Kamis, 2 Oktober 2025

Pulau Rempang: ‘Kami tidak akan pindah meski kami terkubur di situ’

Perwakilan masyarakat dari 16 kampung adat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, menyatakan sikap mereka yang menolak direlokasi “tak…

BBC Indonesia
Pulau Rempang: ‘Kami tidak akan pindah meski kami terkubur di situ’ 

Dia mengeklaim posko yang didirikan adalah "posko kesehatan".

"Ini untuk mendekatkan rasa kemanusiaan Polri dengan masyarakat Rempang. Kan pasca-kejadian orang pastri trauma dong. Dalam kesempatan ini, kalau ada tindakan Polri yang membuat masyarakat tidak nyaman, kami mohon maaf," kata Pandra ketika ditanya alasan polisi mendirikan posko-posko tersebut.

Sementara itu, polisi juga telah menangkap 43 orang dalam unjuk rasa yang berujung ricuh pada Senin (11/9) karena “diduga melawan petugas dan berbuat anarkis”.

Sebelumnya, delapan orang juga telah ditangkap dalam kericuhan yang terjadi pada 7 September. Unjuk rasa pada Senin, salah satunya menuntut agar mereka yang ditangkap dibebaskan.

Namun Pandra mengatakan bahwa kasus hukum mereka “tetap berlanjut” dan yang dilakukan polisi hanyalah penangguhan penahanan.

"Penangguhan penahanan itu tidak membatalkan unsur pidana yang disangkakan, dengan jaminan mereka bisa mengajak kelompoknya agar tidak turun ke jalan, apalagi sampai terulang aksi anarkis tanggal 7," jelas Pandra.

"Tapi kalau sampai ditemukan di kelompok mereka itu tetap memprovokasi dan menyerang petugas, bahkan akan lebih banyak lagi yang kami tahan."

Presiden utus Menteri Bahlil

Menanggapi bentrokan yang terjadi di Rempang, Presiden Jokowi mengatakan hal itu karena "komunikasi yang kurang baik".

"Saya kira kalau warga diajak bicara, diberikan solusi," kata Jokowi.

Jokowi juga akan mengutus Menteri Bahlil untuk menjelaskan kepada warga terkait proyek strategis nasional ini. Rencananya, Bahlil akan datang ke Kepulauan Riau pada Rabu atau Kamis ini.

Secara terpisah, Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, mengimbau masyarakat “untuk menjaga situasi di Kepulauan Riau tetap kondusif dalam rangka menjamin keberlangsungan investasi”.

Dalam konferensi pers di Batam, Ansar juga meminta masyarakat untuk “tidak mudah terpancing oleh provokasi” dan “isu-isu miring”.

“Kita berdoa semoga Kepri tetap aman dan damai, dapat melanjutkan pengembangan investasi dan dapat membangun provinsi ke depan dan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kepri,” kata Ansar.

‘Untuk siapa pembangunan itu?’

Namun para pegiat HAM dan lingkungan mempertanyakan tujuan pembangunan dari proyek investasi senilai Rp381 triliun hingga 2080 yang merupakan kerja sama BP Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG).

“Sebenarnya untuk siapa pembangunan itu? Investasi itu untuk siapa kalau rakyatnya sendiri harus diusir dari tempat itu?" kata Zenzi dari Walhi.

Menurutnya, pemerintah harus transparan terkait perhitungan keuntungan dari investasi itu dan dampak ekonominya bagi masyarakat.

"Jangan-jangan [investasi itu] lebih kecil angkanya dari nilai ekonomi di Rempang itu sendiri. Negara sudah hitung belum ekonomi 7000-an kepala keluarga itu berapa totalnya?" tutur Zenzi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengatakan apa yang terjadi di Rempang juga "bukan sekadar relokasi masyarakat", melainkan "perampasan tanah rakyat" yang dilakukan "secara struktural oleh pemerintah" melalui kerangka PSN.

"Label, judul bahwa apa yang dilakukan di Pulau Rempang itu adalah PSN harus dicabut. Segala upaya yang dilakukan BP Batam yang dibekingi aparat harus dihentikan," kata dia.

Kasus di Rempang juga menambah daftar panjang konflik agraria yang disebabkan oleh PSN. Menurut catatan KPA, terdapat 35 kasus konflik agraria yang disebabkan oleh pembangunan PSN.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved