Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Dana Perang yang Hampir Dua Kali APBN RI Berasal dari Pinjaman Bank, Ekonomi Rusia Terancam Kolaps

Peperangan yang berkepanjangan di Ukraina memaksa Rusia untuk merogoh koceknya dalam-dalam.

Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Wahyu Aji
Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina
ILUSTRASI Pertempuran di Donetsk, wilayah Ukraina timur 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peperangan yang berkepanjangan di Ukraina memaksa Rusia untuk merogoh koceknya dalam-dalam.

Mantan bankir investasi di Bank of America dan Morgan Stanley, Craig Kennedy, dalam buletin Navigating Russia miliknya mengatakan, lebih dari 70 persen pinjaman perusahaan di Rusia sejak 2022 telah diberikan kepada sektor-sektor yang terlibat dalam perang.

Namun kini angka tersebut meningkat hingga setara dengan 100 persen dana pertahanan Rusia.

Skema ini menyebabkan pinjaman perusahaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu 415 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 6.759 triliun, hampir dua kali lipat dengan APBN RI 2025 yang berkisar Rp3.600 triliun.

Kennedy menyebutkan bahwa pinjaman dana militer dari perbankan sebesar itu bakalan memberatkan ekonomi di Rusia dan berisiko meningkatkan inflasi negara itu.

"Perekonomian bisa kolaps karena pinjaman perbankan yang lebih banyak digunakan untuk kepentingan militer," kata Kennedy dikutip dari Pravda.

Sejak Februari 2022, bank-bank Rusia diharuskan untuk mengeluarkan pinjaman preferensial kepada perusahaan-perusahaan militer dengan persyaratan yang ditentukan oleh negara. Menurut Kennedy, Craig Kennedy,

Kennedy melaporkan bahwa selama tiga tahun perang, skema ini mungkin telah menyediakan dana bagi agresor yang setara dengan anggaran militer resminya. Pada saat yang sama, skema ini telah menyebabkan pinjaman perusahaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mencapai 415 miliar dolar AS.

"Laporan ini memperkirakan bahwa 210 miliar hingga 250 miliar dolar AS dari lonjakan ini terdiri dari pinjaman bank wajib dan preferensial yang diberikan kepada kontraktor pertahanan – banyak di antaranya dengan kredit buruk – untuk membantu membayar barang dan jasa terkait perang." 

Pada awal invasi skala penuh, skema pembiayaan di luar anggaran membantu Rusia mempertahankan anggaran militernya pada tingkat yang terkendali, sehingga menyesatkan para pakar internasional dengan meyakini bahwa negara tersebut tidak menghadapi masalah keuangan dalam mendanai perang.

Namun, Kennedy mengatakan ketergantungan Rusia saat ini pada pembiayaan di luar anggaran menciptakan masalah, mendorong inflasi dan kenaikan suku bunga.

Sekarang skema tersebut berisiko memicu krisis sistemik karena suku bunga yang sangat tinggi, masalah likuiditas dan cadangan di bank, dan mekanisme transmisi moneter yang sangat terganggu.

Kennedy menekankan bahwa semakin lama Moskow menunda mengakhiri perang di Ukraina, semakin dekat Rusia akan bergerak menuju keruntuhan perusahaan dan perbankan yang harus ditanggung oleh pemerintah Rusia. Kesulitan-kesulitan ini juga dapat menyebabkan penurunan PDB.

Kennedy berpendapat bahwa sumber daya Barat dapat melampaui kapasitas Rusia untuk mempertahankan perang yang melelahkan melawan Ukraina. Ia menyerukan dukungan berkelanjutan untuk Ukraina dan sanksi yang lebih keras, dan menolak gagasan tentang pencabutan sanksi sebagai imbalan atas gencatan senjata.

"Tantangan pendanaan Moskow akan semakin meningkat dari sini, terutama jika negara-negara koalisi memberlakukan lebih penuh perangkat sanksi energi yang kuat yang mereka miliki," ujarnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved