'Depresi pasca melahirkan membuat saya ingin bunuh bunuh diri bersama anak'
Ibu yang mengalami depresi pasca-melahirkan di Indonesia kurang diperhatikan, Nur Yanayirah seorang ibu yang pernah mengalaminya kemudian membuat
Anisa menyebutkan ada tiga tingkatan dalam perubahan psikologis yang dialami ibu pasca melahirkan.
- Petenis Serena Williams: 'Saya hampir meninggal saat melahirkan bayi'
- Tiga mitos kelahiran bayi dan kebenarannya
Sindrom baby blues , merupakan gangguan emosi yang paling ringan, yang dialami 80 persen ibu pasca melahirkan. Sindrom ini Gejalanya, nampak sedih, tiba-tiba menangis, merasa tidak mau melakukan sesuatu yang sebelumnya disukai, tidak begitu antusias terhadap anaknya.
Baby blues biasanya terjadi tiga hari pasca melahirkan dan akan berakhir setelah dua pekan.
"Jika masih terjadi setelah dua pekan, itu merupakan tahap kedua, yang disebut sindrom pasca melahirkan," jelas Anisa.
Jika mengalami dejala depresi pasca melahirkan menurut Anisa, ibu akan merasakan kesedihan yang lebih dalam dengan frekuensi lebih sering.
"Durasinya setelah dua minggu masih berlangsung bahkan bisa bertahun-tahun, dia sendiri tidak mengerti mengapa sedih suka menangis, kadang muncul perasaan bersalah berdosa tidak mampu mengurus anak, tidak bisa tidur atau tidur melulu," jelas dia.
Jika tidak juga ditangani, depresi akan berlanjut ke tahap selanjutnya yaitu psikosis pasca melahirkan.
"Yang paling bebahaya kalau sudah psikosis itu sudah muncul gangguan kejiwaan, ada halusinasi , delusi, kemungkinan kasus bunuh diri itu, atau di postpartum juga bisa," jelas psikolog yang bergabung dengan MotherHope Indonesia pada 2016 ini.
Selain itu, menurut Anisa, pada tahap ini juga terjadi sikap agresif, cenderung ingin melukai diri sendiri ataupun anaknya.
"Dalam sejumlah kasus dapat membunuh anaknya yang baru dilahirkan atau kakak dari si bayi," jelas Anisa.
- Kisah bayi yang tertukar di keluarga Muslim dan Hindu, yang kini menolak dikembalikan
- Sempat mencoba bunuh diri, pria di Gunung Kidul bangkit dengan dukungan keluarga
Dia memperkirakan kasus kekerasan dalam rumah tangga bisa jadi dipicu oleh depresi pasca melahirkan yang tidak tertangani sejak dini.
Padahal menurut Anisa, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan sosialisasi dan pendampingan kepada para calon ibu, dan ibu yang baru melahirkan.
Selama ini, petugas medis hanya memeriksa fisik ibu hamil atau setelah melahirkan, namun kondisi psikologisnya masih diabaikan.
"Para petugas kesehatan mengenalinya sejak dini jika ibu diam saja, dan kurang bergairah, tidak mau makan, mereka juga bisa mengajak ibu mengobrol 'gimana bu senang? Bagaimana istirahatnya?' ," jelas Anisa.