Kamis, 2 Oktober 2025

FGD Potongan Aplikasi Ricuh, Garda Indonesia Berharap Keadilan Representasi

Igun menyebut bahwa tuntutan pemangkasan potongan aplikasi menjadi 10% terus menguat dan mendapat dukungan dari berbagai elemen

Penulis: Reza Deni
Tribunnews.com/Handout
TRANSPORTASI ONLINE - Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, dan pengurus di Jakarta, Kamis (24/7/2025). Mereka menyampaikan aspirasi perihal pemotongan biaya aplikasi menjadi 10?gi pengemudi ojek online (ojol).  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Kamis, (24/7/2025$) lalu di salah satu hotel di Jakarta Pusat, berakhir ricuh.

Adapun FGD ini sedianya membahas kajian komprehensif terkait usulan pemotongan biaya aplikasi menjadi 10 persen bagi pengemudi ojek online (ojol), namun memicu ketegangan antar peserta dan menyebabkan bentrokan di luar lokasi acara.

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyayangkan insiden tersebut. Ia menilai undangan Kemenhub kepada perwakilan asosiasi ojol belum mencerminkan prinsip keterwakilan yang seimbang.

"Kami korban aplikator menyayangkan pihak Kemenhub mengundang komunitas perwakilan ojol dengan tidak berimbang. Dari 16 undangan mitra asosiasi, hanya dua asosiasi yang menuntut potongan aplikasi 10%, sedangkan 14 undangan lainnya menolak potongan aplikasi 10%," ujar Igun dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/7/2025).

Menurut Igun, ketidakseimbangan komposisi peserta turut memicu perdebatan sengit di ruang rapat yang kemudian merembet menjadi kericuhan fisik antar kelompok pengemudi di luar lokasi FGD.

"Kericuhan yang terjadi membuat sesama kelompok-kelompok ojol terlibat bentrokan fisik di luar lokasi FGD," tambahnya.

Baca juga: 300 Penumpang KM Barcelona Tidak Terdaftar di Manifes, KSOP Dinilai Harus Bertanggung Jawab

Igun menyebut bahwa tuntutan pemangkasan potongan aplikasi menjadi 10% terus menguat dan mendapat dukungan dari berbagai elemen pengemudi ojol

Di sisi lain, ia menilai adanya upaya kontra dari perusahaan aplikasi yang dinilainya turut memicu perpecahan di kalangan pengemudi.

"Pihak perusahaan aplikator juga terus melakukan penolakan dengan menurunkan kelompok-kelompok ojol agar menolak tuntutan potongan aplikasi 10%, sehingga terjadi pro dan kontra atas potongan aplikasi 10%," kata Igun.

Berdasarkan kajian yang diklaim disusun oleh Suara Konsumen, kata Igun, pengemudi ojol juga termasuk kategori konsumen dan memiliki perlindungan hukum di bawah Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

"Kajian komprehensif menunjukkan bahwa potongan aplikasi yang berlaku harus di bawah 15%, yaitu rata-rata 11,6%. Angka ini didapatkan melalui berbagai kajian akademis dan empiris, serta survei kepada konsumen dan pengemudi," katanya.

Lebih lanjut, Igun berharap Kemenhub dapat mengambil tanggung jawab atas kericuhan yang terjadi, meski tidak ada korban jiwa.

"Kejadian ini sangat tidak pantas penyelenggara negara membenturkan sesama rakyat Indonesia yang berprofesi sebagai ojol agar saling menyerang," ucapnya.

Ia juga mengimbau agar perusahaan aplikator mengevaluasi pendekatannya terhadap tuntutan mitra pengemudi.

"Perusahaan aplikator juga harus turut bertanggung jawab karena diduga adanya provokasi untuk mengarahkan massa penolak 10?rsinggungan dengan kelompok penuntut potongan aplikasi 10%," lanjutnya.

Dalam pernyataannya, Igun turut menyampaikan harapan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk menengahi konflik yang terjadi.

"Kami mohon kepada Presiden RI Bapak Haji Prabowo Subianto untuk turut menengahi karena kami yakin Presiden Prabowo sangat pro rakyat, bukan pro kepada perusahaan aplikator," ucapnya.

"Semoga Lembaga Kepresidenan dan Presiden Prabowo dapat memberikan perhatian kepada rakyat Indonesia yang menginginkan potongan aplikasi diturunkan menjadi 10% karena sudah banyak makan korban pengemudi apabila potongan aplikasi masih tidak juga diturunkan," tutup Igun.

Baca juga: Komunitas Ojek Online Minta Pemerintah Fokus pada Kesejahteraan Mitra

Apa Itu Potongan Aplikasi Transportasi Online?

Potongan aplikasi transportasi online adalah komisi yang dipungut oleh perusahaan penyedia aplikasi transportasi digital dari setiap transaksi yang dilakukan oleh mitra pengemudi. Berdasarkan regulasi Kementerian Perhubungan (KP 667/2022 dan KP 1001/2022), batas maksimal potongan adalah 15 persen ditambah 5 persen yang wajib dikembalikan dalam bentuk insentif. Namun, praktik di lapangan menunjukkan potongan bisa mencapai 30 hingga 50 persen, terutama saat perusahaan menerapkan promo atau skema insentif yang tidak sepenuhnya transparan. Hal ini berdampak langsung pada pendapatan bersih pengemudi, yang juga harus menanggung biaya operasional harian.

Sebagai pembanding, potongan di negara seperti Malaysia dan Singapura hanya berkisar 6–12 persen. Komunitas pengemudi di Indonesia mengusulkan skema pembagian 90:10 yang dinilai lebih adil dan telah dikaji secara akademis. Regulasi juga mewajibkan audit transparan terhadap sistem potongan dan insentif, namun pelaksanaannya belum konsisten. Pemerintah terus mendorong transparansi dan kepatuhan agar ekosistem transportasi online tetap berkelanjutan dan berpihak pada kesejahteraan mitra pengemudi.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari pihak asosasi perusahaan penyedia aplikasi transportasi online atas aspirasi asosiasi pengemudi transportasi online ini.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved