Senin, 29 September 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Kesepakatan RI-AS Soal Tarif Impor Jadi 19 Persen Bikin Rugi RI: Utang Bakal Menumpuk hingga PHK

Pembelian 50 Boeing berarti tambahan utang maskapai nasional, atau menekan cashflow BUMN penerbangan yang selama ini terus disubsidi negara.

Financial Times
TARIF IMPOR TRUMP - Dalam kesepakatan RI-AS, Presiden AS Donald Trump menyampaikan, atas kesepakatan penurunan tarif impor, maka Indonesia berkomitmen untuk membeli produk energi dari AS sebesar 15 miliar dolar AS dan juga produk pertanian AS sebesar 4,5 miliar dolar AS. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesepakatan Pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terkait tarif resiprokal dari awalnya 32 persen menjadi 19 persen, dinilai berdampak negatif bagi ekonomi nasional.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, kesepakatan ini bukan cerminan kemitraan strategis setara, melainkan bentuk ketidakadilan struktural. 

"AS mendapat keuntungan ganda, menurunkan defisit perdagangannya dengan menjual lebih banyak ke Indonesia dan tetap memungut tarif impor 19 persen dari barang kita," kata Achmad, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Seharusnya, kata Achmad, negosiasi perdagangan yang adil adalah nol persen versus nol persen.

Baca juga: Trump Potong Tarif Impor Indonesia Jadi 19 Persen, Petani AS Diuntungkan

"Barang kita bebas masuk pasar mereka, barang mereka bebas masuk pasar kita, sambil menjaga keseimbangan neraca dagang lewat diversifikasi dan peningkatan nilai tambah domestik," ujar Achmad.

Dalam kesepakatan RI-AS, Presiden AS Donald Trump menyampaikan, atas kesepakatan penurunan tarif impor, maka Indonesia berkomitmen untuk membeli produk energi dari AS sebesar 15 miliar dolar AS dan juga produk pertanian AS sebesar 4,5 miliar dolar AS.

Tak hanya itu, Trump menyebut Indonesia juga berkomitmen membeli 50 pesawat Boeing, banyak di antaranya adalah model 777.

"Kesepakatan ini membawa risiko berat bagi perekonomian Indonesia," ucap Achmad.

Achmad menjelaskan, risiko pertama yakni impor dalam jumlah masif dari AS akan meningkatkan tekanan pada neraca pembayaran dan neraca perdagangan Indonesia. 

Sebab, pembelian energi 15 miliar dolar AS akan menambah beban devisa. 

Kemudian, pembelian produk pertanian 4,5 miliar dolar AS berpotensi menekan sektor pertanian domestik, dari jagung hingga kedelai, karena kalah bersaing harga dan volume. 

"Sementara pembelian 50 Boeing berarti tambahan utang maskapai nasional, atau menekan cashflow BUMN penerbangan yang selama ini terus disubsidi negara," paparnya.

Selanjutnya risiko kedua, kata Achmad, ancaman lapangan kerja. 

Ia menyebut, tarif 19 persen akan menurunkan daya saing ekspor manufaktur Indonesia ke AS. 

"Sektor padat karya seperti tekstil, sepatu, dan elektronik berisiko mengurangi produksi, bahkan melakukan PHK jika order AS berkurang akibat harga jual naik di pasar mereka," tuturnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan