala bentuk agresi.”
Baca juga: Sekjen PBB: Tidak ada Masa Depan bagi Gaza Kecuali Sebagai Bagian dari Negara Palestina
Abu Ubaida juga menyoroti kondisi tahanan Palestina yang mengalami perlakuan buruk di penjara Israel.
Setelah berakhirnya fase pertama gencatan senjata, Israel memblokir masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, tindakan yang dikecam sebagai pelanggaran hukum internasional dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Umat Islam tidak akan mengalami kedamaian atau stabilitas, dan tidak akan memiliki tempat yang terhormat di antara bangsa-bangsa lain, sampai tanah suci ini (Palestina) dibersihkan dari penjajah Zionis,” tegas Abu Ubaida.
Ia menekankan, stabilitas dan perdamaian di wilayah tersebut, hanya dapat dicapai dengan memaksa Israel untuk menghormati komitmen yang telah disepakati.
“Ancaman musuh untuk kembali berperang hanya akan mendorong kita kembali ke medan perang untuk menghancurkan apa pun yang tersisa dari kredibilitas mereka,” katanya.
Ia menegaskan, ancaman Israel mencerminkan kelemahan dan penghinaan.
Abu Ubaida memperingatkan bahwa eskalasi agresi dapat mengakibatkan terbunuhnya tawanan Israel.
Israel melancarkan serangan di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, sebagai respons terhadap operasi Hamas.
Meskipun telah menyebabkan puluhan ribu korban jiwa, Israel belum berhasil mencapai tujuannya untuk membebaskan tawanan atau melenyapkan Hamas.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.