Beribadah di masjid sendiri, mengapa Ahmadiyah dituding cenderung eksklusif?
Jemaah Ahmadiyah disebut cenderung melakukan salat di masjid sendiri dan hidup berkelompok, yang kerap digunakan sebagai landasan oleh sebagian
Nasi goreng masakan Nurhayati tampak tidak istimewa. Selain, nasi, garam dan kecap, tak ada tambahan sayur atau sumber protein dalam wajan.
Tetapi bagi anak-anaknya, nasi goreng itu setidaknya mengenyangkan.
"Kita sering hanya makan nasi saja karena tidak punya cukup uang untuk membeli yang lain-lain. Suami sudah tua jadi tidak selalu bisa kerja," ungkapnya.
- Pengungsi Ahmadiyah: Diculik dan dapat suaka di Inggris, diusir dari desa dan mengungsi di Indonesia
- Kenapa Ahmadiyah dianggap bukan Islam: Fakta dan kontroversinya
- Realitas Ahmadiyah, mengungsi belasan tahun dan bayar tebusan miliaran rupiah
Dengan kondisi seperti itu, Nurhayati tidak sendiri. Sebab, di Wisma Transito, gedung milik Dinas Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram yang saya datangi Desember tahun 2017, terdapat 124 orang lainnya.
Satu keluarga menempati satu ruang yang disekat dengan papan triplek dengan tambalan kardus jika ada yang berlubang.
"Mungkin solusi yang bisa diambil adalah mereka, kalaupun nanti misalnya ada kebijakan untuk kembali ke Lombok Barat, saya persilakan tetapi jangan eksklusif," kata Bupati Lombok Barat, Fauzan Khalid.
'Mereka' yang dimaksud bupati Lombok Barat adalah penganut Ahmadiyah yang terusir, tidak hanya sekali, dari kampungnya di Pulau Lombok.
Untuk gelombang pengusiran terbaru, mereka sudah menjadi pengungsi selama 12 tahun terakhir meskipun mereka mempunyai rumah dan tanah.
Hingga kini belum ada tanda-tanda bahwa mereka dapat pindah dari penampungan di Mataram dan hidup kembali di Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.
"Maunya kami Ahmadiyah ini sama dengan warga Lombok Barat yang lain, teman-teman Hindu, Kristen itu ada di Lombok. Tapi jangan eksklusif," tegas Fauzan Khalid dalam wawancara khusus dengan BBC di Gerung, Lombok Barat.
Saya tanyakan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan istilah eksklusif itu.
"Eksklusif dalam arti tinggal di satu tempat, memiliki tempat ibadah sendiri dan seterusnya. Kami mau mereka menyebar di banyak tempat," tegas Fauzan Khalid.
Betapapun Fauzan Khalid menandaskan bahwa masalah pengungsi Ahmadiyah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten tetapi juga ditangani secara paralel oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kota.
Hingga kini penyelesaian masalah itu belum dibahas sejak ia menjabat lebih dari satu tahun lalu.
- Penganut Ahmadiyah tagih janji pemberian KTP elektronik
- Kaum muda Muslim Inggris jadi relawan saat Natal
- Masjid disegel, jemaah Ahmadiyah Depok salat Jumat di pelataran