Pemerintah Diminta Tak Terapkan BMAD, Bisa Matikan Industri Tekstil Lokal dan Picu PHK
Pemerintah diminta tidak menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) karena dikhawatirkan akan mematikan industri tekstil dalam negeri dan memicu PHK.
Dia berharap pemerintahan Prabowo Subianto menolak usulan BMAD yang berpotensi menganggu pemerintahannya karena peluang banyaknya tutup perusahaan TPT dan terjadinya PHK besar-besaran.
"Diharapkan industri TPT akan semakin mampu bersaing kedepannya sehingga diharapkan tingkat kepercayaan terhadap pemerintahan Prabowo semakin meningkat karena dianggap mampu memenuhi janjinya mendukung industri dalam negeri dan mencegah terjadinya PHK," lanjutnya.
Temuan Komite Anti Dumping Indonesia
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan sebelumnya menyatakan telah melakukan penyelidikan sekitar satu tahun dan mengklaim mendapati praktik dagang curang berupa dumping atas barang impor benang filament polyester berupa Partially Oriented Yarn-Drawn Textured Yarn (POY-DTY) asal China.
Hal itu telah menyebabkan kerugian serius pada produsen dalam negeri. Menurut temuan, praktik dumping ini membuat realisasi investasi di sektor hulu tekstil menjadi tersendat.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) dikutip Kontan menyebut, realisasi investasi sebesar US$ 250 juta di sektor tekstil hulu masih menunggu kepastian penerapan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang kini tengah difinalisasi antar lementerian/lembaga (K/L) terkait.
Baca juga: Industri Tekstil Mulai Bangkit, Menperin: Restrukturisasi Penting
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, terdapat 4 perusahaan anggotanya terimbas atas praktik dumping ini. Satu perusahaan diantaranya tutup permanen, satu perusahaan tutup sementara dan dua lainnya hanya mengoperasikan 40?silitas produksinya.
“Jadi hasil temuan KADI ini memang menggambarkan kondisi riil di lapangan,” beber Redma, Senin (19/5/2025).
Berdasarkan keterangan APSyFI sebelumnya, 3 dari 4 perusahaan ini rencananya akan kembali menjalankan secara penuh lini produksinya. Ditambah satu perusahaan relokasi asal China akan berinvestasi mendirikan lini produksi polyester.
“Tapi reaktifasi 3 perusahaan dan 1 perusahaan baru dengan total investasi sekitar US$ 250 juta ini masih menunggu kepastian pemberlakuan BMAD,” tambah Redma seperti dikutip Kontan.
Redma menyebutkan, dengan reaktifasi 3 perusahaan ini akan ada tambahan produksi POY sebesar 200.000 ton sehingga masih sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Jadi impor POY yang tahun lalu mencapai 140.000 ton, bisa kami pasok dari lokal, ini bagian dari substitusi impor” katanya.
Terkait adanya pihak yang menentang pengenaan BMAD ini, Redma menyatakan, selama ini memang ada pihak yang mendapatkan rente dari praktik importasi.
“Ini kan jelas dari KADI sudah bekerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 dan ketentuan-ketentuan di World Trade Organization (WTO) dan menemukan buti-bukti akurat praktik dumping, maka direkomendasikan BMAD untuk barang impor asal China," ujarnya.
"Tambahan tarif ini hanya untuk barang impor asal China, kalau impor dari negara lain dengan skema RCEP masih nol persen,” kata Redma.
Laporan Reporter: Vatrischa Putri Nur | Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan
Sumber: Kontan
Bea Masuk Anti Dumping
industri TPT
industri tekstil dan produk tekstil
Komite Anti Dumping Indonesia
Ekonom Ingatkan Gelombang PHK di Industri Tekstil, Pemerintah Jangan Hanya Kejar Tax Ratio |
![]() |
---|
Industri TPT Minta Perlindungan Berimbang di Tengah Tantangan Pasar Lokal dan Luar Negeri |
![]() |
---|
Bea Masuk Anti Dumping Resmi Berlaku, Industri Keramik Tanah Air Siap Bangkit |
![]() |
---|
AS Kenakan Bea Anti-Dumping 6,3 Persen Terhadap Udang Asal Indonesia, Apa Alasannya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.