Jumat, 3 Oktober 2025

Sentimen Anti-Asia Meningkat di AS, WNI di Sana Lebih Waspada, Ini Unek-unek Mereka

Kampanye Stop Asian Hate terus digaungkan menyusul tingginya sentimen anti-Asia di Amerika Serikat.

Editor: Willem Jonata
Apu GOMES / AFP
Julie Tran memegang teleponnya saat menyalakan lilin di Garden Grove, California, pada 17 Maret 2021 untuk bersatu melawan serentetan kekerasan baru-baru ini yang menargetkan orang Asia dan untuk mengungkapkan kesedihan dan kemarahan setelah penembakan yang menewaskan delapan orang di Atlanta, Georgia, termasuk setidaknya enam wanita Asia. 

Insiden penembakan yang menewaskan delapan orang, termasuk enam perempuan Asia, di tiga spa terpisah di Atlanta itu disebut-sebut sebagai puncak menguatnya sentimen anti-Asia di Amerika sejak pandemi merebak Maret lalu.

Stop AAPI Hate -- suatu LSM yang dibentuk untuk menanggapi meningkatnya diskriminasi anti-Asia sejak bermulanya pandemi virus corona Maret 2020 lalu -- menyebut penembakan di Atlanta ini sebagai “tragedi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata” dalam komunitas yang selama ini sudah mengalami begitu banyak tindakan diskriminatif.

Cuitan CL. Selebriti Dunia Suarakan #StopAsianHate Buntut dari Penembakan Atlanta yang Menewaskan 6 Wanita Asia
Cuitan CL. Selebriti Dunia Suarakan #StopAsianHate Buntut dari Penembakan Atlanta yang Menewaskan 6 Wanita Asia (Twitter)

Laporan yang baru saja dirilis Stop AAPI Hate menunjukkan peningkatan laporan sentimen anti-Asia sejak Maret 2020 hingga Februari 2021, yang jumlahnya kini mencapai 3.795 kasus.

Enam puluh delapan persen kasus itu merupakan pelecehan secara verbal, tetapi ada pula serangan fisik dan serangan di dunia maya.

Laporan itu menunjukkan perempuan 2,3 kali lebih sering menjadi sasaran dibandingkan laki-laki.

Mempersiapkan anak

Robert yang memiliki dua anak, dan Wulan yang memiliki seorang anak, bertambah khawatir menjelang dimulainya kembali sekolah tatap mula April ini.

“Unfortunately pemimpin kita sebelumnya menormalisasi terminologi KungFlu atau virus China, dll. Anak-anak melihat dan mempelajari hal ini, dan bisa jadi akan menggunakannya juga."

"Bullying sudah jadi masalah sejak lama di sini. Saya khawatir ini akan menjadi lebih parah dengan adanya masalah Covid-19 di mana orang Asia dijadikan kambing hitam," papar Robert.

"Kita tahu ini akan terjadi di sekolah. Merupakan tugas saya untuk memberitahu pejabat sekolah agar menyadari isu ini dan bersiap menghadapinya,” tambahnya.

Lebih jauh ia mengatakan, sedang merancang e-mail untuk mengingatkan urgensi isu ini pada guru, kepala sekolah, anggota dewan sekolah hingga kepala dinas pendidikan di mana ia berada.

Sementara Wulan tidak saja khawatir pada putrinya, tetapi juga anak-anak Asia lain.

“Kebetulan muka anak saya enggak terlalu Asia banget dan sejauh ini dia bersahabat dengan teman-teman sekelasnya. Sekolahnya juga kecil, kelas dua SD hanya ada dua kelas."

"Secara keseluruhan saya tidak khawatir sama dia, tapi saya khawatir dengan anak Asia di sekolah-sekolah lain. Saya rajin bilang ke anak saya, kalau temen kamu ada yang di-bully, kamu jangan diam saja, harus berani stand up (membela) teman kamu!” ujarnya semangat.

Jangan biarkan teror menang

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved