Sabtu, 4 Oktober 2025

Mengapa Tapera disebut 'tidak masuk akal' menyediakan hunian rakyat yang terjangkau?

Pengamat perumahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, menilai program Tapera "tidak masuk akal" untuk menyediakan…

BBC Indonesia
Mengapa Tapera disebut 'tidak masuk akal' menyediakan hunian rakyat yang terjangkau? 

"Ini kan enggak ada hunian TOD yang sewa murah."

Menurut Jehansyah, pembiayaan Tapera yang mengutip uang dari masyarakat atas nama 'gotong royong' bisa disebut sebagai penipuan.

Sebab bagaimanapun, katanya, kewajiban menyediakan rumah bagi warga menjadi tanggung jawab pemerintah bukan rakyat.

Kewajiban itu, sambung Jehansyah, tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 -di mana bumi dapat diartikan tanah yang sedianya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dia mencontohkan Singapura yang berhasil menyediakan perumahan untuk pekerjanya karena 80% proyek hunian di sana dikuasai oleh pemerintah setempat.

"Jadi enggak ada itu istilah gotong royong, karena kita sudah melakukan itu dengan membayar pajak."

"Kalau mengutip lagi, penipuan namanya. BPJS saja bisa kok membuat program rusunawa pekerja, tidak dikorup dan jauh lebih bagus."

Bagaimana respons pekerja?

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita SIlaban, mengatakan buruh dan pengusaha tidak dilibatkan dalam pembahasan Tapera.

Karenanya mereka menolak kebijakan tersebut. Pasalnya selain tidak dilibatkan, tidak ada satupun perwakilan buruh maupun pengusaha dalam kepengurusan Badan Pengelola (BP) Tapera.

Selain itu, penolakan juga didasarkan lantaran aturan Tapera tumpang tindih.

Program serupa juga telah ada di BPJS ketenagakerjaan dalam bentuk program Jaminan Hari Tua (JHT).

"Kalau pernah terlibat, pasti tidak sekeras ini atau meminta ada revisi atau menolak. Kami iuran sampai 58 tahun di mana rumahnya? Di mana lahannya? ujar Rosita dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (31/05) seperti dilansir Detik.com.

KSBSI, sambungnya, mempertimbangkan untuk melayangkan judicial review ke Mahkamah Agung jika tak kunjung direvisi.

Uji peraturan akan menyasar Pasal 7 yang berisi kewajiban melakukan iuran. Menurutnya, kalau Tapera menggunakan konsep tabungan maka harusnya bersifat sukarela, bukan dipaksakan.

Senada dengan KSBSI, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani telah menyampaikan keberatan pada tahun 2016 lalu sebelum UU nomor 4 tahun 2021 disahkan.

"Kami sudah menyurati presiden, memberikan pandangan kami, masukan kami, namun sampai Peraturan Pemerintah (PP 21/2024) ini diterbitkan, belum ada tanggapan ya. Mungkin pemerintah punya sikap tersendiri kenapa harus jalan. Makanya kami pikir mungkin perlu klarifikasi," ujarnya.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved