Menolak bungkam soal pemerkosaan di Kazakstan yang konservatif
Kampanye 'jangan berdiam' di Kazakstan untuk membicarakan pemerkosaan secara terbuka demi mengubah sikap masyarakat sudah dimulai sebelum maraknya
Di masyarakat yang konservatif di Kazakstan, salah satu negara di Asia Tengah, banyak perempuan takut mengungkap pemerkosaan dan pelecehan seksual yang mereka alami.
Namun ada sebuah kampanye -yang digagas sebelum maraknya kampanye #MeToo belakangan ini- yang berupaya untuk mengajak agar para perempuan tersebut tidak bungkam terus.
Saina Raisova, salah seorang korban, menahan tangis saat mengenang satu hari ketika dia diperkosa oleh dua orang pria tahun lalu.
Perempuan berusia 26 tahun ini sampai melompat dari jendela di tingkat tiga untuk lari dari pemerkosanya itu hingga pangkal paha dan tumitnya patah.
- Bintang terkenal Korea, Jo Min-ki, bunuh diri setelah jadi sasaran kampanye #MeToo
- Dituduh lakukan eksploitasi seksual, fotografer Mario Testino dan Bruce Weber diskors
- Tiga perempuan AS menuduh Trump 'menggerayangi' mereka
Walau bertahan hidup, Saina mengatakan sejak pemerkosaan tersebut, yang pertama kali muncul di pikirannya adalah bunuh diri: "Saya pikir saya tidak akan bisa hidup dengan ini (pemerkosaan)".
Hidupnya kini masih dalam penderitaan dan tidak kalah menyiksa pula upayanya untuk mendapatkan keadilan.
Membicarakan kekerasan seksual dianggap sebagai hal yang memalukan bagi banyak orang Kazakstan dan kepada BBC, Saina, mengatakan ada tekanan kuat baginya untuk mendiamkan pemerkosaan yang dideritanya.
"Saya bukan hanya berjuang menghadapi aparat keamanan, namun juga dengan diri saya sendiri dan keluarga. Karena mereka kaget. Mereka tidak memahaminya."
"Kenapa Anda harus mengungkapkan ke umum' kata mereka. Serahkan kepada Allah. Dia akan menghukum," Saina mengulang komentar orang atas kasusnya.
"Orang tua saya ingin saya sepenuhnya menutupi ini, karena menjadi stigma besar bagi mereka."

Tahun lalu, setelah melihat gugatan yang diajukannya bergerak lambat dan khawatir pemerkosanya bebas dari hukuman, Saina memutuskan untuk mengungkap pemerkosaan yang dia alami ke khalayak umum.
Bulan Januari, pengadilan akhirnya mengganjar hukuman 10 tahun penjara kepada salah seorang pemerkosanya, sedang satu pelaku lainnya masih buron.
"Banyak yang menyalahkan korban, bukan penjahatnya. Mereka mengatakan 'Kau seharusnya tidak pergi, kau seharusnya tidak mau (bertemu), kau toh sudah memiliki yang kau inginkan'," tutur Saina, yang bergabung dengan gerakan 'jangan berdiam'.
Kelompok itu berupaya membantu agar suara korban kekerasan seksual didengar.