Selasa, 7 Oktober 2025

L20 Summit 2025 Resmi Ditutup, Delegasi Indonesia Soroti Pekerja Informal dan Migran

Forum tahunan Labour 20 (L20) Summit 2025 resmi ditutup pada Selasa (29/7/2025) di Fancourt, George, Afrika Selatan. 

handout
ISU PEKERJA RENTAN - William Yani Wea, Ketua Umum Serikat Pekerja Informal, Migran, dan Pekerja Profesional Indonesia (SP IMPPI), yang juga mewakili KSPSI AGN, sebagai delegasi Indonesia dalam Forum tahunan Labour 20 (L20) Summit 2025 di Fancourt, George, Afrika Selatan.  

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum tahunan Labour 20 (L20) Summit 2025 resmi ditutup pada Selasa (29/7/2025) di Fancourt, George, Afrika Selatan. 

L20 adalah bagian dari forum dialog G20 yang berfokus pada isu-isu ketenagakerjaan. L20 menyatukan serikat pekerja dari negara-negara anggota G20 dan organisasi serikat pekerja global untuk membahas dan menyuarakan kepentingan buruh.

Dengan mengusung tema “Mendorong Solidaritas, Kesetaraan, dan Keberlanjutan melalui Kontrak Sosial Baru”, pertemuan ini menjadi panggung penting bagi serikat pekerja dari negara-negara G20 untuk menyuarakan kepentingan buruh dalam menghadapi tantangan struktural global, mulai dari ketimpangan pendapatan, perubahan iklim, hingga digitalisasi kerja.

Salah satu sorotan penting datang dari delegasi Indonesia, William Yani Wea, Ketua Umum Serikat Pekerja Informal, Migran, dan Pekerja Profesional Indonesia (SP IMPPI), yang juga mewakili KSPSI AGN. 

Dalam forum tersebut, William menegaskan bahwa suara pekerja dari sektor informal dan migran harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam penyusunan kebijakan ketenagakerjaan global.

“Forum L20 ini adalah tempat penting untuk mengonsolidasikan suara global buruh. Tapi suara itu harus diwujudkan dalam kebijakan nyata. Kami, dari Indonesia, mendorong agar hasil L20 tidak berhenti sebagai rekomendasi, tetapi benar-benar diterapkan dalam kebijakan nasional dan internasional,” tegas William dikutip Rabu (30/7/2025).

William juga menyerukan peringatan keras kepada para pemimpin G20 bahwa transformasi digital yang tidak terkendali telah menyebabkan banyak pekerja kehilangan penghidupan. 

Ia menyoroti kondisi di Indonesia, di mana banyak pekerja digantikan oleh mesin dan algoritma, tanpa jaring pengaman sosial yang memadai.

“Ini bukan inovasi jika yang ditinggalkan adalah ketidakpastian dan kemiskinan. Ini adalah eksploitasi yang memakai wajah modern,” ucap William ketika diminta memberikan tanggapan oleh pimpinan sidang perihal digitalisasi dan AI. 

Baca juga: Indonesia Genjot Penempatan Pekerja Migran Sektor Domestik dan Caregiver ke Singapura

Dalam sesi penutupan, L20 merumuskan lima pilar seruan aksi: reformasi fiskal global melalui pajak progresif, perlindungan atas hak berserikat, regulasi kerja digital dan AI, sistem upah yang adil, serta keterlibatan aktif serikat dalam proses G20. 

Delegasi juga mengecam minimnya tindak lanjut terhadap hasil KTT sebelumnya dan mendesak pembentukan mekanisme pemantauan global atas rekomendasi yang telah disepakati.

Baca juga: Kementerian P2MI Pastikan Tak Ada Pekerja Migran Jadi Korban Konflik di Thailand dan Kamboja

SP IMPPI bersama KSPSI AGN menyatakan komitmen untuk mengawal hasil L20 ke dalam ranah kebijakan nasional, khususnya dalam hal, Peningkatan perlindungan sosial bagi pekerja informal dan migran; Advokasi terhadap kebijakan fiskal yang adil dan berpihak kepada masyarakat rentan; dan Keterlibatan aktif dalam pengawasan transformasi digital dan transisi hijau.

“Solidaritas global buruh bukan hanya slogan, tetapi sebuah gerakan yang harus diterjemahkan dalam aksi nyata – dari global ke nasional, dari rekomendasi ke implementasi,” tutur William.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved