Jumat, 3 Oktober 2025

Menolak bungkam soal pemerkosaan di Kazakstan yang konservatif

Kampanye 'jangan berdiam' di Kazakstan untuk membicarakan pemerkosaan secara terbuka demi mengubah sikap masyarakat sudah dimulai sebelum maraknya

Dina Smailova—seorang mantan produser pertunjukan musik anak—adalah pendiri 'jangan berdiam' yang mengungkapkan penderitaannya di Facebook: diperkosa ketika berusia 20 tahun.

Pesannya itu memicu sejumlah tanggapan di media sosial, mulai dari yang berbagi pengalaman buruknya, menawarkan bantuan, maupun yang menyerukan aksi bersama.

Namun menurut Dina, tujuan utama dari gerakan tersebut adalah berupaya untuk mengubah sikap: "Masyarakat yang menerapkan konsep memalukan, korban selalu kotor, bukan pemerkosanya'"

"Kami mengatakan tidak memalukan jika diperkosa, tapi menjadi pemerkosa yang memalukan. Itulah sebabnya kenapa kami tampil ke depan umum memperlihatkan wajah kami dan mengatakan bahwa kami tidak malu. Mereka yang seharusnya malu."

Menurut Komisi Statistik Hukum, tercatat 2.250 kasus kekerasan seksual di Kazakstan pada tahun 2017 lalu namun para pegiat berpendapat angka itu tidak mencerminkan situasi sesungguhnya karena sebagian besar korban tidak melaporkan kasusnya ke polisi.

Untuk mengubah sikap masyarakat, gerakan 'jangan berdiam' menggelar berbagai seminar dengan tujuan meningkatkan kesadaran di kalangan para pelajar maupun aparat penegak hukum di samping mengatur pertemuan-pertemuan untuk para korban agar berbagi penderitaan.

Salah seorang korban yang berusia 19 tahun, Yelena Ivanova, untuk pertama kali mengungkapkan pemerkosaan yang dialaminya di salah satu acara yang digelar oleh gerakan 'jangan berdiam'.

Dalam pertemuan tahun lalu tersebut, dia memegang mikropon dan berdiri di depan para hadirin untuk mengungkap penderitaannya, yang disela dengan beberapa kali isak tangis.

"Saya mengalaminya... pelecehan dan pemerkosaan," tuturnya dengan suaranya lemah yang memecah kesunyian. Beberapa hadirin menghapus air mata ketika mendengar kisahnya.

Walau membicarakan pemerkosaan secara terbuka merupakan tabu, Yelena merasa tidak punya pilihan lain.

"Jika Anda tidak berdiam, maka orang-orang melihat bahwa Anda sedang memperjuangkan kebenaran. Dan ketika orang bergabung, saya merasa lebih aman karena tahun bahwa saya tidak sendirian dalam perjuangan saya," jelasnya kepada BBC.

Gerakan 'jangan berdiam' juga melakukan lobi-lobi untuk undang-undang yang lebih melindungi korban kekerasan seksual.

Berdasarkan UU saat ini, kasus kekerasan seksual bisa ditutup jika kedua pihak berdamai dan kekerasannya tidak dianggap sebagai 'serangan parah', seperti pemerkosaan dalam jangka waktu panjang atau pemerkosaan berkelompok.

Namun para pengkritik UU mengatakan korban berada dalam tekanan besar untuk menerima ganti rugi keuangan agar berdamai dengan penyerangnya. Tekanan itu bisa datang dari keluarga korban sendiri maupun aparat penegak hukum dan pengacara.

Dan upaya perdamaian tersebut menciptakan semacam perasaan 'kebal hukum'.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved