Konflik Rusia Vs Ukraina
Ribuan Warga Jerman Menentang Pengiriman Senjata ke Ukraina: Hentikan Pembunuhan
Ribuan orang di Jerman melakukan unjuk rasa terkait pengiriman senjata ke Ukraina. Di Berlin, puluhan ribu orang telah berkumpul.
TRIBUNNEWS.COM - Gelombang unjuk rasa terus terjadi di seluruh Eropa untuk memperingati satu tahun invasi Rusia ke Ukraina, Sabtu (25/2/2023).
Salah satu negara yang melakukan unjuk rasa tersebut adalah Jerman.
Ribuan orang di Jerman melakukan unjuk rasa untuk memprotes pemerintah yang terus mengirimkan senjata ke Ukraina.
Dikutip dari The Guardian, polisi memperkirakan ada 13.000 orang saat aksi Pemberontakan untuk Perdamaian, di Gerbang Brandenburg, Jerman.
Aksi tersebut diorganisir oleh Sahra Wagenknecht, anggota pemberontak dari Partai Links, dan juru kampanye feminis veteran Alice Schwarzer.
Penyelenggara mengklaim sebanyak 50.000 ambil bagian. Demonstrasi serupa terjadi di kota-kota Jerman lainnya.
Baca juga: Satu Tahun Perang Rusia-Ukraina, Pengamat Militer: Ada Pelajaran Penting untuk Indonesia
Dalam pidatonya di protes tersebut, Wagenknecht berbicara tentang "awal inisiatif warga" dan "sinyal awal untuk gerakan perdamaian baru yang kuat di Jerman".
Dia mengatakan para demonstran telah dipersatukan oleh fakta bahwa mereka tidak merasa diwakili oleh pemerintah Olaf Scholz dan menteri luar negerinya, Annalena Baerbock atas keputusan mereka untuk menyediakan senjata kepada Ukraina.
Para pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan: 'Helm hari ini, tank besok, lusa anak-anakmu,' mengacu pada cara pemerintah koalisi meningkatkan dukungan militernya untuk Kyiv.
Spanduk lain berbunyi: "Diplomaten statt Grenaten (Diplomat bukan granat)", "Hentikan Pembunuhan" dan "Bukan Perangku, Bukan Pemerintahku".
"Kami seperti budak perang dan penghasut perang," kata Norbert, seorang mantan tentara.
Baca juga: Uni Eropa Umumkan Paket Sanksi ke-10 terhadap Rusia atas Perang di Ukraina
Norbert juga membawa spanduk yang bertuliskan "Musuh sebenarnya duduk di Kota London dan New York".
Jerman, katanya, tidak berhak ikut serta dalam perang lain, setelah perang dunia kedua.
Dikutip dari Al Jazeera, penyelenggara dikritik sebelum protes karena meremehkan hak Ukraina untuk mempertahankan wilayahnya dari agresi Rusia.
Sahra Wagenknecht mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi neo-Nazi di rapat umum tersebut.
Sementara sebagian besar plakat pada protes tersebut mencerminkan posisi tradisional sayap kiri, beberapa peserta membawa spanduk dengan slogan "Amerika pulang".

Baca juga: Perang Rusia di Ukraina, Zelensky Sambut Rencana Perdamaian China tapi Tolak Kompromi dengan Putin
Wagenknecht menuduh pemerintah Jerman berusaha untuk "menghancurkan Rusia", dan mengatakan bahwa Moskow harus diberi "tawaran" untuk melanjutkan pembicaraan damai.
Penulis feminis terkemuka Alice Schwarzer, mengatakan sudah waktunya untuk melihat lebih jauh dari kiri dan kanan.
Kedua wanita itu juga meluncurkan petisi yang mengklaim telah mengumpulkan lebih dari 645.000 tanda tangan.
Para pengunjuk rasa mencemooh setiap kali dia dan Wagenknecht menyebut nama menteri luar negeri Jerman, Annalena Baerbock, yang sangat mendukung pengiriman senjata ke Ukraina.
Konstantin Schneider, seorang akademisi dari Berlin, yang mengatakan dia mengerti bahwa negara-negara di Eropa Timur takut pada Rusia.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-367: Tank Leopard 2 Polandia Pertama Tiba di Ukraina
"Tentu saja Presiden Rusia Vladimir Putin bodoh karena menyerang Ukraina," katanya.
"Tapi kita masih perlu menemukan solusi baru (untuk perang) alih-alih mengatakan tidak ada yang perlu dinegosiasikan," lanjutnya.
Kanselir Jerman, Olaf Scholz mengatakan dalam sebuah wawancara televisi baru-baru ini bahwa dia tidak melihat prospek pembicaraan damai saat ini.
"Kita perlu memahami bahwa presiden Rusia saat ini hanya menerima satu bentuk negosiasi, yaitu (Ukraina) menyerah tanpa syarat dan dia mencapai semua tujuannya," ujar Scholz.
(Tribunnews.com/Whiesa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.