Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
Trump Umumkan Deportasi Massal, 30.000 Migran Ilegal Akan Ditempatkan di Guantanamo
Sebanyak 30.000 migran yang terlibat dalam kejahatan serius akan ditempatkan di fasilitas penahanan militer di Teluk Guantanamo.
Guantanamo dipilih karena secara teknis tidak terletak di wilayah kedaulatan AS, memungkinkan penahanan tanpa pembatasan hukum yang berlaku di daratan AS.
Kebijakan ini menimbulkan kontroversi, mengingat sejarah panjang Guantanamo terkait tuduhan penyiksaan terhadap tahanan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Sejak dibuka pada 2002, penjara ini telah menjadi simbol dari kebijakan keras AS dalam perang melawan terorisme, meski mendapat kecaman internasional.
Krisis Imigrasi dan Tantangan Birokrasi
Meskipun Trump mendapat dukungan luas dari banyak pihak terkait kebijakan deportasi, terutama dari kalangan Partai Republik, kebijakan ini menghadapi tantangan birokrasi yang signifikan.
Dikutip dari Sputnik, Tom Homan, mantan Direktur ICE (Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai), menyatakan bahwa upaya deportasi massal ini memerlukan anggaran yang sangat besar, diperkirakan mencapai $86 miliar untuk mendeportasi seluruh migran ilegal di AS.
Sumber daya yang terbatas dan kendala logistik lainnya menjadi tantangan dalam mewujudkan janji ini.
Data menunjukkan bahwa lebih dari 1,4 juta migran ilegal masih menunggu deportasi di seluruh AS, sementara Trump berkomitmen untuk meningkatkan jumlah deportasi dalam waktu dekat.
Baca juga: Utusan Donald Trump Mengatakan Kesepakatan Gaza Berjalan Baik, Implementasinya Harus Dilanjutkan
Dukungan dan Kritik terhadap Kebijakan Trump
Kebijakan deportasi massal ini mendapat dukungan kuat dari sebagian besar masyarakat Amerika, terutama mereka yang menginginkan pengurangan imigrasi ilegal dan pengamanan lebih ketat di perbatasan.
Namun, kebijakan ini juga menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Mereka menilai, penggunaan Guantanamo sebagai fasilitas penahanan bagi migran ilegal berisiko melanggar hak-hak dasar manusia.
Seiring dengan meningkatnya jumlah deportasi, pusat-pusat perbelanjaan dan lokasi konstruksi yang biasa menjadi tempat berkumpulnya migran ilegal di AS mulai tampak lebih kosong, akibat penggerebekan yang semakin intensif.
Migran yang terdeteksi oleh petugas Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) berisiko dideportasi dalam waktu dekat.
Pemindahan migran ilegal ke Guantanamo menambah kompleksitas perdebatan internasional mengenai kebijakan penahanan AS.
Teluk Guantanamo, yang terkenal dengan praktik interogasi keras dan penyiksaan terhadap terduga teroris, kini akan menampung migran ilegal yang belum tentu terlibat dalam kejahatan terorganisir.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.