Senin, 29 September 2025

Bukan Sekadar Komoditas, Logam Tanah Jarang Adalah Tiket Indonesia Menuju Kemandirian Teknologi

EE bukan sekadar komoditas tambang, tapi tiket strategis menuju masa depan di tengah transisi global menuju energi bersih dan industri tinggi

Penulis: Erik S
Istimewa
KOMODITAS UNGGULAN - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute menyoroti mengenai logam tanah jarang (rare earth elements / REE) yang dimiliki Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute menyoroti mengenai logam tanah jarang (rare earth elements / REE) yang dimiliki Indonesia.

Menurut Hadir, REE bukan sekadar komoditas tambang, tapi tiket strategis menuju masa depan di tengah transisi global menuju energi bersih dan industri tinggi

“Jangan kita jual tiket masa depan hanya karena tergiur uang tunai hari ini. Logam tanah jarang bukan hanya milik kita—mereka adalah hak anak cucu kita,” tegas Haidar Alwi dalam keterangannya, Kamis (31/7/2025).

Baca juga: Reformasi Aturan TKDN Segera Dirilis Kementerian Perindustrian 

Dunia sedang berebut pasokan REE, dan Indonesia diam-diam menjadi sasaran utama.

Dunia Bergerak, Indonesia Harus Menentukan Arah

Logam tanah jarang adalah unsur kritis dalam hampir semua perangkat modern: baterai kendaraan listrik, turbin angin, chip komputer, satelit, radar, hingga sistem persenjataan canggih. Tanpa REE, dunia digital dan transisi energi bersih akan lumpuh.

Karena itulah banyak negara besar kini berlomba mengamankan pasokan REE, termasuk dari Indonesia.

Amerika Serikat menjajaki kesepakatan strategis dengan Indonesia untuk suplai REE bebas tarif. India memfokuskan investasi besar membangun industri magnet REE dan membuka pintu impor dari negara sahabat.

Uni Eropa, melalui Critical Raw Materials Act, secara resmi menempatkan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dalam prioritas pasokan strategis. Sementara itu, China masih menjadi pembeli terbesar REE mentah dari kawasan ini secara tidak langsung.

Sayangnya, Indonesia sendiri masih belum beranjak dari pola lama: eksplorasi lambat, hilirisasi setengah hati, dan ekspor dalam bentuk mentah yang nyaris tanpa nilai tambah. Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 228.K/MB.03/MEM.G/2025, sumber daya REE Indonesia telah tercatat mencapai:

- 136,2 juta ton dalam bentuk bijih, dan

- 118.650 ton dalam bentuk logam.

Angka ini belum mencakup cadangan yang sudah terukur, namun cukup menunjukkan bahwa Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemain utama. 

“Kalau hanya jadi penyedia bahan mentah, kita akan terus jadi budak teknologi bangsa lain,” ujar Haidar Alwi.

Dari Tambang ke Teknologi: Bangun Rantai Nilai Nasional

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan