Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Dilema Israel Luncurkan Serangan Darat ke Jalur Gaza, Ancaman Hizbullah Terus Mengintai dari Utara

Bentrokan yang terjadi secara bersamaan dengan kelompok pejuang Hizbullah Lebanon di utara Israel menunjukkan bahwa Tel Aviv berada dalam dilema.

AFP/JALAA MAREY
Tank Merkava Israel meluncur di jalan di pinggiran kota utara Kiryat Shmona dekat perbatasan dengan Lebanon pada 8 Oktober 2023. Hizbullah Lebanon dan Israel mengatakan mereka saling baku tembak lintas batas pada 8 Oktober, saat Israel melawan pejuang Hamas, di sisi selatannya sehari setelah pejuang Palestina menyerbu perbatasan Gaza. (JALAA MAREY / AFP) 

TRIBUNNEWS.COM, YERUSALEM - Israel telah melancarkan “pengepungan total” terhadap Gaza, seperti yang diperkirakan.

Langkah ini merupakan balasan Tel Aviv atas serangan kelompok pejuang Hamas pada 7 Oktober lalu, yang disebut banyak pihak sebagai serangan yang belum pernah dirasakan Israel sebelumnya.

Israel pun meluncurkan serangan udara yang bahkan lebih parah dari serangan yang biasa mereka lakukan selama bentrokan dengan Palestina.

Israel juga mengancam akan melakukan invasi darat ke jalur Gaza.

Namun hampir sepekan perang berlangsung, belum ada tanda-tanda serangan darat ke tersebut.

Namun bentrokan yang terjadi secara bersamaan dengan kelompok pejuang Hizbullah Lebanon di utara Israel menunjukkan bahwa Tel Aviv berada dalam dilema.

Mereka disebut masih mengkalkulasi matang, apakah akan memasuki Gaza atau secara paralel menghadapi serangan Hizbullah yang bahkan lebih parah di front utaranya.

Hal ini menunjukkan kedua kelompok perlawanan tersebut mengoordinasikan tindakan mereka untuk menekan Israel.

Hizbullah telah mengancam akan menyerang dari utara jika Israel secara fisik masuk ke Gaza.

Sejumlah analis militer internasional mengatakan, masuk akal jika kelompok Lebanon itu menciptakan titik tekanan dalam koordinasi strategis dengan Hamas.

Tujuannya tampaknya untuk mencegah Tel Aviv melakukan serangan darat ke Gaza dan mengambil risiko Hizbullah membuka front kedua di utara, sehingga akan menguras sumber daya militer Israel.

Namun, perlu dianalisa apakah Israel memang mempertimbangkan operasi darat.

Purnawirawan Jenderal AU India, Marsekal Udara Anil Chopra, yang kini menjabat Direktur Jenderal Pusat Studi Kekuatan Udara (CAPS), mengatakan kampanye udara besar-besaran untuk menghancurkan wilayah musuh sebelum melakukan serangan darat bukanlah hal yang aneh.

“Untuk operasi semacam ini, Israel harus sepenuhnya memusnahkan dan melunakkan sebanyak mungkin target darat sebelum secara fisik memasuki Gaza. Bukan hal yang aneh jika invasi darat didahului dengan serangan udara,” katanya kepada EurAsian Times.

Namun hal ini juga menimbulkan pertanyaan bahwa Hamas tidak terkejut karena mereka terbiasa beroperasi di wilayah yang tidak bersahabat secara permanen.

Bertahan dari pemboman saat ini hanyalah perpanjangan dari kebiasaan tersebut. Oleh karena itu, apakah kampanye udara Israel tidak proporsional dan terkesan berlebihan? Marsekal Udara Chopra tidak berpikir demikian.

“Israel sudah memblokade Gaza dari darat dan laut. Jadi, tidak ada yang bisa masuk atau keluar tanpa kendali Israel. Kedua, Israel juga memutus aliran listrik, makanan, dan bahan bakar ke Gaza. Sumber daya dasar ini merupakan kebutuhan bagi semua orang, terutama tentara, baik mereka yang bertahan maupun yang menyerang."

“Hamas semakin membutuhkannya karena mereka bersembunyi di sebidang tanah untuk bertahan dari pengepungan. Jika berbicara dari sisi Israel, untuk menghancurkan Hamas, semua infrastruktur pendukung dan sarana kelangsungan hidup harus diputus,” tambah Chopra.

Hizbullah adalah faktor X

Dr. Syed Mohammed Murtaza, pakar urusan Iran dan Asia Tengah, menyoroti peran Hizbullah dalam konflik Israel Palestina.

“Hizbullah telah memperingatkan akan adanya intervensi dari pihak mereka jika Israel masuk ke Gaza,” kata dia.

Murtaza meyakini Hizbullah memiliki kekuatan yang tidak bisa diremehkan.

Ia setuju dengan pendapat yang mengatakan Israel tidak akan melakukan pergelaran militer masif di utara yang berbatasan dengan Lebanon jika Hizbullah kemampuan mengancam mereka.

Laporan tentang gerakan militer Israel mengarah pada hal ini. Pada malam tanggal 8 Oktober, IDF dilaporkan mendorong lebih banyak unit lapis baja ke utara di Galilea, lebih banyak daripada penempatan ke Gaza yang menghadap ke selatan.

Malam berikutnya, pada tanggal 9 Oktober, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memerintahkan tentara untuk bersiap mengevakuasi pemukiman di dekat perbatasan Lebanon untuk mengantisipasi “kondisi keamanan yang memburuk.”

Pada waktu yang hampir bersamaan, muncul laporan tentang serangan Israel di desa Marwahin, selatan Lebanon.

Menurut Murtaza, bentrokan kecil Hizbullah dengan IDF di utara menunjukkan bahwa kelompok Syiah pun “membutuhkan waktu untuk bersiap dan memobilisasi” setelah serangan mendadak Hamas.

Hal ini juga menunjukkan keyakinan bahwa Hamas bertindak sendiri tanpa memberi isyarat atau menerima dukungan material dari sekutu simpatiknya, Iran dan Hizbullah. Pernyataan mereka mencerminkan bahwa mereka terkejut, meski senang.

Setiap mobilisasi yang dilakukan Hizbullah dan koordinasi dengan Hamas sebelumnya akan mencerminkan bagaimana Hizbullah mengambil posisi di sepanjang perbatasan selatan (utara Israel) segera setelah serangan multifront yang menakjubkan dan luas dari Hamas.

Ali Barakeh, seorang pemimpin Hamas yang berbasis di Lebanon, menjelaskan bagaimana hanya setengah lusin komandan tertinggi Hamas yang mengetahui operasi tersebut.

"Bahkan sekutu terdekat kelompok tersebut tidak diberitahu sebelumnya mengenai waktunya,” menurut sebuah laporan di Zaman Israel.

“Dia membantah pejabat keamanan Iran membantu merencanakan serangan itu atau memberikan lampu hijau pada pertemuan di Beirut,” tambah laporan itu.

Meskipun mengakui bahwa Iran dan Hizbullah telah membantu Hamas, ia mengklarifikasi bahwa sejak perang Gaza tahun 2014, “Hamas telah memproduksi roket dan melatih para pejuangnya.”

Sementara itu, peran Iran telah dikesampingkan oleh Washington sendiri, dan juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC) John Kirby mencatat adanya “tingkat keterlibatan” Iran karena dukungannya selama bertahun-tahun terhadap Hamas.

Namun dalam kasus ini, AS belum “melihat bukti kuat dan nyata bahwa Iran terlibat langsung dalam partisipasi atau penyediaan sumber daya, merencanakan serangkaian serangan kompleks yang dilakukan Hamas pada akhir pekan.”

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved