Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Iran Vs Israel

Pemerintah Diminta Siapkan Skenario Lonjakan Harga Minyak Jika Perang Israel vs Iran Berkepanjangan

Misbakhun mengatakan perang Israel vs Iran justru menjadi semacam ujian bagi berbagai skenario dalam menjaga perekonomian nasional.

Tribunnews/Endrapta
HARGA MINYAK DUNIA - Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun. Ia menilai perang Israel vs Iran justru menjadi semacam ujian bagi berbagai skenario dalam menjaga perekonomian nasional. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meyakini perekonomian Indonesia masih relatif aman dari efek perang Israel vs Iran.

Namun, legislator Partai Golkar itu juga menekankan pentingnya para pengelola fiskal memberikan data valid kepada Presiden Prabowo Subianto, sehingga pemerintah tidak sampai menggelontorkan dana untuk hal yang semestinya tidak dilakukan.

Misbakhun menyampaikan hal itu dalam diskusi publik bertema “Dampak Perang Iran-Israel Terhadap Perekonomian Indonesia" yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) secara daring pada Minggu (29/6/2025) sore. "Semuanya masih aman," ujar Misbakhun.

Dalam diskusi itu, Misbakhun memaparkan sejumlah indikator untuk memperkuat argumennya. Misalnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih bertahan dari gejolak. 

Baca juga: Kekhawatiran China atas Konflik Iran-Israel, Pakar Soroti Harga Minyak Dunia

"Nilai tukar rupiah terhadap (dolar Amerika Serikat (USD) juga masih stabil," imbuhnya.

Indikator lainnya ialah harga minyak dunia juga masih di bawah asumsi Indonesian Crude Price (ICP) di APBN 2025 yang dipatok USD 82 per barel. 

Selama harga minyak dunia masih di bawah patokan ICP, Misbakhun meyakini beban APBN masih aman.

"Harga minyak masih dalam range moderat, situasi ini harus kita jaga," ucap Misbakhun.

Namun, jika harga minyak dunia sudah di atas ICP, maka harus ada skenario lain. 

Misbakhun mengatakan jika harga minyak dunia sampai melewati 100 dolar AS per barel, apalagi sampai menyentuh 140 dolar AS per barel, risikonya jelas ke subsidi BBM.

"Apakah itu ditanggung pemerintah, atau dengan menaikkan harga (BBM). Pasti pemerintah memikirkan ulang. Risiko kenaikan harga BBM pasti ke inflasi," tuturnya.

Meski demikian, Misbakhun juga mengatakan kenaikan harga minyak dunia juga tidak serta-merta menjadi tekanan bagi Indonesia. Misalnya, kenaikan harga minyak akan diikuti peningkatan harga batu bara dan mineral lainnya.

Selain itu, harga minyak yang diproduksi Indonesia juga akan naik karena diekspor. "Minyak yang kita produksi, kita ekspor dalam harga premium," imbuhnya.

Indikator lain yang membuat Misbakhun tetap optimistis ialah pndapatan negara di APBN 2025 per Mei 2025 yang mencapai Rp 995,3 triliun atau 33,1 persen dari target. 

Jumlah itu bersumber dari pemasukan perpajakan sebesar Rp 806,2 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 188,7 trilun.

Adapun belanja negara mencapai Rp 1.016,3 triliun. Dengan demikian, defisitnya di angka Rp 21 triliun atau 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB) 2025 yang ditargetkan mencapai Rp 24 ribu triliun.

"Angka defisitnya masih 0,09 persen dari PDB," tuturnya. 

Oleh karena itu, Misbakhun mengatakan perang Israel vs Iran justru menjadi semacam ujian bagi berbagai skenario dalam menjaga perekonomian nasional.

Kalaupun konflik di Timur Tengah yang menyeret AS itu berlanjut, Misbakhun memprediksi efeknya pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Namun, sepanjang harga minyak terjaga, Misbakhun meyakini APBN masih aman. 

"Pemerintah tidak perlu memberikan governance financing (tata kelola pembiayaan, red) yang baru," katanya.

Oleh karena itu, Misbakhun menegaskan pentingnya para pembantu Presiden Prabowo menyodorkan data yang sahih. "Pengelola fiskal harus memberikan data detail kepada Bapak Presiden," katanya.

Dalam diskusi yang sama, ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad mengatakan pemerintah hendaknya juga melakukan penyesuaian-penyesuaian.

Sebab, lembaga keuangan dunia seperti Dana Motener Internasional (IMF) dan Bank Dunia juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dari sebelumnya sekitar 5,1 persen menjadi 4,7 persen.

Menurut Tauhid, penyesuaian itu diperlukan agar target di APBN yang realisainya meleset pada kuartal pertama dan kedua bisa tercapai sesuai asumsi. 

"Paling tidak memberikan keyakinan bagi market bahwa prospek kita masih bagus meski ada perlambatan," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved