Sabtu, 4 Oktober 2025
Deutsche Welle

Bagaimana Pemilu Legislatif akan Berimbas pada Komitmen Iklim Eropa?

Uni Eropa merayakan UU Konservasi Alam sebagai sebuah pencapaian besar. Namun pakar meragukan komitmen iklim Eropa, akibat pemilu…

Deutsche Welle
Bagaimana Pemilu Legislatif akan Berimbas pada Komitmen Iklim Eropa? 

Konvoi traktor menyumbat jalan-jalan di ibu kota Eropa, para petani membakar ban dan menumpahkan kotoran ternak ke jalan: Protes massal menentang kebijakan hijau di sektor pertanian menjadi tamparan bagi ambisi iklim Uni Eropa.

Menjelang pemilihan legislatif pada bulan Juni mendatang, Parlemen Eropa di Strassbourg melunakkan Undang-Undang Restorasi Alam di bawah tekanan para petani, serta di tengah meningkatnya suara populis dan ekstrem kanan.

UU Restorasi Alam bertujuan untuk merehabilitasi 20 persen kawasan alam Eropa hingga tahun 2030 dan memperkuat target keanekaragaman hayati untuk lahan pertanian.

UU tersebut merupakan bagian dari Kesepakatan Hijau UE, yang berisi paket kebijakan untuk mendorong dekarbonisasi ekonomi dan energi selambatnya hingga tahun 2050.

Legislasinya masih bisa digagalkan di tahap akhir, dengan sejumlah negara sudah lebih dulu menyatakan penolakan.

Situasinya jauh berbeda dengan pemilu Eropa tahun 2019, ketika ratusan ribu anak muda turun ke jalan untuk menuntut aksi iklim.

Tidak lama setelahnya, Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen meluncurkan Kesepakatan Hijau yang ambisius dan mengibaratkannya sebagai "momen pendaratan bulan bagi Eropa".

Sejak itu, UE telah menerbitkan serangkaian legislasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, termasuk larangan penjualan mobil yang digerakkan bahan bakar fosil mulai tahun 2035 dan reformasi pasar karbon.

Kebijakan-kebijakan tersebut kemungkinan besar tidak akan dicabut.

Namun suasana baru ini menimbulkan pertanyaan tentang masa depan agenda lingkungan hidup UE setelah pemilu.

Para analis memperingatkan, banyak pihak yang menggunakan kebijakan iklim sebagai kambing hitam politik, dan menyalahkan kebijakan tersebut sebagai penyebab kenaikan harga energi dan kenaikan biaya hidup.

"Kami tahu bahwa argumen-argumen tersebut biasanya digunakan untuk melakukan polarisasi secara maksimal sebelum pemilu Eropa dan oleh karena itu untuk menarik sejumlah pemilih,” kata Neil Makaroff, analis politik dari lembaga pemikir Strategic Perspectives yang berbasis di Brussels.

Kebijakan iklim di bawah tekanan

Jajak pendapat pemilu terbaru meramalkan dominasi kedua koalisi terbesar di Parlemen Eropa, yakni Partai Rakyat Eropa, EPP, dan kelompok Sosialis dan Demokrat, S&D.

Meski demikian, elektabilitas partai-partai populis kanan yang cenderung anti-iklim justru semakin menguat.

"Meski bukan kelompok terbesar di parlemen, penambahan kekuatan kelompok populis kanan akan secara signifikan mengubah kalkulasi politik di Strassbourg," kata Susi Dennison, peneliti kebijakan senior di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, ECFR.

Halaman
12
Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved