Sabtu, 4 Oktober 2025

THR belum dibayar, sejumlah pekerja rayakan Idulfitri 'seadanya', Kemenaker dinilai 'lambat' dan 'tidak tegas' menindak

Sejumlah pekerja belum menerima tunjangan hari raya (THR), meski tenggat waktu yang diberikan pemerintah telah berakhir pada Sabtu…

Padahal dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, pekerja yang masa kerjanya habis satu bulan sebelum hari raya tetap berhak mendapatkan THR.

Dalam kasus-kasus ini, mayoritas perusahaan pun mengaku sedang merugi sehingga tidak bisa membayarkan THR sesuai ketentuan.

Kebijakan Menaker "yang selalu berubah-ubah" terkait THR pun dinilai berkontribusi menyebabkan tidak ada kepastian bagi hak pekerja, kata Emilia dari GSBI.

Misalnya ketika pada masa pandemi lalu pemerintah mengizinkan THR boleh dicicil, ada perusahaan-perusahaan yang menginterpretasikan bahwa pembayarannya menjadi boleh dicicil, atau bahkan dikurangi sesuai kondisi "situasional" perusahaan.

GSBI menemukan laporan terkait sebuah perusahaan Sukabumi yang hanya memberikan THR sebesar Rp300.000 kepada pekerjanya pada tahun ini dengan dalih "alasan situasional".

"Ada juga perusahaan yang membayar Rp800.000 saja kepada buruh yang sudah bertahun-tahun kerja di perusahaan yang sama hanya karena dia berstatus kontrak," kata Emilia.

"Padahal kebijakan pembayaran THR itu bukan mengacu pada status kerja, tapi masa kerja," ujarnya.

Ketika dikonfirmasi terkait aduan-aduan pembayaran THR ini, Wakil Ketua Apindo DKI Jakarta, Nurjaman, mengaku belum mendapat laporan terkait anggota asosiasi mereka.

“Kami juga belum dapat tembusan dari Kemnaker perusahaan mana yang tidak memberikan THR. Bisa saja tidak membayar atau memang belum membayar. Itu beda."

"Kalau belum membayar sebelum hari lebaran, mungkin karena kondisi sekarang belum begitu baik-baik saja, bisa saja mereka masih mencari sumber-sumber keuangan,” jelas Nurjaman.

Secara umum, Nurjaman mengatakan situasi perekonomian di Indonesia sudah cenderung membaik dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya ketika dilanda pandemi.

Oleh sebab itu, dia menyebut perusahaan “semestinya sudah mengalokasikan THR dan mengupayakan bagaimanapun caranya untuk membayar kewajiban ini”.

“Kami harap perusahaan yang belum membayar, segera bayar. Kami tahu tidak semua perusahaan tidak baik-baik, ada juga yang sampai saat ini untuk menutupi gaji pun susah,tapi kita harus beri kesempatan bagi para pekerja untuk merayakan hari rayanya,” ujar Nurjaman.

Posko aduan sebatas 'lip service'

Upaya Kemenaker membangun posko aduan dari tahun ke tahun dinilai sebatas "lip service", karena tidak diiringi dengan tindaklanjut yang transparan dan sanksi yang tegas bagi perusahaan yang melanggar.

"Apa hasilnya? Apakah Menaker pernah mempublikasikan berapa banyak perusahaan yang melanggar dan tidak membayarkan THR-nya?" kata Emilia.

Perusahaan yang melanggar semestinya diberi sanksi berupa peringatan, denda, hingga sanksi pidana apabila tidak memenuhi hak karyawan untuk menerima THR.

Pengawas ketenagakerjaan biasanya akan memberi nota pemeriksaan setelah menyampaikan peringatan.

Jika nota pemeriksaan itu tidak dilaksanakan, maka perusahaan bisa dedenda sebesar 5%.

Namun menurut Mustafa dari LBH Pers, pada kenyataanya kasus-kasus yang diadukan sering kali tidak ditindaklanjuti atau sulit ditelusuri.

"Banyak dari klien kami yang akhirnya tetap tidak menerima haknya," kata dia.

“Kami melihatnya pemerintah tidak tegas menegakkan sanksinya. Padahal adanya laporan-laporan ini seharusnya ditindaklanjuti, tidak bisa hanya jadi sebatas laporan saja,” ujar Mustafa.

Sementara itu, Timboel Siregar menilai pemerintah "seolah sengaja membiarkan" pelanggaran-pelanggaran terkait ini terus berulang.

Itu karena laporan-laporan baru selalu muncul di saat penyelesaian dari kasus-kasus yang dilaporkan sebelumnya pun "tidak jelas".

Padahal, menurut Timboel, ada kecenderungan sebagian pelanggaran dilakukan oleh perusahaan yang sama.

"Pemerintah kan punya data perusahaan apa saja yang melanggar, sampai sejauh mana penyelesaiannya? Apakah dibawa ke pengadilan hubungan industrial atau bagaimana?"

"Semestinya didata perusahaan si A, si B, dan si C yang melanggar, sekarang mau bayar THR lagi, datangi dong H-30, kemarin melanggar, sekarang wajib bayar. Jadi ada tindakan persuasif, sampai tegas," kata Timboel.

Dia juga menyoroti lambatnya Kemenaker menindaklanjuti laporan-laporan tersebut.

Dari 1.394 aduan yang masuk, Kemenaker sendiri menyatakan bahwa baru 36 aduan yang ditindaklanjuti oleh pengawas ketenagakerjaan.

"Artinya yang difollow up sejak buka pengaduan tanggal 28 Maret hanya segitu, itu pun kita tidak pernah tahu ditindaklanjuti itu apakah akhirnya dibayar, dibayar setengah, atau lanjut ke pengadilan?"

Belum lagi sanksi yang biasa dikenakan kepada perusahaan pelanggar pun biasanya "lemah" dan hanya berupa teguran administratif.

Pada akhirnya, kata Timboel, para pekerja ini tidak dapat menikmati THR sebagai haknya saat merayakan Idulfitri.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved