Konflik Iran Vs Israel
Konflik Israel-Iran, Menteri ESDM Fokus Tingkatkan Produksi Minyak Domestik
Bahlil Lahadalia menekankan pemerintah menyiapkan sejumlah langkah untuk menjaga ketahanan energi nasional
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menekankan pemerintah menyiapkan sejumlah langkah untuk menjaga ketahanan energi nasional, termasuk dengan meningkatkan produksi minyak dalam negeri atau lifting.
Disampaikan Bahlil mencermati ketegangan geopolitik global, terutama konflik antara Israel dan Iran yang berpotensi mengganggu distribusi minyak dunia melalui Selat Hormuz.
"Kita hampir susah memprediksi apa yang akan terjadi. Apalagi ketegangan politik antara Israel dan Iran. Dan jauh sebelum itu kan terjadi juga antara Rusia dan Ukraina. Kemudian Israel dengan Palestina. Kemudian beberapa dinamika yang terjadi antara India dan Pakistan. Ini akumulasi," ujar Bahlil dalam tayangan video yang dibagikan, Senin (23/6/2025).
Dalam kondisi yang tidak menentu ini, pemerintah menilai perlunya strategi yang baik, khususnya dalam sektor energi. Ketika distribusi minyak global terganggu akibat konflik, harga minyak dunia berpotensi mengalami lonjakan.
"Ketika Selat Hormuz ditutup, ini akan berdampak. Kenaikan harga minyak dunia ini berpotensi naik. Sekalipun sekarang belum sampai di angka 80 dolar AS, karena asumsi APBN kita kan 82 dolar AS per barrel. Nah, kalau dia naik, maka kita harus betul-betul meningkatkan lifting kita," kata Bahlil.
Selama kondisi ketegangan di Timur Tengah tidak mereda, potensi kenaikan harga minyak disebut sangat tinggi. Oleh karena itu, pemerintah menaruh perhatian besar pada upaya meningkatkan produksi minyak nasional.
"Menurut saya, selama kondisi ketegangan di Timur Tengah ini tidak berakhir, potensi naiknya itu tinggi sekali. Tapi kita doakan lah. Kita sayangkan sebenarnya ya. Kita sayangkan banget," tutur Bahlil
Pemerintah juga terus memperkuat kerja sama bilateral di sektor energi. Disebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto, ketika kunjungan ke Rusia, salah satu topik pembahasannya adalah soal energi.
"Tentang bagaimana bisa membangun hubungan bilateral yang baik antara Indonesia dan Rusia. Khususnya di bidang, di sektor minyak dan gas," imbuh Bahlil.
Bahlil memaparkan, pemerintah mendorong peningkatan lifting sebagai bentuk memperkuat pertahanan energi domestik. Pemerintah menilai ketergantungan terhadap situasi global harus dikurangi demi menghindari risiko yang tidak bisa diprediksi.
"Ketika kita menggantungkan harapan kita ke global, yang di saat bersamaan juga tidak bisa kita memprediksi secara benar, itu akan berdampak pada sebuah ketergantungan kita kepada asing," tutur Bahlil.
Lebih lanjut, arahan Presiden Prabowo kepada para pembantunya, yakni optimalisasi lifting minyak nasional.
Baca juga: Trump Minta Harga Minyak di Amerika Tak Naik usai Wacana Selat Hormuz Ditutup
"Sumur kita itu kan ada kurang lebih sekitar hampir 40 ribu sumur. Dari 40 ribu sumur itu, 16 ribu lebih sampai 17 ribu itu yang produksi, produktif. Yang lainnya kan belum," tutur Bahlil.
Target produksi minyak nasional pun telah ditetapkan. Pada 2024, lifting ditargetkan mencapai 580 ribu barel per hari. Dan dalam APBN 2025, angka itu naik menjadi 605 ribu barel per hari.
Sebelumnya, pada 22 Juni 2025, parlemen Iran menyetujui langkah untuk menutup Selat Hormuz sebagai respons atas serangan udara AS terhadap fasilitas nuklirnya di Natanz, Isfahan, dan Fordow. Langkah ini merupakan simbol perlawanan politik terhadap tekanan militer AS, meski eksekusinya dijalankan oleh Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.
Baca juga: Jaga Pasokan Energi RI dari Potensi Penutupan Selat Hormuz, DPR Dorong Koordinasi Lintas Sektor
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.