Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Suriah

Konflik Suriah di Ambang Krisis: Pemberontakan dan Tindakan Evakuasi Global

Pemberontakan di Suriah kian memanas setelah di tengah meningkatnya pertempuran antara pemberontak dan pasukan rezim, apa dampaknya bagi warga sipil?

Syrian Presidency/AFP
Kolase foto Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan kelompok Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) 

TRIBUNNEWS.COM - Pemberontakan yang berlangsung di Suriah semakin memanas, terutama di ibu kota Damaskus, di mana pemberontak baru saja merebut Gedung Radio dan TV Pemerintah.

Dalam kondisi ini, pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara lain mendesak warganya untuk segera meninggalkan kawasan tersebut.

Mari kita tinjau lebih dalam situasi terkini di Suriah dan dampaknya terhadap warganya.

Kedutaan Besar AS di Damaskus mengeluarkan peringatan kepada warganya pada tanggal 7 Desember 2024, mendesak mereka untuk segera meninggalkan Suriah.

Menurut keterangan yang disampaikan oleh Kedubes AS, situasi keamanan di kawasan tersebut terus bergejolak akibat pertempuran yang meningkat antara kelompok pemberontak dan pasukan rezim.

Sejak tahun 2012, Kedutaan AS telah menghentikan operasionalnya di Damaskus, sehingga tidak dapat memberikan layanan konsuler bagi warganya.

Negara Lain Mengambil Langkah Serupa

Selain Amerika Serikat, negara-negara lain juga mengeluarkan peringatan serupa.

Yordania, misalnya, meminta warganya untuk segera meninggalkan Suriah.

Kedutaan Irak di Damaskus juga meminta warganya untuk menghubungi fasilitas diplomatik demi mendapatkan bantuan pulang.

Bahkan Rusia, melalui kedutaannya, mengimbau warganya untuk menggunakan pesawat komersial yang masih beroperasi untuk meninggalkan Suriah.

Apa yang Memicu Ketegangan di Suriah?

Ketegangan di Suriah mulai meningkat setelah kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra, melancarkan serangan besar-besaran terhadap pemerintah Suriah.

Serangan ini diawali dari wilayah Idlib di sebelah barat laut Suriah dan bergerak menuju kota Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di Suriah.

Keberhasilan mereka merebut Aleppo menandai langkah maju bagi kelompok-kelompok militan.

Terbaru, pada 8 Desember 2024, para pasukan pemberontak dilaporkan mulai memasuki ibu kota Damaskus.

Pemimpin HTS, Abu Mohammed Al-Jolani, mengungkapkan bahwa ada dua tujuan utama di balik upaya menggulingkan pemerintahan Bashar Al Assad.

Pertama, menciptakan pemerintahan berdasarkan lembaga yang dipilih oleh rakyat, dan kedua, menerapkan praktik Islam yang lebih moderat dan tidak brutal.

Apa Dampaknya Bagi Pemerintahan Suriah?

Setelah pasukan pemberontak berhasil masuk ke Damaskus, muncul kabar mengenai pelarian Presiden Suriah, Bashar Al Assad.

Meskipun pemerintah Suriah belum mengonfirmasi kepergiannya, badan pemantau perang, Syrian Observatory for Human Rights, melaporkan bahwa Assad terbang ke luar negeri.

Dua perwira senior militer juga membenarkan kabar tersebut, namun tujuan pelariannya belum diketahui.

Jurnalis Mesir, Khaled Mahmoued, mencatat bahwa pesawat yang diduga membawa Assad menunjukkan pergerakan yang tidak biasa dan mengalami penurunan ketinggian dengan cepat.

Pesawat tersebut dilaporkan hilang dari radar setelah mengalami kecelakaan di dekat Al-Suwayri dan jatuh di sekitar kota Homs.

Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Situasi di Suriah tetap tidak menentu, dengan pertikaian yang terus berlanjut dan banyak warganya dalam bahaya.

Berita mengenai pelarian Presiden Assad dan serangan pemberontak telah menambah ketegangan, sementara negara-negara di sekitar Suriah mengambil langkah untuk melindungi warganya.

Bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi konflik yang sedang berlangsung dan kehidupan masyarakat sipil di Suriah?

Hanya waktu yang dapat menjawabnya.

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved