Jumat, 3 Oktober 2025

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Disorot Media Asing: Prabowo dan Donald Trump Mirip, Sama-sama Pilih Loyalis Masuk Kabinet

Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam sorotan tajam publik di negeri paman sam itu saat memilih anggota kabinetnya.

Editor: Hasanudin Aco
Foto Kolase TribunJatim.com
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat (AS) Terpilih, Donald Trump. 

Menurut Ujang, dalam konteks politik, pemilihan loyalis dalam kabinet - baik oleh Trump maupun Prabowo - adalah sesuatu yang wajar, meski memang idealnya profesional harus menempati porsi besar jika ingin pemerintahan berjalan dengan lebih baik.

"Loyalis itu kesetiaannya telah teruji ... Sejatinya loyalis perlu diberi tempat karena sudah berdarah-darah ikut berjuang, dan ketika menang dikasih posisi, itu wajar, asalkan memiliki kecakapan dan keahlian yang baik," kata Ujang.

"Trump juga melakukan hal yang sama, menunjuk yang loyal. Loyalitas menjadi penting, karena di politik banyak terjadi pengkhianatan," lanjut dia.

Teuku, dosen HI Unpad dan President University, berpandangan saat ini batasan antara loyalis dan profesional telah semakin kabur.

Karena menurut dia, loyalis mungkin memiliki keterbatasan profesionalisme, sementara kalangan profesional mungkin loyalitasnya dipertanyakan.

"Juga terdapat nilai-nilai yang tingkat kelekatannya tak seragam, seperti: Kenegarawanan, patriotisme, ke-Indonesia-an, kesetiaan pada ideologi negara dan konstitusi negara," kata Teuku.

Meski sama-sama menunjuk loyalis masuk kabinet, namun penunjukan menteri oleh Trump dan Prabowo memiliki perbedaan, demikian M. Waffaa Kharisma, Peneliti Departemen Hubungan Internasional di lembaga riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS), berpandangan.

"Trump cenderung memilih yang ideologinya sama ... mereka bukan serta merta loyalis Trump, tapi mereka yakin Trump akan mendukung ideologi mereka," kata Waffaa saat dihubungi CNA.

Sementara Prabowo memilih orang-orang yang sudah lama berjalan bersama dirinya. Selain itu, kata dia, Prabowo juga merekrut orang-orang yang berseberangan seperti ahli atau ketua partai "sebagai bagian dari power-sharing (berbagi kekuasaan)".

Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Waffaa mengatakan, Trump yang memilih loyalis dengan kesamaan ideologi akan membuat pemerintahan AS jelas arah dan warnanya.

Namun, kesamaan ideologi ini akan jadi bumerang di tengah naiknya paham nasionalis sayap kanan yang sebagian penganutnya ambil kursi di kabinet Trump.

Salah satu tokoh sayap kanan yang paling menonjol dalam pemerintahan Trump adalah calon menhan Pete Hegseth. Dia dikenal kerap menyuarakan ideologi kekerasan, dan ekstremisme politik sayap kanan.

Berbagai media AS juga mencermati soal tato salib di dada Hegseth yang mencerminkan gerakan nasionalis Kristen dan tulisan "Deus Vult", istilah yang diasosiasikan dalam Perang Salib pertama. 

"Cukup mengkhawatirkan melihat pemerintah Trump yang di eksekutifnya tidak ada penyeimbang atau tokoh yang lebih moderat, karena Trump tidak memilih yang cross-ideology," jelas dia.

Namun pemilihan kabinet berisikan loyalis dan berbagi kekuasaan seperti di Indonesia juga memunculkan risiko jika tidak dikelola dengan baik.

"Bisa korup juga kalau akuntabilitas tidak jalan karena power-sharing," ujar Waffaa.

Sumber: CNA

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved