Minggu, 5 Oktober 2025

'Saya merasa tercekik, saya muntah di malam hari' - cerita perempuan India menghadapi gelombang panas

Pada Mei 2010, Ahmedabad diterjang gelombang panas. Dari 1.344 orang meninggal dunia dalam sepekan, 53% di antaranya adalah perempuan.…

Namun, cara ini tidak bisa mencegah Pinky merasa tidak enak badan. "Kadang-kadang saya merasa tercekik...Saya muntah di malam hari," katanya.

"Di dalam terlalu panas... Beberapa anak mimisan dan muntah karena panas." Satu-satunya jalan keluar adalah minum limun dan minum antasida untuk melawan rasa mualnya.

Pada April, Rencana Aksi Panas Jodhpur diluncurkan oleh Perusahaan Kota Jodhpur Utara, MHT, dan Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam (NRDC) India.

Rencana tersebut mencakup penilaian kerentanan panas yang dibuat dengan menganalisis data dari citra satelit, sensus, dan survei lokal sebelum menetapkan skor risiko panas untuk setiap lingkungan.

Di Badi Bhil Basti, Ravti, dan Meghwal Basti, di mana MHT mengecat atap rumah penduduk, semuanya memiliki skor sangat tinggi sembilan dari 10.

Risiko ini berasal dari kombinasi kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi, kurangnya jalan yang layak, air, dan vegetasi di daerah-daerah tersebut.

Pinky dan perempuan lain di Jodhpur dan Ahmedabad mengatakan mereka mengalami dehidrasi dan tubuh yang lemas karena panas yang ekstrem.

Itu hanyalah beberapa gejala penyakit yang berhubungan dengan panas, seperti sengatan panas, kelelahan akibat panas, pingsan, dan ruam panas. Para perempuan juga mengalami komplikasi kehamilan karena panas yang ekstrem.

Para perempuan yang tinggal di daerah kumuh sangat rentan terhadap tekanan panas, kata Dharmistha Chauhan, pakar gender dan inklusi sosial di Bank Pembangunan Asia.

Pada Mei 2010, Ahmedabad diterjang gelombang panas. Dari 1.344 orang meninggal dunia dalam sepekan, 53% di antaranya adalah perempuan. Saat itu suhunya mencapai 46,8 derajat Celsius.

Pada 2021, Homenet South Asia, sebuah jaringan organisasi pekerja berbasis rumahan, mensurvei lebih dari 200 perempuan di daerah kumuh dan permukiman informal di India, Bangladesh, dan Nepal untuk memahami bagaimana perubahan iklim mempengaruhi mereka.

Penelitian yang dipimpin oleh Chauhan ini menemukan 43% perempuan dilaporkan mengalami kehilangan pendapatan tunai.

Sementara 41% mengatakan produktivitas mereka berkurang dan sebagian besar disebabkan oleh perubahan iklim, terutama kenaikan suhu.

Perempuan cenderung bekerja di siang hari, di waktu terpanas. Oleh karena itu, panas yang menyesakkan berdampak langsung pada kapasitas perempuan untuk bekerja, kata Chauhan.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved