Mengapa karyawan bisa menang menghadapi perusahaan dalam mempertahankan WFH?
Ketika aturan untuk kembali bekerja di kantor mulai diterapkan, para pekerja mengancam akan berhenti. Dalam beberapa kasus, mereka…
“Sementara para karyawan telah belajar bahwa mereka bisa sama produktifnya dengan bekerja dari rumah sehari-hari, pemberi kerja masih lebih melihat ke peluang masa depan yang dibawa oleh aktivitas tatap muka,” kata Link.
“Itu berarti para pekerja kemungkinan akan terus menyuarakan keprihatinan mereka tentang kewajiban penuh kembali ke kantor, sementara manajer tidak mungkin berhenti untuk meminta karyawan mereka kembali ke kantor.”
Kebuntuan dapat bertahan bahkan ketika menghadapi PHK.
Ryan Luby, pakar senior dan mitra rekanan di perusahaan konsultan McKinsey & Company, yang berbasis di New York, mengatakan meskipun peningkatan pengangguran dapat memberi pengaruh yang lebih besar kepada perusahaan - yang mengarah pada peningkatan kehadiran di kantor - ekspektasi pekerja terhadap fleksibilitas tetap ada.
Dia mengutip survei McKinsey pada Juli 2022 terhadap 13.532 pekerja global yang menunjukkan bahwa fleksibilitas berada tepat di belakang gaji sebagai motivator untuk bertahan dalam suatu pekerjaan.
“Di dunia yang bekerja secara fleksibel, waktu perjalanan diserahkan kembali kepada karyawan untuk bekerja, beristirahat, dan bersantai. Kemudian gabungkan dengan tujuan kantor: jika itu tidak fantastis, dan tidak lebih baik daripada bekerja dari meja dapur dan bisa tidur lebih lama, orang tidak akan mau menerima pekerjaan itu.”
Para pengusaha juga menyadari hal ini, tambah Luby. Itulah sebabnya, di bursa tenaga kerja yang masih kompetitif (Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa 339.000 lapangan pekerjaan pada Mei 2023), banyak yang terus menawarkan fleksibilitas sebagai alat perekrutan.
“Mempekerjakan manajer masih perlu memenuhi preferensi talenta terbaik – dan mereka cenderung mengharapkan fleksibilitas,” ujarnya.
Ketika ketidaksepakatan pemberi kerja dan karyawan terus berlanjut, kemungkinan jalan tengahnya adalah kebijakan kerja hibrida. Tetap saja, para pekerja dan bos mereka sulit untuk menyetujui jumlah hari yang harus dihabiskan di kantor.
Karena semakin banyak perusahaan mengingkari kesepakatan kerja jarak jauh dan menetap pada model tiga hari masuk kantor dalam seminggu, para pekerja masih memprioritaskan fleksibilitas mereka.
Dalam survei terhadap 30.878 pekerja global pada 2022 oleh firma Leesman, yang dilihat oleh BBC Worklife, tercatat 41% berniat bekerja di kantor hanya satu hari dalam seminggu, bukan tiga hari
Para pengusaha kemungkinan besar akan selalu kalah jumlah dengan para pegawai – yang berarti karyawanlah yang memperpanjang proses kembali ke kantor.
Situasi ini membuat para karyawan tetap berada di atas angin hingga saat ini.
“Kami mengharapkan ketidaksepakatan antara ekspektasi pemimpin dan karyawan tentang seberapa sering mereka harus menghadiri tempat kerja akan terus berlanjut,” kata Link.
“Mandat kembali ke kantor diperdebatkan dalam banyak kasus – ini adalah negosiasi yang sedang berlangsung.”
Versi bahasa Inggris artikel ini yang berjudul Why workers are still winning the return-to-office fight dapat Anda baca di BBC Worklife.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.