Jumat, 3 Oktober 2025

'Saat diperpanjang hingga 2041, pemilik ulayat tak dilibatkan, sekarang ditambah lagi hingga 2061' - Pemerintah Indonesia dinilai terburu-buru memperpanjang kontrak Freeport

Keputusan Indonesia memperpanjang izin usaha pertambangan khusus PT Freeport hingga 2061 dikritik sejumlah kalangan. Seorang pakar…

BBC Indonesia
'Saat diperpanjang hingga 2041, pemilik ulayat tak dilibatkan, sekarang ditambah lagi hingga 2061' - Pemerintah Indonesia dinilai terburu-buru memperpanjang kontrak Freeport 

Saulo melihat hingga kini hasil dari PTFI tidak mampu memberikan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran untuk masyarakat di Timika dan juga Papua.

“Lalu apa arti semuanya itu kalau masyarakat di Timika, Papua Tengah, tidak terlibat dalam menikmati hasil itu. Itu kan tragis sekali sebenarnya,” tambahnya.

Selain itu, katanya, aktivitas pertambangan PTFI juga tidak hanya masih terus menimbulkan kekerasan tapi juga menyebabkan masyarakat kehilangan ruang untuk hidup, dari tanah yang terampas hingga hutan yang rusak.

Apa tanggapan PT Freeport Indonesia?

Menanggapi tuduhan dari pimpinan masyarakat adat, pegiat lingkungan, serta tokoh agama di Timika, Papua, bahwa proses perpanjangan izin usaha Freeport itu tidak melibatkan orang-orang asli Papua, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengatakan pihaknya sudah "melibatkan seluruh pemangku kepentingan".

"Tentunya dalam proses ini kami melibatkan seluruh pemangku kepentingan," kata EVP External Affairs PTFI, Agung Laksamana, Senin (03/06) pagi, dalam jawaban tertulis kepada BBC News Indonesia.

Agung tidak merinci jawabannya. Sebelumnya, dilansir dari situs PTFI, perusahaan itu mengaku menyetorkan sekitar Rp3,35 triliun keuntungan bersih daerah pada 2023.

Dalam situs resmi PTFI disebutkan uang itu diberikan kepada Pemprov Papua Tengah sebesar Rp839 miliar, Pemkab Mimika Rp1,4 triliun, dan beberapa kabupaten lainnya masing-masing Rp160 miliar.

‘Terburu-buru dan sangat dipaksakan'

Keputusan pemerintah memperpanjang izin IUPK PTFI disebut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar, sebagai upaya yang terburu-buru.

Padahal, ujarnya, secara aturan perpanjangan kontrak dilakukan sejak lima hingga satu tahun sebelum masa kontrak itu habis, yaitu tahun 2041.

“Dari sisi aspek waktu pemberian perpanjangan saat ini, itu sangat terburu-buru, sangat dipaksa, dan bisa jadi sangat tendensius,“ katanya.

Merujuk Pasal 169 B ayat (2) UU 2/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, pemegang kontrak karya seperti Freeport baru dapat mengajukan permohonan perpanjangan kontrak paling cepat lima tahun sebelum kontrak mereka berakhir.

Di sisa waktu yang lebih dari 15 tahun ini, menurut Bisma, memberikan peluang besar bagi Indonesia -baik dari sumber daya manusia dan teknologi- untuk mengelola tambang yang ada di PTFI secara langsung.

Sehingga, ujarnya, ketergantungan pengelolaan dengan asing bisa segera diputus dan Indonesia secara penuh menguasai tambang emas di PTFI.

“Saya kira ini keputusan yang tidak nasionalis yang seakan-akan hebat tapi sebenarnya tidak,“ tambahnya.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved