Sabtu, 4 Oktober 2025
Deutsche Welle

Bagaimana Pemilu Legislatif akan Berimbas pada Komitmen Iklim Eropa?

Uni Eropa merayakan UU Konservasi Alam sebagai sebuah pencapaian besar. Namun pakar meragukan komitmen iklim Eropa, akibat pemilu…

Deutsche Welle
Bagaimana Pemilu Legislatif akan Berimbas pada Komitmen Iklim Eropa? 

Selama lima tahun terakhir, Undang-undang Lingkungan Hidup disahkan melalui parlemen berkat mayoritas "koalisi besar” yang terdiri dari EPP dan S&D, dengan dukungan dari kaum liberal, hijau, dan sayap kiri, kata Dennison.

Namun partai-partai sayap kanan seperti AfD Jerman atau Rassemblement National di Prancis ingin membatalkan Kesepakatan Hijau UE, dengan dalih terlalu mahal dan akan merusak industri di dalam negeri, serta meningkatkan ongkos produksi bagi para petani.

"Tidak lagi mudah untuk mendapatkan mayoritas dalam hal ini, dan secara umum akan ada lebih banyak kebutuhan untuk bergantung pada kelompok sayap kanan,” kata Dennison.

Para analis mengaku ragu atas kemampuan UE menyepakati isu-isu paling kontroversial mengenai perlindungan keanekaragaman hayati, atau reformasi untuk pertanian berkelanjutan. Pemungutan suara mengenai Undang-Undang Restorasi Alam tahun lalu mengisyaratkan bahwa keretakan politik sudah terlihat.

Di bawah tekanan dari para petani dan kelompok konservatif, EPP melancarkan aksi blokade selama delapan jam untuk menunda pengesahan undang-undang. Sebagian partai koalisi akhirnya meniru sikap partai-partai populis dengan menentang naskah yang sudah dilunakkan.

Dengan diadakannya pemilu domestik di beberapa negara anggota UE tahun ini, pergeseran ke kanan juga dapat menunda implementasi target iklim UE di tingkat nasional, khususnya yang berdampak pada individu dan pelaku usaha kecil.

"Kita memerlukan banyak kemajuan di beberapa bidang,” kata Dennison kepada DW, merujuk pada elektrifikasi transportasi, konstruksi dan renovasi bangunan, serta efisiensi energi.

Ongkos hambatan kebijakan iklim

Pada saat yang sama, UE tidak bisa menunda implementasi solusi perlindungan iklim, karena selama ini berjalan terlalu lambat, kata Badan Lingkungan Hidup Eropa, EEA. UE diklaim tidak siap menghadapi konsekuensi pemanasan global seperti kekeringan, kekurangan air, badai, banjir, hilangnya keanekaragaman hayati dan kenaikan permukaan air laut.

Dan petani adalah garda terdepan. Di musim panas yang ekstrem pada tahun 2022, kekeringan melanda sekitar 22 persen lahan pertanian Eropa, yang mengakibatkan gagal panen. Panen yang lebih sedikit dapat menyebabkan harga pangan lebih tinggi atau yang disebut sebagai fenomena "inflasi gelombang panas”.

Cuaca ekstrem dan perubahan iklim telah menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 0,5 triliun Euro selama 40 tahun terakhir di Eropa. Dan kerusakan diyakini akan terus memburuk di masa depan.

Analis Neil Makaroff mengatakan, komitmen iklim akan mampu menarik investasi berskala besar di bidang energi terbarukan, baterai, dan manufaktur berkelanjutan.

EEA memperkirakan, kebutuhan dana investasi mencapai lebih dari 500 miliar Euro per tahun antara tahun 2021 dan 2030. Dia juga menambahkan bahwa transisi ramah lingkungan akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Sebuah riset memperkirakan, ekonomi hijau akan menambah 2,5 juta lapangan kerja di Uni Eropa pada tahun 2030.

"UE tidak akan dipandang sebagai aktor yang kredibel di tingkat internasional,” kata Makaroff kepada DW. Karena negara lain sudah melihat transformasi menuju dekarbonisasi industri sebagai aset ekonomi strategis. "Mereka tidak menunggu UE,” imbuhnya.

rzn/as

Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved