Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
Trump Umumkan Deportasi Massal, 30.000 Migran Ilegal Akan Ditempatkan di Guantanamo
Sebanyak 30.000 migran yang terlibat dalam kejahatan serius akan ditempatkan di fasilitas penahanan militer di Teluk Guantanamo.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana untuk deportasi massal migran ilegal.
Sebanyak 30.000 migran yang terlibat dalam kejahatan serius akan ditempatkan di fasilitas penahanan militer di Teluk Guantanamo.
Langkah ini menjadi salah satu janji utama Trump dalam kampanye pemilihan presiden 2024, yang segera diimplementasikan melalui perintah eksekutif.
Trump menyatakan, perintah eksekutif tersebut, akan segera ditandatangani untuk memulai persiapan penampungan di Guantanamo.
Departemen Pertahanan dan Keamanan Dalam Negeri AS segera bergerak untuk melaksanakan perintah ini.
Menurut Trump, fasilitas penahanan militer di Teluk Guantanamo bakalan digunakan untuk menampung migran ilegal yang memiliki catatan kriminal serius dan dianggap mengancam keamanan nasional.
Deportasi Massal di Era Trump
Rencana deportasi massal ini, mengingatkan pada kebijakan keras yang telah dilaksanakan Trump sejak awal masa jabatannya.
Selama kampanye presiden 2024, Trump berjanji untuk memperketat pengawasan perbatasan dan secara signifikan mengurangi imigrasi ilegal.
Beberapa langkah telah dilaksanakan.
Sebagai contoh, penggerebekan besar-besaran di kota-kota AS yang berhasil mendeportasi ribuan migran ilegal, terutama yang memiliki catatan kriminal.
Baca juga: Trump akan Tempatkan 30.000 Migran di Teluk Guantanamo
Pemerintahan Trump menargetkan untuk mendeportasi lebih dari 11 juta migran ilegal yang saat ini berada di AS.
Hanya dalam beberapa hari setelah kebijakan ini diberlakukan, lebih dari 4.000 migran telah dideportasi.
Berbeda dengan pemerintahan Joe Biden yang tidak menggunakan pesawat militer, Trump memilih untuk mengirim migran ilegal kembali ke negara asal mereka dengan menggunakan pesawat militer.
Dikutip dari Newsweek, jika deportasi terus berlanjut maka akan butuh waktu sekitar 28 tahun untuk memenuhi janji presiden Donald Trump memulangkan lebih dari 11 juta orang warga asing di negara itu.
Lokasi Penampungan Migran Ilegal
Fasilitas penahanan di Teluk Guantanamo, yang selama ini dikenal karena penahanan terhadap terduga teroris setelah Serangan 11 September 2001, kini akan digunakan untuk menampung migran ilegal dengan catatan kriminal berat.
Guantanamo dipilih karena secara teknis tidak terletak di wilayah kedaulatan AS, memungkinkan penahanan tanpa pembatasan hukum yang berlaku di daratan AS.
Kebijakan ini menimbulkan kontroversi, mengingat sejarah panjang Guantanamo terkait tuduhan penyiksaan terhadap tahanan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Sejak dibuka pada 2002, penjara ini telah menjadi simbol dari kebijakan keras AS dalam perang melawan terorisme, meski mendapat kecaman internasional.
Krisis Imigrasi dan Tantangan Birokrasi
Meskipun Trump mendapat dukungan luas dari banyak pihak terkait kebijakan deportasi, terutama dari kalangan Partai Republik, kebijakan ini menghadapi tantangan birokrasi yang signifikan.
Dikutip dari Sputnik, Tom Homan, mantan Direktur ICE (Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai), menyatakan bahwa upaya deportasi massal ini memerlukan anggaran yang sangat besar, diperkirakan mencapai $86 miliar untuk mendeportasi seluruh migran ilegal di AS.
Sumber daya yang terbatas dan kendala logistik lainnya menjadi tantangan dalam mewujudkan janji ini.
Data menunjukkan bahwa lebih dari 1,4 juta migran ilegal masih menunggu deportasi di seluruh AS, sementara Trump berkomitmen untuk meningkatkan jumlah deportasi dalam waktu dekat.
Baca juga: Utusan Donald Trump Mengatakan Kesepakatan Gaza Berjalan Baik, Implementasinya Harus Dilanjutkan
Dukungan dan Kritik terhadap Kebijakan Trump
Kebijakan deportasi massal ini mendapat dukungan kuat dari sebagian besar masyarakat Amerika, terutama mereka yang menginginkan pengurangan imigrasi ilegal dan pengamanan lebih ketat di perbatasan.
Namun, kebijakan ini juga menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Mereka menilai, penggunaan Guantanamo sebagai fasilitas penahanan bagi migran ilegal berisiko melanggar hak-hak dasar manusia.
Seiring dengan meningkatnya jumlah deportasi, pusat-pusat perbelanjaan dan lokasi konstruksi yang biasa menjadi tempat berkumpulnya migran ilegal di AS mulai tampak lebih kosong, akibat penggerebekan yang semakin intensif.
Migran yang terdeteksi oleh petugas Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) berisiko dideportasi dalam waktu dekat.
Pemindahan migran ilegal ke Guantanamo menambah kompleksitas perdebatan internasional mengenai kebijakan penahanan AS.
Teluk Guantanamo, yang terkenal dengan praktik interogasi keras dan penyiksaan terhadap terduga teroris, kini akan menampung migran ilegal yang belum tentu terlibat dalam kejahatan terorganisir.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.