Kasus 107 guru honorer di Jakarta dipecat karena dianggap 'tak sesuai aturan'
Sebanyak 107 guru honorer di Jakarta diberhentikan tiba-tiba pada awal tahun ajaran baru lalu menurut Perhimpunan Pendidikan dan Guru…
Sebanyak 107 guru honorer di Jakarta diberhentikan tiba-tiba pada awal tahun ajaran baru lalu, menurut Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).
Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyebut bahwa guru-guru itu direkrut oleh kepala sekolah "tanpa seleksi yang jelas".
Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, menduga apa yang terjadi pada guru-guru di Jakarta ini adalah bagian dari fenomena penghapusan guru honorer yang juga terjadi di berbagai daerah.
Dia mengeklaim telah menerima setidaknya ratusan laporan dari berbagai daerah soal guru honorer yang jam mengajarnya berkurang drastis hingga tidak berpeluang mendaftar seleksi untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) karena kuota yang tidak tersedia.
Sampai akhirnya, kata Iman, terjadi pemecatan sepihak di Jakarta yang awalnya dilabeli sebagai "cleansing honorer".
Sebagai konteks, pemerintah berdasarkan amanat Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki waktu untuk menata pegawai honorer dan non-ASN hingga Desember 2024.
Itu artinya, tidak boleh ada pegawai honorer di pemerintahan mulai 2025.
Sementara itu, janji pemerintah untuk mengangkat satu juta guru honorer menjadi ASN melalui seleksi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dinilai tidak semudah di atas kertas.
"Seleksi ini justru menimbulkan banyak korban. Janjinya mengangkat satu juta guru honorer, tapi nyatanya tidak bisa menyeleksi guru-guru honorer. Selalu ada guru yang terdiskriminasi lewat program ini,” ujar Iman.
BBC News Indonesia telah menghubungi Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Nunuk Suryani. Namun belum ada respons sampai artikel ini diterbitkan.
Hari pertama sekaligus hari terakhir mengajar
Dengan semangat baru memulai tahun ajaran baru, Fani mengajar kelas pertamanya setelah libur kenaikan kelas pada 11 Juli 2024.
Tidak pernah terpikir olehnya bahwa hari pertama itu sekaligus menjadi hari terakhirnya mengajar di sekolah tersebut.
“Saya masuk ke empat kelas, perkenalan, [membahas] aturan belajar seperti ini, kami happy-happy, ice breaking,” kenang Fani.
Kesaksian itu dia sampaikan dalam konferensi pers yang digelar P2G dan LBH Jakarta pada Rabu (17/07). Fani meminta namanya disamarkan dan dia sengaja menggunakan masker dalam konferensi pers tersebut karena khawatir dengan keamanannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.