Sabtu, 4 Oktober 2025

Filantropi Islam Berpotensi jadi Pendanaan Alternatif untuk Iklim

Filantropi Islam berpotensi jadi pendanaan alternatif untuk kebutuhan pendanaan iklim Indonesia serta ketidakpastian geopolitik global.

HO
PENDANAAN IKLIM - Tri Hita Karana Dialogue bertajuk “Unlock the Billions: Tapping Hidden Flows for Climate Resilience” yang digelar di Jakarta. (HO/MOSAIC) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Filantropi Islam berpotensi jadi pendanaan alternatif untuk kebutuhan pendanaan iklim Indonesia serta ketidakpastian geopolitik global.

Board of Advisors MOSAIC, Abdul Gaffar Karim, menekankan besarnya potensi pendanaan yang dapat dihasilkan umat beragama melalui filantropi dan skema syariah.

"Filantropi Islam seperti wakaf memiliki potensi pendanaan hingga Rp180 triliun yang dapat dimanfaatkan untuk aksi iklim," kata Abdul.

Hal ini diungkapkan oleh Abdul dalam acara Tri Hita Karana Dialogue bertajuk “Unlock the Billions: Tapping Hidden Flows for Climate Resilience” yang digelar di Jakarta.

Dirinya juga menyoroti peran produk pendanaan syariah seperti green sukuk sebagai alternatif karena berfokus pada proyek-proyek berkelanjutan.

"Kolaborasi dengan sektor finansial sangat penting untuk mentransformasikan rencana menjadi aksi iklim yang nyata,” tambahnya.

Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (2022), Indonesia membutuhkan rata-rata pendanaan iklim sebesar Rp266,3 triliun per tahun hingga 2030.

Namun, berbagai tantangan, termasuk keluarnya Amerika Serikat dari Paris Agreement, mengancam aliran dana iklim, termasuk untuk program Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia.

Meski begitu, Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Paul Butarbutar, mengatakan mengungkapkan keyakinan bahwa hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan.

Dirinya juga menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan serta memperkuat proses persiapan proyek guna meminimalkan risiko.

"Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan dari berbagai sumber, seperti Jerman, untuk proyek-proyek transisi energi,” ujarnya.

Burkhard Hinz, Direktur Bank Pembangunan Jerman (KfW) di Indonesia, menyampaikan bahwa KfW telah menerbitkan obligasi hijau senilai 100 miliar dolar secara global.

“Dana tersebut dialokasikan untuk proyek infrastruktur yang berkontribusi pada mitigasi krisis iklim, seperti pengembangan sistem transportasi publik dan manajemen limbah,” jelasnya.

Selain mengandalkan bantuan internasional, pembiayaan iklim Indonesia juga bersumber dari APBN.

Namun, menurut Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, APBN baru mampu memenuhi sekitar 12,3 persen dari total kebutuhan, sehingga partisipasi sektor swasta menjadi sangat penting.

Laporan Climate Policy Initiative menunjukkan bahwa kontribusi sektor swasta dalam pembiayaan iklim baru mencapai 41,7 miliar dolar atau sekitar 15 persen dari kebutuhan total.

Hal ini menegaskan perlunya meningkatkan sinergi antara investasi swasta dan tujuan iklim nasional, serta menggali sumber-sumber pendanaan alternatif, termasuk dari filantropi Islam.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved