Jumat, 3 Oktober 2025

Delapan Komoditas yang Cocok Dikembangkan Transmigran

Pemerintah menargetkan swasembada gula paling lambat pada 2028 dan untuk gula industri paling lambat 2030.

Kompas/Aswin Rizal
KOMODITAS DI WILAYAH TRANSMIGRASI - Petani kakao merawat buah kakao menjelang panen. Produksi biji kakao di dalam negeri masih sebesar 210 ribu ton, sedangkan kebutuhannya mencapai 700 ribu ton. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengungkap sejumlah komoditas yang cocok dikembangkan oleh para transmigran.

Transmigran merupakan warga negara Indonesia secara sukarela berpindah dari daerah padat penduduk ke daerah lain yang berpenduduk jarang untuk menetap, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dan pemerataan pembangunan di wilayah Indonesia. 

Pertama adalah kakao. Ia mengungkap produksi biji kakao di dalam negeri masih sebesar 210 ribu ton, sedangkan kebutuhannya mencapai 700 ribu ton.

Biji kakao dapat diolah menjadi pasta, bubuk, hingga produk kosmetik dan farmasi.

Baca juga: Dewan Adat Dayak Kotim Tolak Transmigrasi, Begini Tanggapan Gubernur Kalteng

Daerah yang bepotensi untuk hilirisasi industri kakao ada di Aceh, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawei Tenggara, dan Papua Barat.

Setelah kakao, ada kopi yang menjadi komoditas bisa diandalkan oleh transmigran.

"Kopi di Indonesia merupakan salah satu favorit dari produk kopi yang dibutuhkan pasar global. Kebutuhannya masih sangat tinggi termasuk untuk kebutuhan nasional," kata Faisol dalam acara Pelepasan Tim Ekspedisi Patriot di Jakarta Selatan, Senin (25/8/2025).

Produksi kopi di dalam negeri tercatat sebesar 700 ribu ton biji kopi. Sementara itu, kebutuhannya sebesar 425 ribu ton biji kopi.

Faisol mengatakan produk hilirisasi kopi bisa berupa kopi bubuk, kopi instan, produk makanan, body care, pewangi, dan lain-lain.

Daerah potensialnya ada di Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, serta NTB.

Berikutnya adalah sawit. Produksi dalam negeri sawit sebesar 48,2 juta ton dan kebutuhan 75 juta ton.

Menurut Faisol, ada banyak cerita sukses transmigran yang berhasil mengolah sawit.

Daerah potensialnya ada di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimatan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Hasil produksi hilirisasi sawit seperti pangan berbasis sawit, bahan bakar nabati, oleochemical (personal care & wash, kosmetik, fine chemical), dan biomaterial.

Selanjutnya adalah karet. Produksi di dalam negeri sebesar 2,3 juta ton karet alam dengan kebutuhan 4,5 juta ton karet alam.

Produk hilirisasinya mencakup produk ban, produk rumah tangga, medis, engineering, dan infrastruktur berbasis karet alam.

Daerah potensialnya antara lain Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan lain-lain.

Ada juga komoditas gula. Produksi gula dalam negeri disebut masih sangat kecil, yaitu 2,2 sampai 2,6 juta ton. Kebutuhan nasionalnya mencapai 6,14 juta ton.

Adapun Pemerintah menargetkan swasembada gula paling lambat pada 2028 dan untuk gula industri paling lambat 2030.

Daerah potensial pengembangan industri gula ada di Aceh, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selaatn, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, serta Papua Selatan.

Selanjutnya adalah komoditas jagung pakan. Produksi dalam negeri saat ini 15,88 juta ton dengan kebutuhan 8 juta ton.

Hilirisasi dari produk ini berupa pakan ruminansia (sapi, kambing, domba, dan kerbau) serta pakan unggas (ayam petelur, ayam broiler, bebek, dan itik.

Daerah potesi pengembangan jagung pakan ada di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lmapung, Sulawesi Selatan, Gorontalo, serta NTB dan NTT.

Berikutnya adalah sagu. Saat ini, masih ada potensi produksi sagu 34,3 hingga 110 juta ton pati sagu per tahun.

Sagu bisa dimanfaatkan untuk ketahanan pangan, sumber energi, dan potensi pemanfaatan limbah cair serta padat.

Daerah potensial ada di Sumatera Utara, Riau, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara, serta Papua Barat.

Komoditas terahir yang bisa dikembangkan oleh transmigran adalah minyak atsiri. Saat ini, luas lahan yang tersedia ada 916 ribu hektare dengan produksi dalam negeri sebesar 188 ribu ton.

"Potensinya sangat besar. Kalau adik-adik semua, terutama yang perempuan, biasa menggunakan atau lebih familiar dengan parfum. Parfum-parfum yang baru biasanya beraroma patchouli," kata Faisol.

"Patchouli itu salah satu minyak atsiri hasil asli dari Sulawesi yang bisa dikembangkan oleh industri parfum dunia. Sekarang ini menjadi salah satu favorit aroma," jelasnya.

Daerah-daerah yang berpotensi untuk pengembangan minyak atsiri ada Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara, serta Papua Selatan. 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved