PM Hasina Diprediksi Menang Pemilu, Warga Bangladesh Resahkan Ekonomi
PM Bangladesh, Sheikh Hasina, diperkirakan kembali duduki masa jabatannya setelah partainya memenangkan hampir 75% kursi parlemen.…
Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina diperkirakan akan menduduki masa jabatan keempat berturut-turut, demikian menurut sebuah lembaga hitung cepat pemungutan suara, Senin (08/01). Pada pemilu yang digelar Minggu (07/01) tersebut, partainya memenangkan hampir 75% kursi dalam pemilihan umum yang diboikot oleh oposisi utama.
Berdasarkan hasil awal, Partai Liga Awami yang dipimpin Hasina memenangkan lebih dari 50% dari 300 kursi parlemen, kata seorang perwakilan komisi pemilihan umum pada Minggu (07/01) malam. Di 208 daerah pemilihan yang hasilnya sudah tersedia, partai tersebut memperoleh 152 kursi.
Menurut Komisi Pemilihan Umum Bangladesh, hanya sekitar 40% dari sekitar 120 juta pemilih yang memenuhi syarat datang untuk mencoblos.
Pemilu di Bangladesh diwarnai boikot oleh partai opisisi, dan dibayangi berbagai insiden kekerasan. Para kritikus menuduh Hasina menindas pihak oposisi dan merusak proses pemilu yang bebas dan adil.
Sheikh Hasina dan partainya, Liga Awami, mengincar masa jabatan keempat berturut-turut. Masa jabatan Hasina diwarnai dengan penangkapan massal terhadap lawan-lawan politiknya dan sanksi hak asasi manusia terhadap pasukan keamanannya.
Pemimpin partai oposisi yakni BNP, Khaleda Zia, 78, saat ini tengah dirawat di rumah sakit karena kondisi kesehatan yang buruk. Banyak pemimpin penting dari Partai BNP juga berada di balik jeruji besi.
BNP memboikot pemilu tersebut dan mengatakan bahwa mereka tidak percaya pada pemerintahan perdana menteri untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil. Sebelumnya, partai yang berkuasa juga menolak tuntutan oposisi terhadap pendirian pemerintahan sementara yang netral untuk mengawasi pemilu.
Ekonomi, kekhawatiran utama rakyat Bangladesh
Banyak warga asal Bangladesh di seluruh negeri tampaknya lebih mengkhawatirkan isu-isu seperti inflasi dan pembangunan ekonomi dibandingkan pluralitas politik.
Smriti Rani Das bekerja di sebuah pabrik garmen di Mohammadpur, pinggiran ibu kota, Dhaka, selama lebih dari dua tahun. Penghasilannya per bulan mencapai 8.700 taka (sekitar Rp1,2 juta), sedikit lebih tinggi dari upah minimum industri.
Sektor tekstil sangat penting bagi perekonomian negara ini. Sekitar 3.500 pabrik garmen menyumbang sekitar 85% dari $55 miliar ekspor tahunannya, memasok banyak merek terkemuka dunia termasuk Levi's, Zara dan H&M.
Dalam beberapa bulan terakhir, ribuan pekerja di Bangladesh melangsungkan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut upah lebih tinggi. Demonstrasi tersebut membuat pihak berwenang menaikkan upah bulanan minimum bagi pekerja garmen menjadi 12.500 taka (sekitar Rp1,8 juta). Namun beberapa pengunjuk rasa mengatakan kenaikan sebesar 56% itu terlalu kecil. Mereka menuntut minimum 23.000 taka (sekitar Rp3,3 juta).
Smriti Rani Das dan suaminya, yang juga seorang pekerja tekstil, harus menghidupi keluarganya yang berjumlah lima orang. Mereka mengatakan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Pendidikan anak saya semakin mahal. Harga beras, sayur mayur dan minyak goreng naik. Sulit bagi kami untuk mengatasi kenaikan harga dengan pendapatan kami," katanya.
Laporan Bank Dunia baru-baru ini mengatakan bahwa kenaikan harga pangan merupakan kekhawatiran utama bagi 71% keluarga Bangladesh. Inflasi pangan mencapai lebih dari 12,5% pada bulan November, tertinggi dalam satu dekade. Meningkatnya harga pangan dan komoditas mengancam akan mendorong banyak warga Bangladesh kembali ke jurang kemiskinan.
Inflasi merugikan masyarakat miskin
Khokon, penarik becak di Dhaka, juga khawatir dengan kenaikan harga. "Kami tidak bisa mendapatkan uang seperti dulu. Penumpang membayar kami lebih sedikit sekarang karena mereka tidak punya cukup uang untuk dibelanjakan," katanya kepada DW.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.