Ketika warga miskin 'Cina Benteng' merayakan Imlek
Keturunan Tionghoa di kawasan Tangerang dikenal dengan sebutan Cina Benteng, tinggal di sepanjang pinggiran kali Cisadane. Banyak dari mereka
Peleburan budaya Tionghoa pun terjadi sejak dulu antara lain melalui kuliner, bangunan rumah dan juga musik gambang kromong.
- Toleransi antar-etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem
- 'Diskriminasi ras' di Yogyakarta: Kenapa keturunan Cina tak boleh punya tanah?
- Mengapa istilah 'pribumi' dalam pidato Anies Baswedan memicu kontroversi?
Selain di Kampung Sewan, keturunan etnik Tionghoa di Tangerang ini juga tersebar di Teluk Naga. Dulu sebagian dari mereka merupakan petani seperti Ayah Tan Nun Nio, yang merupakan mertua Cang In.
Setelah rumah dan sawahnya terkena gusur untuk proyek pembangunan bandara Sukarno Hatta, mereka pun pindah ke Kampung Sewan pada 1970an.
"Tadinya (tinggal) di tempat landasan kapal (bandara) terus digusur jadi pindah ke sini, duulu waktu saya kecil pindahnya," ujar Nun Nio.
Orangtua Nun Nio pun tinggal di Kampung Sewan sampai saat ini berusia lebih dari 80 tahun.
Sejak menikah dengan Cang In, Nun Nio tinggal di sebuah berdinding papan, di dekat rumah orangtuanya. Sekitar dua tahun lalu, mereka mendapatkan bantuan pembangunan rumah dari sebuah organisasi amal.
Di rumah dengan dua kamar tersebut hampir tak ada perabotan kecuali alas tidur dan beberapa bangku plastik. Di ruang tamu tampak terdapat altar untuk sembahyang seperti yang dilakukan Tan bersama Istri dan anaknya sore hari itu.
Mereka menghadap altar kecil Dewi Kwan Im yang merupakan dewi welas asih. Bergantian ketiganya menyalakan hio dan berdoa.
Di malam imlek, sembahyang biasanya dilakukan di klenteng, dan dilanjutkan dengan berkumpul dengan keluarga , jelas Cang In.
"Saya orang nggak punya, paling di rumah, ke orangtua silaturahmi, paling ke rumah ipar, kalau jalan-jalan saya nggak punya ini," jelas Cang In sembari menggesekan jari tangannya menirukan gerakan menerima uang.
Untuk anak-anak, menurut Nun Nio mereka tak pula menyiapkan hal-hal yang terlalu istimewa.
"Paling yang kecil dibeliin baju di pameran, yang murah saja harganya, abis itu ya nyayur (masak)," kata dia.
- 'Balichinesia': Melihat akulturasi budaya dalam identitas komunitas Cina Bali
- WNI keturunan Cina bisa 'lebih Indonesia dibanding suku bangsa lain'
- Korban Mei 1998 dan aksi lilin untuk Ahok yang meluas
Beberapa hari menjelang imlek, tampak tak banyak perubahan di rumah Cang In, tak ada hiasan lampion dan pernak Pernik lainnya.
Agus menjelaskan biasanya memang tidak ada persiapan khusus dalam menyambut imlek, namun yang berbeda tahun ini keluarganya menjalani berbagai pantangan karena masih dalam suasana duka.