Selasa, 30 September 2025

Konflik Iran Vs Israel

Perang Iran vs Israel Diprediksi Berdampak Pada Ketenagakerjaan RI, PHK Bisa Tembus 100 Ribu Orang

presiden ASPIRASI Mirah Sumirat memprediksi perang Iran vs Israel bisa berdampak pada sektor ketenagakerjaan Indonesia.

|
Diaz/Tribunnews
BADAI PHK - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat ketika ditemui di Gedung Kompas, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025). Mirah Sumirat memprediksi perang Iran vs Israel bisa berdampak pada sektor ketenagakerjaan Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat memprediksi perang Iran vs Israel bisa berdampak pada sektor ketenagakerjaan Indonesia.

Ia memprediksi dampak panjang dari perang ini bisa berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 100 ribu pekerja di Indonesia. Ini juga diperparah dengan faktor perekonomian Indonesia yang menurutnya sedang tidak baik-baik saja.

"Saya yakin, seyakin-yakinny,a itu akan mencapai 100 ribu nanti akhir tahun kalau memang perang ini tidak bisa berhenti," kata Mirah ketika ditemui di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025).

Berkaca dari perang antara Rusia dan Ukraina, Mirah yakin koflik geopolitik di dunia dapat mempengaruhi ketenagakerjaan dalam negeri.

"Kemarin yang perang Ukraina-Rusia saja mereka berpengaruh ke sektor industri tekstil, alas kaki dan turunannya, apalagi Israel-Iran," ujar Mirah.

Ia mengaku telah menerima wanti-wanti dari beberapa perusahaan mengenai dampak dari perang Iran vs Israel.

Baca juga: Serikat Pekerja Catat Sudah Ada 78 Ribu Orang di PHK, Tiga Kali Lipat dari Data Kemnaker

Para perusahaan itu mewanti-wanti bahwa perang Iran vs Israel akan berdampak pada mereka.

"Banyak kawan-kawan dari sektor teknologi, sektor otomotif, itu juga terpengaruh, sudah mulai menyampaikan kepada kami bahwa dalam tanda kutip dampak dari perang Iran dan Israel," ucap Mirah.

Sebagai informasi, ASPIRASI mencatat pada Januari hingga Mei 2025, 78 ribu pekerja telah terkena PHK. Sektor terbesar dengan PHK tertinggi menurut mereka adalah ritel, lalu diikuti perbankan. 

Angka tersebut tiga kali lipat lebih besar dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Kemnaker mencatat, dari Januari hingga 20 Mei 2025, angka PHK sebesar 26.455 orang. Jawa Tengah menjadi yang daerah dengan jumlah PHK tertinggi, diikuti Jakarta dan Riau.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mencatat pada 1 Januari hingga 10 Maret 2025 jumlah PHK mencapai 73.992 orang.

Baca juga: 26 Wamen Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Pengamat: Rakyat Resah, PHK Marak tapi Elite Panen Kursi

Situasi Genting

Terpisah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, kondisi pasar keuangan domestik belum menunjukkan situasi yang genting di tengah memanasnya konflik Iran-Israel.

Hal tersebut merespons eskalasi geopolitik Iran-Israel yang terjadi sepekan lalu. Hingga muncul keterlibatan Amerika Serikat (AS) dalam konflik tersebut.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan, level tekanan dalam sepekan ini masih berada dalam rentang yang aman dan belum memberikan dampak yang signifikan, baik terhadap perekonomian maupun kinerja industri jasa keuangan dalam negeri termasuk terhadap kinerja fiskal.

Menurut Deni, level pelemahan masih sejalan dengan mekanisme pasar normal di mana terjadi penurunan risk appetite. Dia memperkirakan dampaknya lebih bersifat sementara dan pasar masih terus mencermati perkembangan ke depan. 

"Dari sisi level tekanan yang dialami pasar keuangan Indonesia, berdasarkan asesmen belum mengindikasikan situasi yang genting," kata Deni dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).

Deni menyebut bahwa APBN berfungsi sebagai shock absorber masih berjalan dengan baik. Hal itu tercermin dari sisi rambatan ke dalam negeri melalui tekanan harga minyak terhadap inflasi. Harga BBM dapat diredam dengan adanya subsidi dan kompensasi dari pemerintah. 

Dia bilang, masih terdapat ruang fiskal untuk menyerap risiko inflasi terhadap domestik melalui kebijakan Pemerintah tersebut. 

"Level harga minyak terkini masih berada di bawah asumsi yang digunakan untuk APBN 2025 yaitu di USD82 per barel. Harga minyak Brent di akhir pekan ini masih di USD77,27 (eop) dan rata-rata ytd ICP masih ada di bawah USD73 per barel, sehingga masih terdapat ruang fiskal untuk meredam rambatan inflasi," jelas dia.

Selain itu, pemerintah melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, secara reguler memantau berbagai perkembangan kondisi global yang memberikan risiko bagi perekonomian dan sektor keuangan Indonesia. 

"Secara reguler juga dilakukan asesmen bersama di dalam KSSK untuk mengukur potensi risiko dari berbagai perkembangan, terutama global terhadap ekonomi dan pasar keuangan Indonesia," papar dia.

Di sisi lain, Deni menyebut bahwa kepercayaan investor terhadap sovereign instrument yaitu SBN juga masih terjaga, meskipun terjadi outflow. Namun dari sisi tekanan terhadap harga (kenaikan yield) masih sangat terbatas.

Meski begitu, pemerintah terus mewaspadai risiko global dan transmisinya pada perekonomian domestik, dengan menyiapkan langkah-langkah mitigasi awal dan mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber.

"Sinergi kebijakan yang solid antara Pemerintah (baik pusat maupun daerah) untuk mengantisipasi risiko terjadinya inflasi dilakukan, termasuk sinergi kebijakan dengan otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan," ucap dia.

"Transformasi struktural terus dilakukan, keberhasilan menjaga suplai pupuk melalui deregulasi misalnya, akan dilanjutkan untuk berbagai komoditas," sambungnya. 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved