Makin Panas, Militer Rusia 'Kepung' Ukraina dari Darat dan Laut, AS Enggan Terlibat Konflik Terbuka
Konflik antara Rusia dan Ukraina kian memanas setelah ribuan tentara Rusia pada Kamis kemarin memulai latihan 10 hari di Belarus.
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss melakukan kunjungan yang dijadwalkan dengan tergesa-gesa.
Ia bahkan mengulangi peringatan negara Barat bahwa invasi ke Ukraina akan mengakibatkan 'konflik yang berkepanjangan dan berlarut-larut'.
Tidak hanya itu, Truss menegaskan Rusia perlu menarik kembali 130.000 tentaranya yang diperkirakan pejabat AS dan Ukraina telah berkumpul di dekat perbatasan Ukraina.
Mendengar permintaan Truss, Lavrov pun membalas dengan mengulangi pernyataan pemerintah Rusia bahwa langkah Rusia tidak mengancam siapapun, oleh karena itu tidak ada alasan untuk mengurangi eskalasi.
"Pertama-tama, anda harus membuktikan kepada saya bahwa kami lah yang menciptakan situasi tegang ini. Barat berusaha membuat tragedi dari ini, sementara ini justru semakin mirip dengan komedi," kata Lavrov.
Ia menolak gagasan yang menyebut invasi Rusia sebagai perbatasan lelucon.
Sementara itu Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha untuk memberikan nada konstruktif setelah melakukan pertemuan pada Senin lalu dengan Putin selama 5 jam di Moskwa.
Ini menunjukkan bahwa ada sedikit optimisme yang muncul dari kunjungan yang sempat dilakukan Truss.
"Sejujurnya saya kecewa karena kita melakukan percakapan 'antara orang bisu dengan orang tuli'. Seolah-olah kita saling mendengar, tetapi tidak mendengarkan," tegas Lavrov.
Rusia telah membuat serangkaian tuntutan kepada negara Barat, termasuk mengurangi kehadiran militer NATO di Eropa Timur ke tingkat tahun 1990-an, dan menjamin bahwa Ukraina tidak akan pernah bisa bergabung dengan NATO.
Namun AS telah menyebut tuntutan itu sebagai 'bukan permulaan' dan malah menawarkan serangkaian proposal yang ditujukan untuk pengendalian senjata.
Terlepas dari kebuntuan yang tampak antara sederet negara pengendali dunia itu, upaya diplomatik negara Barat saat ini terus berlanjut.
Di Berlin, Kanselir Jerman Olaf Scholz melakukan pertemuan dengan para pemimpin Estonia, Latvia dan Lithuania, yang semuanya berbatasan dengan Rusia.
Ketiga negara Baltik ini menyambut baik komitmen Jerman baru-baru ini untuk mengirim tambahan 350 tentara ke misi NATO yang dipimpin Jerman di Lithuania.
Namun mereka mengaku frustrasi dengan keputusan Jerman untuk tidak memasok senjata pertahanan ke Ukraina dan mengisyaratkan bahwa sebagai sekutu utama NATO, Jerman harus menopang pengeluaran militernya.