Satu tahun Tragedi Itaewon: Kisah para penyintas yang terus dihantui pesta Halloween mematikan di Korsel
Bukan saja karena tak mendapat bantuan psikologis dari pemerintah, para penyintas dan keluarga korban terus merasakan kepedihan karena…
"Mereka belum mengadakan satu pertemuan pun untuk menjelaskan apa yang terjadi dan berkata, 'lihat, kami benar-benar minta maaf'.
"Itu saja sudah cukup untuk meringankan rasa sakit," ujarnya.
Usai tragedi itu, pemerintah mendirikan pusat trauma untuk memberikan layanan psikologi kepada para penyintas. Jin-sung menerima pesan singkat seminggu sekali yang menawarkan dukungan, tapi dia belum pernah memberi jawaban.
"Itu dijalankan oleh pemerintah, dan saya tidak terlalu percaya pada pemerintah, jadi saya tidak nyaman pergi ke sana," ujarnya.
Bagi seorang penyintas bernama Lee Jae-hyun (16 tahun), trauma tersebut terbukti terlalu berat untuk ditanggung. Dia terjepit di tengah kerumunan bersama sahabat dan pacarnya, tak berdaya menyaksikannya kehilangan kesadaran, sebelum dia juga berhenti bernapas.
Dari ranjang rumah sakit, malam itu dia mengetahui bahwa kekasih dan temannya telah meninggal. Keduanya adalah korban termuda dalam kejadian tersebut.
Setelah 43 hari, Jae-hyun bunuh diri, menjadikannya korban nomor 159.
"Dia benar-benar anak yang berbeda setelah tragedi itu", kata ibunya, Song Hae-jin.
"Sebelumnya dia adalah anak yang ceria dan banyak bicara. Setelah itu, dia hampir tidak pernah berbicara. Dia duduk sendirian di kamarnya, tidak bisa tidur," ujar Hae-jin.
Tidak ada peringatan resmi untuk para korban Tragedi Itaewon. Keluarga mereka bergiliran menjaga altar yang dihiasi foto-foto korban. Mereka mencegah otoritas memindahkan altar setelah sebelumnya mengeluarkan ancaman resmi.
Hae-jin menyebut hubungan antara keluarga dan pihak berwenang bermasalah. Setelah kejadian tersebut, dia mengeklaim dikucilkan karena berbagai pihak berwenang berusaha menghindari tanggung jawab.
Tak lama setelah Tragedi Itaewon, beberapa kalangan bahkan menuding para penyintas dan korbanlah yang harus disalahkan. Hae-jin teringat betapa hal ini membuat putranya kesal.
"Pada akhirnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang gagal menjalankan tugasnya untuk melindungi nyawa masyarakat. Tidak ada pertanggungjawaban sama sekali," tuturnya.
"Untuk menyembuhkannya, mereka perlu memperjelas mengapa ini terjadi dan siapa yang bertanggung jawab," kata dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.