Perempuan-perempuan Pakistan dijadikan budak seks di China dengan kedok pernikahan
Kisah Sophia (bukan nama sebenarnya) yang merupakan seorang perempuan Kristen dari Pakistan, yang menjadi budak seks di China.
Meningkatnya kasus-kasus yang diduga memperdagangkan perempuan dari Pakistan ke China telah terjadi di tengah gelombang masuknya puluhan ribu warga negara China ke negara itu.
China menginvestasikan miliaran dolar dalam proyek China-Pakistan Economic Corridor (CPEC) (CPEC), untuk pembangunan jaringan pelabuhan, jalan, kereta api, dan proyek-proyek energi.
Kedua negara tersebut adalah sekutu dekat dan kebijakan visa-on-arrival untuk warga negara China juga telah mendorong para pengusaha dan profesional yang tidak terkait langsung dengan proyek CPEC ini turut serta membanjiri Pakistan.
- Kisah korban perdagangan manusia lolos dari Korea Utara, lalu jadi pelaku
- Para pelaku perdagangan manusia tembaki para pengungsi yang berusaha lari
- Magang ke luar negeri, pelajar SMK rentan jadi korban perdagangan manusia
Namun ada juga beberapa warga China yang diyakini sengaja bepergian ke Pakistan untuk mencari calon istri.
Para peneliti mengatakan bahwa warisan kebijakan satu anak yang diterapkan di China selama satu satu dasawarsa disertai preferensi sosial untuk anak laki-laki telah menciptakan masyarakat yang tidak seimbang, di mana jutaan pria tidak dapat menemukan istri.
Selama bertahun-tahun hal ini telah memicu perdagangan perempuan dari beberapa negara Asia yang miskin, termasuk Vietnam, Myanmar dan Kamboja - di mana para pegiat mengatakan banyak perempuan dijanjikan pekerjaan di China namun kemudian dijual lewat pernikahan palsu.
Tampaknya jalan masuk yang begitu mudah ke Pakistan telah menciptakan titik baru berupa perdagangan manusia.

Investigasi FIA dan wawancara BBC dengan para pegiat dan penyintas menunjukkan bahwa beberapa ulama Pakistan memainkan peran dalam mengidentifikasi para pengantin perempuan dan mengesahkan kredensial agama dari warga China yang ingin meminang para perempuan tersebut.
Usai melangsungkan pernikahan, para pasangan ini tinggal di sejumlah bungalow yang disewa oleh para pelaku perdagangan manusia di Lahore dan kota-kota lainnya. Dari sana, mereka dikirim ke China.
Sebuah rumah di Lahore
Sophia mulai merasa tidak nyaman dengan pernikahannya sebelum hal itu terjadi. Ia harus menjalani tes medis sebelum resmi dilamar, lalu sang perantara mendorongnya agar cepat-cepat menikah.
"Keluarga saya tidak nyaman karena merasa terburu-buru, namun si perantara mengatakan China akan membayar seluruh biaya pernikahan kami," katanya. Keluarga pun menyerah.

Seminggu kemudian ia berada di sebuah rumah di Lahore bersama beberapa pasangan pengantin baru yang sedang menunggu dokumen perjalanan mereka untuk diproses. Para perempuan Pakistan ini menghabiskan sebagian besar waktu mereka belajar bahasa China.
Pada titik inilah ia mengetahui bahwa suaminya bukan seorang Kristen, dan ia juga tidak berminat untuk berkomitmen terhadap dirinya. Mereka hampir tidak bisa berkomunikasi karena kendala bahasa, tetapi ia berulang kali menuntut hubungan seks.
Sophia memutuskan untuk pergi setelah berbicara dengan seorang temannya yang telah pindah ke China untuk menikah. Ia mengatakan kepada Sophia bahwa ia dipaksa berhubungan seks dengan teman-teman suaminya,