Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Eks-Bos Mossad Serukan Rakyat Israel Turun ke Jalan Gulingkan Netanyahu, Seruan Pemilu Dini Menggema

kemenangan mutlak yang digembar-gemborkan Netanyahu sebagai target perang di Gaza berarti juga tewasnya lebih banyak tentara Israel di pertempuran.

khaberni/HO
Seorang wanita berjalan di depan poster pemilu yang memuat gambar Netanyahu (kiri) dan Menteri Dewan Perang Benny Gantz yang mengundurkan diri. 

Eks-Kepala Mossad Serukan Rakyat Israel Turun ke Jalan Gulingkan Netanyahu, Seruan Pemilu Dini Menggema

TRIBUNNEWS.COM - Mantan kepala Mossad, Tamir Pardo, mengatakan kalau Perdana Menteri Benjamin Netanyahu hanya membawa Israel menuju bencana dalam konteks peperangan yang berkepanjangan di Jalur Gaza.

Secara terbuka, Pardo yang pernah menjadi orang nomor satu di badan intelijen Israel itu mengungkapkan kalau kemenangan mutlak yang digembar-gemborkan Netanyahu sebagai target perang di Gaza berarti juga tewasnya lebih banyak tentara Israel di pertempuran.

Baca juga: Iran Turun Tangan, Israel Tebar Intrik di Internal Hizbullah, Mossad Lacak Nasrallah Real Time

"Netanyahu tidak memiliki strategi atau visi masa depan, dan yang ia pedulikan hanyalah tetap berkuasa," kata Pardo dalam pernyataan yang dilaporkan oleh media Ibrani dan dikutip Khaberni, Sabtu (22/6/2024)

 Pardo bahkan menyerukan 'people power', meminta rakyat Israel berdemonstrasi dan turun ke jalan demi menggulingkan Netanyahu.

"Rakyat harus turun ke jalan dan berkata kepada Netanyahu dan pemerintahannya, “Menjauh dari kami”," katanya.

Baca juga: Putus Asa, Komandan Pasukan Elite Brigade Nahal Israel: Terowongan di Rafah Tak Ada Habisnya

Poster Netanyahu
Seorang wanita berjalan di depan poster pemilu yang memuat gambar Netanyahu (kiri) dan Menteri Dewan Perang Benny Gantz yang mengundurkan diri.

Seruan Pemilu Dini Menggema di Israel

Terkait goyahnya pemerintahan Israel saat ini, surat kabar Maariv melaporkan kalau seruan untuk mengadakan pemilihan umum dini di Israel mulai menggema.

Analis urusan politik di surat kabar Israel itu, Anna Brasky, menyebut hal ini tercermin berdasarkan indikator-indikator yang berkembang di pemerintahan koalisi Netanyahu saat ini.

Selain terkait soal langkah taktis di Perang Gaza dan upaya pemulangan sandera, pemerintahan koalisi Netanyahu saat ini juga terbelah gegara kontroversi rancangan Undang-Undang Haredi, wacana wajib Militer bagi kaum Yahudi ultra-Ortodoks di Israel.

Karena krisisi itu, ratusan umat Yahudi ultra-Ortodoks memblokir jalan utama di Tel Aviv, Israel pada Kamis (20/6/2024) sore.

Mereka memprotes rancangan undang-undang wajib militer bagi komunitas Haredi.

Dikutip dari The Times of Israel, Haredi adalah sebutan untuk umat Yahudi ultra-Ortodoks.

Selama ini, pemerintah Israel memberikan sejumlah keistimewaan kepada komunitas tersebut.

Misalnya mendapat kedudukan strategis hingga terbebas dari wajib militer.

Namun setelah perang Gaza pecah, rancangan undang-undang yang mengharuskan Haredi wajib militer dibentuk.

Hal ini mengundang gelombang protes dari umat Yahudi ultra-Ortodoks yang tinggal di Israel.

Dalam aksi demo pada Kamis (20/6/2024) kemarin, kaum Haredi menegaskan bahwa mereka lebih memilih mati daripada ikut wajib militer.

"Kami lebih memilih mati daripada wajib militer. Kematian lebih baik," kata seorang pengunjuk rasa.

Aksi bentrok dengan polisi pun tak dapat terhindarkan.

Sejumlah kaum Haredi bahkan sampai diseret dan pukuli oleh aparat.

Dilaporkan ada tujuh orang yang ditangkap dalam aksi demonstrasi tersebut.

Perpecahan Koalisi Sayap Kanan

Faktor lain adanya seruan Pemilu dini di Israel adalah pemerintahan sayap kanan Israel yang tampaknya berada di ambang kehancuran.

Salah satu mitra koalisi PM Israel Benjamin Netanyahu, mengancam akan menarik diri dari pemerintahan jika Netanyahu tidak menuruti keinginan mereka.

Pemicu konflik utama yakni desakan dari Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir untuk bergabung dengan kabinet perang yang sekarang sudah dibubarkan.

Sementara itu, Netanyahu menuduh pemimpin partai Jewish Power itu membocorkan rahasia negara.

"Perdana Menteri Netanyahu memberi tahu Menteri Ben-Gvir satu hal sederhana: 'Siapa pun yang ingin menjadi mitra dalam tim konsultasi keamanan terbatas, harus membuktikan bahwa dia tidak membocorkan rahasia negara atau percakapan pribadi'," kata Likud, parpol pimpinan Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

Ben-Gvir, yang pernah menyerukan agar perempuan dan anak-anak Palestina yang mendekati perbatasan Gaza harus ditembak, telah berulang kali dituduh membocorkan percakapan kabinet tertutup.

Hal itu menyebabkan hubungan sengit antara dia dan perdana menteri.

Perdana Menteri Benjamin Netanyhu dan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir. Keduanya diketahui datang dari kelompok sayap kanan ultranasionalis.
Perdana Menteri Benjamin Netanyhu dan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir. Keduanya diketahui datang dari kelompok sayap kanan ultranasionalis. (khaberni)

Setelah tuduhan terbaru dari Partai Likud, Jewish Power mengatakan mereka akan mendukung rancangan undang-undang yang memaksa para menteri untuk melakukan poligraf atau uji kebohongan.

Jewish Power mau melakukan hal itu selama aturan yang sama juga berlaku bagi mereka yang menggunakan alat pacu jantung.

Partai itu diduga merujuk pada Netanyahu, yang baru-baru ini memang memasang alat pacu jantung, The Times of Israel melaporkan.

Pertengkaran ini terjadi setelah Netanyahu menekan Ben-Gvir untuk mendukung 'Hukum Rabbi'.

Baca juga: Pemimpin Oposisi Benny Gantz Mengundurkan Diri, Netanyahu Resmi Bubarkan Kabinet Perang Israel

Hukum Rabbi diinisiasi oleh mitra ultra-Ortodoks Netanyahu, partai Shas, sebagai syarat untuk tetap berada dalam koalisi yang dipimpin Likud.

Undang-undang tersebut akan mengalihkan pengambilan keputusan soal penunjukan rabbi dari dewan lokal ke kementerian agama yang dipimpin Shas.

Menurut para kritikus, RUU itu akan menanamkan klientelisme untuk kepentingan partai ultra-Ortodoks.

Netanyahu membatalkan RUU tersebut dari pemungutan suara pada hari Rabu, karena ia tidak dapat memperoleh cukup pendukung, bahkan dari dalam Partai Likud miliknya sendiri.

Pemimpin Shas Arye Dery lantas menelepon perdana menteri dan mengancam akan mundur dari koalisi, menurut laporan.

Pemimpin Shas Arye Dery
Pemimpin Shas Arye Dery (Haaretz)

Hal ini kemungkinan akan menyebabkan runtuhnya pemerintahan.

Muncul pula pertanyaan apakah Netanyahu bisa memenangkan pemilu lagi jika dia tidak mempertahankan dukungan dari partai-partai ultra-Ortodoks seperti Shas dan Jewish Power.

Netanyahu juga menghadapi kritik atas penanganannya soal perang di Gaza, di mana lebih dari 37.431 orang terbunuh.

Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, melontarkan kritik publik terhadap ambisi Netanyahu untuk mengalahkan Hamas.

“Urusan menghancurkan Hamas, membuat Hamas menghilang – ini bagaikan melempar pasir ke mata masyarakat,” kata Hagari kepada Channel 13.

“Hamas adalah sebuah ide, Hamas adalah sebuah partai."

"Hamas berakar di hati rakyat, siapa pun yang mengira kita bisa melenyapkan Hamas adalah salah.”

Kantor Netanyhu menekankan bahwa menghancurkan Hamas adalah salah satu tujuan perang militer dan berkomitmen untuk melakukannya.

Sekilas tentang Kabinet ke-37 Israel

Mengutip Times of Israel, Pemerintahan Israel ke-37 adalah kabinet Israel saat ini, yang dibentuk pada tanggal 29 Desember 2022, setelah pemilihan Knesset pada tanggal 1 November 2022.

Baca juga: Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang Israel, Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Pemerintahan koalisi ini terdiri dari enam partai, yakni Likud, United Torah Judaism, Shas, Religious Zionist Party, Otzma Yehudit (Jewish Power) dan Noam.

Koalisi ini dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, yang menjabat sebagai Perdana Menteri Israel untuk keenam kalinya.

Gabungan keenam partai ini memiliki total 64 dari 120 kursi di parlemen.

(oln/khbrn/toi/*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved