India Mulai Mengoperasikan Kereta Api, Pemerintah Dikecam setelah Insiden 14 Migran Tertabrak Kereta
India, pemilik salah satu jaringan kereta api terbesar di dunia memutuskan mengoperasikan kereta mulai Selasa mendatang.
TRIBUNNEWS.COM - India, pemilik salah satu jaringan kereta api terbesar di dunia memutuskan mengoperasikan kereta mulai Selasa (12/5/2020) mendatang.
Rencananya pembukaan akan dilakukan secara bertahap berdasarkan langkah pelonggaran lockdown di negara ini.
Dikutip dari Al Jazeera, pemerintah memutuskan demikian setelah kecaman atas ketidakpedulian mereka dengan para pekerja migran.
Baca: 14 Migran India Tewas Tertabrak Kereta Barang saat Berjalan Pulang Melintasi Rel
Baca: 10 Ribu Warga India Terpapar Gas Beracun karena Insiden Kebocoran Sebuah Pabrik Kimia
Penangguhan kereta api, membuat para migran harus berjala ratusan kilometer untuk dari kota ke rumah mereka di desa.
Nahasnya, para migran ini pulang setelah pabrik dan bisnis tempat bekerja ditutup karena pandemi Covid-19.
Pucaknya, beberapa hari lalu terjadi insiden mengerikan dimana 14 migran tewas karena tertabrak kereta barang saat beristirahat setelah perjalanan jauh.
Meskipun India menjadi negara dengan penguncian paling ketat di dunia, angka infeksi terus meningkat hingga diprediksi mencapai 70.000 kasus.

Negara dengan populasi terpadat kedua di dunia ini telah mencatat 4.213 kasus baru dan 97 kematian dalam 24 jam terakhir.
Perkembangan kasus kali ini jadi lonjakan harian terbesar menurut kementerian kesehatan.
Sementara itu, jumlah total infeksi telah melewati 67.000, dengan lebih dari 2.200 kematian.
Pihak Kereta Api India pada Minggu (10/5/2020) lalu mengatakan sekitar 30 rute perjalanan kereta api dengan 15 yang pulang pergi akan mulai beroperasi.
Semua kereta akan berjalan dari ibukota New Delhi ke kota-kota lain, termasuk Mumbai, Bengaluru, dan Chennai.
"Kereta Api India berencana untuk secara bertahap memulai kembali operasi kereta penumpang mulai 12 Mei 2020."
"Setelah itu, Kereta Api India akan memulai lebih banyak layanan khusus pada rute baru," kata Kementerian Perkeretaapian dalam sebuah pernyataan.
"Ini akan menjadi kewajiban bagi penumpang untuk memakai penutup wajah dan menjalani pemindaian pada saat keberangkatan dan hanya penumpang tanpa gejala yang akan diizinkan naik kereta," tambahnya.
Jaringan kereta api besar di India, yang normalnya membawa lebih dari 20 juta penumpang setiap hari dihentikan pada akhir Maret silam.
Dilakukan menyusul kebijakan Perdana Menteri India, Narendra Modi untuk mengunci seluruh India dan membatasi kegiatan massa.
Kereta Khusus Migran
Sejak awal Mei, pemerintah mengatakan sekitar 366 kereta khusus yang berkapasitas 1.200 penumpang di setiap layanan telah beroperasi.
Kereta ini digunakan untuk membantu memulangkan pekerja migran miskin yang terdampar di pedesaan yang kehilangan pekerjaan di kota-kota karena dikurung di desa mereka.
Menteri Perkeretaapian, Piyush Goyal menulis cuitan pada Minggu lalu bahwa ada 300 kereta api khusus yang melayani migran beroperasi setiap hari.
"Saya mengimbau semua negara bagian untuk memberikan izin untuk mengungsi dan membawa kembali migran mereka yang terdampar sehingga kita bisa membawa mereka semua kembali ke rumah mereka dalam 3-4 hari ke depan," tambahnya.
Sebelumnya, publik India geram dengan kabar bahwa biaya tiket terlalu mahal bagi para migran miskin ini.
Partai oposisi India, Partai Kongres lantas menawarkan diri untuk menanggung ongkos para migran ini.
Media lokal India mengatakan, beberapa pekerja terpaksa berjalan pulang dengan jarak ratusan mil.
Baca: Kronologi Kebocoran Gas di India, Diduga dari Cairan Mudah Terbakar, 5.000 Orang Dievakuasi
Baca: India Longgarkan Lockdown Meski Infeksi Virus Corona Meningkat
Akibatnya lusinan orang sekarat dalam perjalanan mereka karena kelelahan atau kecelakaan.
Di lain sisi, kementerian perkeretaapian mengatakan ada 20.000 pelatih kereta disediakan untuk melayani bangsal virus corona.
Lebih dari 5.150 gerbong kereta api telah ditempatkan di 215 stasiun di kota-kota utama untuk digunakan sebagai bangsal isolasi Covid-19 di atas lokomotif.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)